PART 44 | F*CK MY LIFE

2 0 0
                                    

"Satu langkah lagi nggak boleh nyerah gitu aja, bertahan ya"

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

"Satu langkah lagi nggak boleh nyerah gitu aja, bertahan ya"

_______

Mereka sampai di area camping malam itu. Saat tendanya sudah berdiri mereka memunguti ranting ranting pohon yang jatuh mengering. Mereka menghidupkan api unggun untuk menghangati malam mereka. Membakar marshmellow serta bercerita kesana kemari.

"Kenapa sih kalao camping khas banget marshmellow kalau nggak ya jagung bakar, atau sosis bakar"

"Ya karena, kalau bakar daging babi kan nggak boleh ra, yang halal halal aja"

"Ihhh maksud nara kenapa harus itu"

"Ya nggak harus si, tapi kalo lo mau manggil tukang nasi goreng atau kang sate juga boleh tuh"

"Repot dong ge, ahahahaha"

"Ehhh nggak usah ketawa tuh marshmellow lo kebakar nara"

Nara terkejut karena marshmellow miliknya justru harus menjadi abu.

"Yah gimana dongg, gosong ahahaha"

"Wahhh parah, itu sih udah jadi areng ra, kalaupun lo makan paling lo kejang kejang doang"

"Nggak asik dong kalo nara kejang kejang disini"

"Nggak papa kan ada gue, gue siap 24/7 buat lo"

"Iyaaa makasih genannn"

Malam itu berakhir dengan cepat. Mereka bersenang senang menikmati malam penuh candaan itu. Dimana ia tidak perlu khawatir atau memikirkan perkataan Bina. Setidaknya untuk sementara.

Setelah mereka kembali ke rumahnya masing masing. Rasanya ia belum percaya bahwa ia telah menghabiskan malam di bawah langit berbintang itu. Namun ia mengantuk sekarang karena semalam ia tidur menjaga tenda agar nara lelap untuk tidur.

Baru saja ia memejamkan matanya. Pintu kamarnya sudah ada yang membuka. Ia mengerjapkan matanya. Marah. Itu yang langsung ia rasakan ketika melihat sosok Bina berdiri di ambang pintu kamarnya.

"ngapain! Gue mau tidur, kenapa? mama? Mama nggak dirumah, ari? Ari nggak kenal kali sama papa"

Bina diam. Ia hanya memandang genan yang tengah berbaring dengan tajam.

"Mau papa apakan gadis itu? Perlu papa singkirkan agar kamu bisa nurut sama papa"

"BRENGSEK!"

Genan langsung terlonjak dari atas ranjangnya dan mencengkram kerah Bina dengan kencang.

"Sekali aja papa sentuh nara, genan nggak segan segan habisin papa"

Genan mengendurkan cengkramannya.

"Che, percumah juga genan jelasin ke papa yang jelas jelas nggak pernah mencintai perempuan dengan baik. PERCUMAH GENAN JELASIN KARENA PAPA, papa nggak akan tau kalau nara adalah kebahagiaan genan"

"Kamu gila? Perempuan miskin seperti dia yang kamu cintai?"

"BISA NGGAK NGGAK USAH RENDAHIN NARA DI DEPAN GUE! itu juga yang papa pandang dari mama? Karena mama nggak punya apa apa iya? Pah, kapan papa sadar sih, kapan papa sadar kalau papa di buatakan oleh perempuan gila itu"

Pukulan keras terpaksa ia terima tanpa aba aba.

"Brengsek kamu genan!"

"BERISIKK! papa itu terlalu berisik. Terlalu ikut campur dengan kebahagiaan orang lain. Papa mau buat apa? mau buat geanan lebih menderita? Papa tau apa kalau kalau sama nara itu genan bisa ketawa, dan papa datang untuk rusak itu? Ngancam genan untuk jauh dari nara?"

"GENAN!"

"Itu sebapnya papa nggak pernah hargain perasaan bahagia mama saat bersama papa. Karena papa nggak punya perasaan. Belajar hargain apa keputusan orang pah, jangan papa patahin. Jangan buat orang justru makin menderita. Genan nggak akan pernah bahagia kalau papa terus kayak gini"

Genan bangkit setelah ia tersungkur akibat pukulan Bina.

"Kalau papa udah bahagia sama keputusan papa jangan ganggu genan ataupun mama. Kalaupun papa menyesal biarkan itu jadi urusan papa. Sebenernya genan capek harus ladenin pap kayak gini, genan selalu emosi kalau ketemu papa. Akan lebih baik kalau papa urusin urusan masing masing, genan dengan kehidupan genan, papa dengan kehidupan papa. Jangan cari jalan lain untuk menjadi egois hanya karena jalan yang papa lalui nggak sesuai seperti apa yang papa inginkan. Genan nggak mau ribut, jadi papa pergi sekarang! PERGIIII!"

Dengingan diikuti rasa sakit datang kembali. Ia memegangi kepalanya itu.

"Pergi pa pergi"

"Lihat, kamu tidak baik baik saja genan"

"PERGIIIII! arghh"

Ia tidak bisa menahanya lagi, pandangannya kabur. Sampai akhirnya gelap.

Beberapa saat berlalu, kini mata beratnya sedikit terbuka. Ia berusahan memfokuskan dirinya agar tau dimana. Langit langit berwarna putih itu langsung terlihat serta sinar lampu yang tidak terlalu terang. Ia merasa ada yang tidak nyaman di hidunya, dan ternyata itu adalah selang oksingen. Genan mengingat kembali apa yang telah terjadi kepadanya. Dia mengingatnya sekarang. Semua umpatan langsung terucap.

Ia melihat ruangan itu. Tidak ada siapa siapa hanya dirinya yang berbaring lemah.

"Brengsek!"

Tubuh yang masih lemas itu mulai bangkit. Ia mencopot paksa oksigen yang menyalur di hidungnya serta menarik kasar infus yang terpasang di lengannya. Ia berlari keluar dari ruangan itu, memakai baju pasien dan tidak menggunakan alas kaki. Sesekali ia memegangi kepalanya yang masih terasa sakit.

Badannya sempoyongan, pandangannya juga sedikit kabur. Ia berjalan mulai menjauhi rumasakit itu.

"Genan"

Asisten bina justru memergoki genan yang sedang berjalan. Ia menopang tubuh genan dengan paksa.

"Nanti papa kamu marah kalau kamu kabur, kamu mau om yang kena hajar papa kamu"

"Gue nggak peduli, bilang ke papa kalau genan akan tentang apapun kemauan papa. Bilang ke papa nggak usah repot repot rawat genan karena genan bisa sendiri!"

Setelah mengatakan itu, dirinya kembali berjalan menjauh. Sampai akhirnya ia berada di tempat penyebrangan. Banyak orang yang mengantri untuk menyebrang. Namun hanya dirinya yang memakai pakaian pasien disana. Ia masih memegangi kepalanya yang terasa bertambah sakit. Tubuhnya meremang dan akan terjatuh, namun tubuhnya terasa ada yang menopang.

"Genan, genang kemana aja nara cariin"

Wajah pucatnya menatap wajah cantik gadis itu. Nara juga terkejut dengan kondisi genan yang tampak sangat memprihatinkan, di tambah lagi baju pasien yang melekat di badannya membuatnya tau kalau genan telah kabur dari rumasakit.

Detik selanjutnya tubuhnya terkulai di dekapan gadis itu. Nara terkejut, ia berusaha menopangnya. Sesekali ia mengelus rambut genan, namun yang membuatnya terkejut ternyata rambut genan banyak yang tertinggal di telapak tangannya. Air matanya tidak bisa ia tahan. Ia menangis sejadi jadinya.

"Tolongggg, tolongg genann tolonggg hiksss"

Semua orang tampak panik. Sementara nara makin memeluk erat tubuh itu. Tak lama ambulance datang. Ia segera menghubungi alita yang sejak kemarin mencari genan. Ternyata bina membawanya tanpa sepengetahuan alita. Nara menggenggam erat tangan genan di dalam ambulance.

"Nara mohon jangan sekarang, genan denger suara nara kan?"

Nara terisak menangis melihat pria di depannya tampak pucat.

"Tuhann, apakah ini caranya mengakhiri semuanya, nara mohon jangan seperti ini tuhann, aku akan sakit lagi kalau begini, biarkan dia bahagia terlebih dahulu, biarkan dia tertawa riang seperti dulu, aku mohon tuhann, hilangkan wajah pucat itu menjadi ceria kembali"

NARARYA || on goingWo Geschichten leben. Entdecke jetzt