PART 16 | BUMI, MATAHARI, DAN BULAN

5 2 0
                                    

"𝑲𝒆𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒌𝒊𝒌𝒊 𝒔𝒆𝒓𝒊𝒃𝒖 𝒌𝒆𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂𝒂𝒏, 𝒃𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊 𝒎𝒆𝒍𝒖𝒑𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒊𝒕𝒖 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊, 𝒏𝒂𝒎𝒖𝒏 𝒌𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 𝒂𝒅𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒓𝒂𝒔𝒂 ...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"𝑲𝒆𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒌𝒊𝒌𝒊 𝒔𝒆𝒓𝒊𝒃𝒖 𝒌𝒆𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂𝒂𝒏, 𝒃𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊 𝒎𝒆𝒍𝒖𝒑𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒊𝒕𝒖 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊, 𝒏𝒂𝒎𝒖𝒏 𝒌𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 𝒂𝒅𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊 𝒎𝒆𝒍𝒖𝒑𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂𝒂𝒏 𝒊𝒕𝒖 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊"

_______

Ribuan buku buku yang berjajar rapi di rak rak yang menjulang menjadi pemandangan yang menyenangkan. Tidak banyak orang yang datang ke tempat itu, mungkin akan datang saat ada hal hal penting untuk di cari di dalam buku.

Berbeda hal dengan nara yang selalu mengunjungi tempat itu, bahkan hampir setiap hari. Ia menyukai bau lembaran lembaran buku, ia juga suka tekstur kertas yang sering ia pegang.

Nara memilih untuk membaca ensiklopedia di meja bundar. Mengalihkan pikirannya kepada perkataan bimo di kantin. Ia kesal tapi tidak bisa berbuat apa apa.

Permen warna warni yang ia lihat di kantin kini tiba tiba berada di hadapannya.

"Coklatnya abis, jadi permen warna warni aja"

Genan tersenyum kepada nara. Genan duduk di samping nara, menatap gadis dengan rambut yang di kuncir kuda itu.

"Gue pernah baca kalo kehidupan itu bagaikan bulan yang mempunyai dua sisi, yaitu sisi gelap dan sisi terang, dimana sisi gelap itu sendiri tidak akan pernah terlihat dari bumi, sedangkan sisi terang akan tampak jelas dari sisi bumi, begitu juga manusia"

Nara menatap genan yang berada di sampingnya.

"Lantas, apa matahari mampu melihatnya? Matahari terlalu terang untuk bulan, hingga pada akhirnya bulan tidak akan pernah melihat matahari"

"Bukankah bumi selalu ada untuk bulan? Ribuan mata selalu menunggu momen indahnya"

"Ya, tapi bumi dan bulan terlalu jauh"

Nara kembali menatap ensiklopedianya.

"Namunn bulan mengajarkan kita, gelap belum tentu tidak ada cahaya sama sekali. Di langit gelap gulita, bahkan bulan mampu bercahaya sendirian, ikhlas tanpa pamrih untuk bisa menerangi bumi"

Senyum kecil terpancar dari sudut bibir gadis itu. Nara menatap peremen permen di depannya, di bukanya satu permen di tangannya, lalu memakannya. Aroma stroberi mendominasi rasanya.

NARARYA || on goingWhere stories live. Discover now