PART 42 | ?

1 0 0
                                    

"Jika alam semesta berserta seisinya menarik maka aku mengiyakan, namun bukan berati di alam semesta tidak ada rasa sakit"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jika alam semesta berserta seisinya menarik maka aku mengiyakan, namun bukan berati di alam semesta tidak ada rasa sakit"

________

Saat gadis itu kembali dari kantin, ia mendapati genan sudah terlelap di atas mejanya. Nara menggeret kursi di depannya dengan pelan agar genan tidak terbangun. Ia meneliti setiap inci wajah pria itu. Bulu matanya yang lentik, hindungnya yang mancung, serta bibir yang agak pucat.

Perlahan telapak tangannya meraih rambut halus itu. Mengusapnya pelan.

"Ge, hidup itu selalu tidak adil ya?"

Lirihnya. Namun tak sengaja ia membangunkan genan. Nara tersenyum ketika pria itu membuka matanya. Namun matanya membelalak ketika melihat darah segar turun dari hidung genan.

"Darah?"

Nara segera mengambil tisu di dalam tasnya. Genan menatap mata gadis itu yang terlihat sangat menghawatirkannya.

"Nggak papa, mimisan doang"

Jantung nara berdegup kencang. Pasalnya ia baru melihat genan mimisan seperti ini. Ia berfikir apakah penderitaan sebenarnya baru saja di mulai?

"Genann, genan nggak papa kan?"

Saat itu juga genan mengembangkan senyumannya guna agar nara tidak khawatir kepadanya.

"Kepala genan sakit lagi?"

"Nggak kok, hal wajar kali mimisan kayak gini, gue kan lagi sakit ra"

"Harusnya genan istirahat aja di rumah hiks"

"Kok nangis"

"Nara takut kalo genan kayak gini"

"Gue nggak papa sayang"

"Tetep aja nara takut, darahnya banyak yang keluar dari hidung genan"

"Udah mampet nara"

Genan menyingkirkan tisu dari hidungnya. Hanya tersisa sedikit darah di sana.

"Tuh kan, nggak papa kok, udah jangan nangis. Yaudah sini peluk"

Genan langsung mendekap tubuh mungil gadis itu. Sementara nara masih ketakutan di dekapannya. Ia tak ingin kehilangan genan dalam hidupnya. Bagimanapun juga sosok genan yang sudah berhasil menggempur benteng yang sudah lama berdiri kokoh.

"Makan yuk ra, gue laper, lo belum makan kan?"

Nara hanya menggelengkan kepalanya sambil sesekali mengahapus jejak air matanya. Setelah itu mereka pergi dari kelas menuju ke kantin untuk mengganjal perut mereka.

Nara menatap lekat lekat genan yang sedang melahap makanannya sambil sesekali mongoceh tak jelas. Ia merekam semua gerakan dari genan dengan matanya. Ia tidak peduli berapa pasang mata yang menatapnya benci. Ia hanya tak ingin pria di depannya benar benar pergi.

NARARYA || on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang