"Genan semesta itu jahat untuk orang seperti kita, mereka tidak bisa memberikan kita rasa baik baik saja, semesta terlalu jahat untuk kita yang menganggap semua orang baik genan"
"Tapi gue tetep bersyukur karena semesta mengizinkan lo untuk di sampi...
Rumah besar itu tampak ia lihat dengan seksama, bahkan untuk melangkah masuk saja dirinya sudah ragu. Namun kali ini ia meberanikan diri.
"Arna!"
Suara perempuan yang ia kenal tampak mengintrupsi dirinya. Ia menatap wajah itu, dengan kantung mata yang menggantung.
"Mama"
"Kamu mau tinggal bersama mama lagi kan? Papa kamu benar benar marah dengan mama karena membiarkan kamu pergi, kamu mau kan temani mama disini?"
Arna menatap binar mata gendis. Ada rasa sakit dari lubuk hatinya melihat wanita di depannya untuk pertama kalinya terlihat sangat rapuh. Dia nemeluk erat tubuh itu. Sofa empuk itu kini menjadi tempat mereka bercerita.
"Maa, mama tau kan arna benar benar kecewa sama mama? Mama tau kan apa yang arna rasain sekarang?"
Arna tampak berbicara dengan halus dengan wanita di depannya.
"Arna juga tau, semuanya juga membutuhkan alasan atas segala sesuatu, arna tau kalau mama mengajarkan arna dengan keras jarena arna adalah penerus perusahaan papa"
"Kamu ingin tau alasan mama terhadap nara kan?"
Arna menganggukan kepalanya pelan.
"Mama tidak menginginkan anak perempuan yang lemah, nara terlalu lemah untuk segala sesuatu, terlebih lagi kecelakaan di malam hujan itu"
"Jangan bilang itu semua karena nara?"
"Nara hanya membawa kesialan di hidup kita sayang"