26

311 36 2
                                    

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

.
.

"Yechan -ahh"

Yechan menoleh dan dengan cepat menghampiri panggilan suaminya yang baru bangun. Suaranya masih serak dan lemah.

Jaehan tak membalas genggaman suaminya. Matanya tak berair dan justru terlihat begitu tegar. Ini pertama kalinya ia melihat Yechan  sejak ia sadar beberapa hari lalu. Pagi ini suaminya datang dan menunggunya seraya menatap jendela, entah pemandangan apa yang ia lihat sampai tak menyadari sebetulnya Jaehan sudah membuka mata dan memperhatikannya hampir 15 menit lamanya.

Yechan masih belum mengeluarkan suara. Ia hanya menatap nanar, jemarinya yang tak mendapat balasan. Biasanya jemari lain akan ikut menggenggam dan mengelus jari-jari lentiknya.

"Ma-

"Tidak perlu repot-repot meminta maaf jika kelak akan kamu lakukan lagi Yechan -ahh"

"Sayang" suara Yechan begitu lirih dan dan terdengar pasrah.

"Yechan -ahh bisakah kau menjawab rasa penasaran ku? Apapun jawaban mu aku akan percaya. Tapi jangan kembali menodai kepercayaan ku"

Yechan mengangguk menyetujui.

"Apakah Jehyun sebegitu berartinya untuk mu? Melebihi Kim Jaehan?"

"Tidak. Tidak ada yang lebih berarti dari Kim Jaehan dan baby yang sedang dikandungnya"

Jaehan menarik nafas, memejamkan matanya yang memanas, lalu kembali bertanya.

"Apa kau mencintaiku Yechan -ahh?"

"Sangat. Aku sangat mencintai mu Jaehanie"

"Kalau begitu selesaikan urusan mu dengan Xen. Aku akan menutup mata dan telinga jika semua permasalahan kita berasal darinya. Aku yakin kamu tau aku sangat mencintai mu Yechan-ahh, jadi tolong perjuangkan rumah tangga kita Yechan -ahh"

"Aku mungkin tidak berhak memberikan janji lagi pada mu sayang. Tapi aku bisa pastikan, aku akan berjuang meyakinkan Appa" janji Yechan dengan penuh keyakinan, ya..setidaknya berusaha agar terlihat meyakinkan. Meski faktanya ia tak benar-benar yakin.

"Aku tidak akan membantu mu kali ini Yechan -ahh"

***

Jehyun sudah sembuh, ia di rawat karena demam tinggi. Salahkan Xen perihal itu.

Sekarang ia berdiri di depan pintu rawat inap Jaehan. Mengetahui Jaehan yang sampai masuk rumah sakit lagi karena dirinya membuat Jehyun merasa bersalah.

Persetan dengan apa yang akan Xen lakukan padanya nanti yang jelas ia ingin meminta maaf pada pria yang terbaring lemah di dalam ruangan itu.

"Akhh"

Ringis Jehyun saat tiba-tiba ada tangan yang menyingkirkan tubuhnya sampai hampir tersungkur.

"Apa yang kau lakukan disini?" Dengan nada yang sangat tidak bersahabat bahkan kini memblok pintu ruangan yang ingin Jehyun masuki. Ia berdiri menghalangi pintu dengan wajah datar, ada kerutan marah di keningnya.

Disampingnya sang kekasih menenangkan.

"Kau siapa?" Tanya Hangyeom dengan nada lebih tenang.

Ya orang yang baru datang itu adalah Junghoon dan Hangyeom.

Junghoon mengenali Jehyun dan mengetahui ceritanya setalah Jaehan menceritakan padanya. Sedangkan Hangyeom tak mengerti apa-apa.

"Aku Jehyun, Jaehan Hyung...apakah dia baik-baik saja?" Ucap Jehyun.

Junghoon mendecih, "bukankah ini yang kau inginkan Jehyun -ssi. Jangan berpura-pura peduli aku muak melihat mu"

"Junghoon tenang lah" tegur Hangyeom. Junghoon mendengus kesal, pacarnya ini kenapa selalu bersikap tenang sih, kondisi seperti ini bagaimana Junghoon bisa sabar. Ia menghempas tangan Hangyeom yang menahannya.

Ia menghampiri Jehyun dengan wajah sengit.

"Pergilah tidak ada yang menerima mu disini"

Usai mengucapkan itu, Junghoon menarik Hangyeom masuk ke dalam ruangan inap Jaehan.

Jehyun terdiam, merasakan sesak di hatinya. Ia memang tak pernah diterima dimanapun. Ia hanya sebuah alat yang dapat dimainkan oleh Xen dan Yechan.




Tbc.

✔Felicity Conditions - Yechan JaehanDove le storie prendono vita. Scoprilo ora