PART 29 | HUJAN BAWA AKU BERSAMA RIUHMU

5 0 0
                                    

"𝑩𝒆𝒓𝒊𝒔𝒊𝒌𝒏𝒚𝒂 𝒉𝒖𝒋𝒂𝒏 𝒋𝒂𝒖𝒉 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒕𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒓𝒊𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂"

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

"𝑩𝒆𝒓𝒊𝒔𝒊𝒌𝒏𝒚𝒂 𝒉𝒖𝒋𝒂𝒏 𝒋𝒂𝒖𝒉 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒕𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒓𝒊𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂"

_______

2 hari sudah kondisi tubuhnya yang melemah itu tidak dapat beraktifitas. Dua hari ia lalui dengan berbaring tidak sadarkan diri di rumasakit. Ia ingat bahwa terakhir kali ia terlibat debat dengan yodha, setelah itu dirinya tidak mengingat apapun.

Nara mengerjapkan matanya. Berusaha tersadar dari tidur panjangnya. Ia melihat langit langit dan dinding berwarna putih. Serta baju seragam berwarna biru yang ia kenakan. Infus juga sudah menyalur di tangannya. Namun goresan di hatinya masih terlalu sakit untuk ia rasakan.

"KAMU SALAH KARENA PAPA TIDAK PERNAH MENGINGINKAN KAMU! PUAS!" Kata kata itu terus bergema di dalam pikirannya.

Ia memegangi kepalanya yang masih terasa pening.

"Apa nara harus benar benar pergi dan mengakhiri ini semua? Orang orang di sekitar nara sudah terlalu jahat untuk di katakan sebagai manusia"

Nara menatap keluar jendela, sepertinya hujan sebentar lagi akan datang. Ia turun dari ranjangnya, melepas saluran infusnya dengan paksa. Ia berjalan tertatih keluar ruangannya. Pikirannya benar benar sudah sangat kalut. Kini langkahnya berhenti di atap gedung rumasakit itu. Ia menatap langit gelap itu yang sudah mengeluarkan butiran butiran air. Menit selanjutnya hujan benar benar turun membasahi tubuhnya.

"Hujan, bawa aku dalam ketenangan dan berisik yang selalu kau suguhkan, aku menginginkannya sekarang, atau mungkin...."

Ia memejamkan matanya.

"Selamanya"

Suara riuh orang di bawah sana tampak sudah saling meneriaki dirinya. Pasalnya ia sudah menaiki pagar pembatas.

"Nara ingin semuanya segera berakhir"

Satu langkah kakinya melangkah kedepan.

"NARAAAA"

Suara berat itu terdengar di telinganya. Suara yang sangat ia kenal. Ia membalikan tubuhnya. Genan sudah berada di sana dengan raut muka yang sangat khawatir.

"Turun sekarang ra"

Nara menggelengkan kepalanya.

"Buat apa ge? Udah nggak ada yang butuhin nara lagi sekarang, nara lelah dengan semuanya"

"Nggak ra! Gue masih butuh lo, gue masih ingin lo ada di samping gue, gue mohon"

Genan melangkahkan kakinya mendekat nara, ia mengulurkan tangannya kepada gadis itu.

"Nara percaya sama gue, gue mohon ra, lo lupa sama janji lo, lo pernah bilang sama gue nggak bakal lakuin hal gila kayak gini lagi!"

"Apa nara masih pantas hidup? MEREKA UDAH NGGAK MAU NERIMA NARA, MEREKA NGGAK PERNAH ANGGAP NARA ADA, MEREKA MENGINGINKAN NARA UNTUK HILANG DARI SEMESTA INI!"

"TERUS LO MAU HAL ITU? SEMESTA MASIH MENGININKAN LO DI SINI RA, termasuk gue, jadi gue mohon turun sekarang"

Genan dengan sigap menarik tubuh nara turun dari pembatas.

"Lepasin nara lepasin genannn!"

Nara tampak memberontak. Namun genan memeluk tubuh gadis itu untuk menenangkannya.

"Gue nggak mau lo nyakitin diri lo sendiri, sekarang berhenti mikirin mereka"

Guyuran hujan deras masih terus turun.

"Lo juga bisa anggap mereka nggak ada ra, lo bisa pikirin gue yang selalu ada buat lo, bukan mereka. Gue mohon bertahan untuk kali ini aja ra, gue mohonn, gue mohon sama lo untuk kasih kesempatan untuk diri lo sekali ini aja, gue janji, gue janji akan temenin lo, gue janji raa"

Tangisan gadis itu memecah riuhnya hujan deras itu. Nara sadar bahwa masih ada setidaknya satu manusia yang bener benar menggengam tangannya erat dan enggan untuk melepaskannya. Ia sadar bahwa masih ada satu manusia yang layak untuk di temani di setiap jalan. Nara ingin selalu bersamanya bahkan dalam kondisi yang tidak memungkinkan sekalipun.

Genan memapah tubuh gadis itu untuk kembali ke ruangannya. Nara masih enggan untuk berbicara sedikitpun. Di depan ruangan itu tampak sudah ada keluarganya yang mencarinya.

"Nara!"

Arna tercengang melihat gadis itu. Wajahnya bahkan sangat pucat. Namun satu yang membuat pandangan arna berubah yaitu pria di samping nara. Begitu juga yodha dan gendhis yang heran karena ada seseorang di dekat nara.

Gadis itu mencengkram tangan pria di sampingnya dengan sangat kuat.

"APA KAMU SUDAH GILA NARA! APA YANG KAMU LAKUKAN!"

Air mata gadis itu terus turun. Bahkan sekarang koridor ruangan itu sudah di penuhi orang akibat kebisingan yang yodha buat.

"KENAPA KAMU MEMPERTARUHKAN NYAWA KAMU KAYAK GITU NARA!"

"KENAPA? KENAPA KALIAN MASIH PEDULI SAMA NARA SEDANGKAN KALIAN YANG NYURUH NARA UNTUK PERGI DARI HIDUP KALIAN KENAPAAAAAAA!"

Genan memegang erat gadis itu yang hendak ambruk. Kali ini dirinya benar benar lepas kendali dengan emosinya.

"NARAAA!"

"APA PAH APAA LAGII! NARA UDAH CAPEK SAMA SEMUANYA, NARA UDAH CAPEK KARENA NARA NGGAK PERNAH DI ANGGAP DI HIDUP KALIAN! hikssss nara mohon biarin nara pergi hiks hiks, kalu kalian emang tidak menginginkan nara lagi, setidaknya lepas nara sekali aja, nara mohonn"

"Apa ini semua gara gara laki laki di samping kamu itu?"

"Pah udah" arna tampak meredam emosi yodha yang sudah memuncak

"JAWAB NARA!"

"JANGAN PERNAH SALAHIN GENAN! SALAHIN DIRI PAPA KARENA UDAH SELALU BUAT NARA SAKIT BAHKAN TIDAK MEMBIARKAN NARA UNTUK SEMBUH, jangan salahin orang lain pahh"

Sementara gendis hanya bisa melihat dengan memegangi kepalanya.

"Mohon maaf semua, ini rumasakit kalau kalian mau buat keributan saya mohon untuk keluar bukan disini"

Mereka lalu pergi tanpa permisi. Yodha tampak mendampingi tubuh istrinya yang terlihat melemah.

"Hiksss harusnya genan nggak usah biarin nara hidup, harusnya genan nggak usah selametin nara, nara bener bener muak!"

Tak terasa air matapun tampak di wajah pria itu. Akhirnya tubuh gadis itu terkulai lemas di lantai. Ia segera membawanya ke dalam ruangannya. Membiarkan gadis itu beristirahat.

"Maafin gue ra, mungkin gue yang egois karena selalu menginginkan lo untuk ada di samping gue, tapi gue yakin ra sebentar lagi lo bakal bahagia dari segalanya, gue yakin hal itu, istirahat yang baik ya cantik, gue cuma nggak mau lo kenapa napa"

Genan mengelus rambut nara yang sedang terlelap dengan halus. Kemudian ia memutuskan untuk pulang, karena seragamnya sekarangpun sudah basah. Jadi mau tidak mau ia harus pulang mengganti pakaiannya.

Ia berjalan keluar dari rumasakit, namun taxi yang ia pesan sialnya tak kunjung datang. Terpaksa dirinya harus kembali berjalan untuk sampai di halte bus, menerobos hujan yang ternyata turun masih deras, namun ia abaikan.

"Arghh"

Rasa itu kembali datang. Rasa nyeri yang mendadak selalu datang di kepalanya.

"Aaarghh, nggak, gue mohon"

Kini telinganya berdenging hebat. Sampai akhirnya pandangannya benar benar kabur. Tubuhnya tersungkur di atas jalanan yang basah. Manik manik matanya berusha tetap terjaga. Namun yang ia lihat hanyalah langit gelap dengan hujan yang sangat deras. Setelah itu tubuhnya benar benar tidak merasakan apapun.

NARARYA || on goingМесто, где живут истории. Откройте их для себя