M : Kamar Evan

9 6 0
                                    

"Ah, tidak. Maksudku ini pemberian seseorang," elak Evan setelah memikirkan kalimat yang sesuai. Regard menatap Evan dengan raut wajah cukup aneh. Ditambah gelagat Evan yang mencurigakan

"Bisakah aku mendapatkannya juga? Jaket ini sangat keren. Lihat lambang garuda yang menggenggam pedang itu, warnanya sangat kontras, aku menyukainya!" ujar Regard. Mike dan Evan sama-sama tau arah tujuan kalimat yang dilontarkan Regard itu.

"Argh ... iya tentu saja, kau bisa mendapatkannya hehe," jawab Evan singkat. Maniknya segera beralih fokus pada handphonenya. Evan mengetik sesuatu di sana. Mike dan Regard hanya diam memperhatikan.

"Bagaimana keadaan kak Citra dan Alfian?" tanya Mike. Mike tahu betul Evan saat ini sedang panik. Mike sengaja membuatnya semakin panik.

"Ah? Oh ... iya, mereka tadi sedang minum teh. Ya ... seperti biasa," jawab Evan. Maniknya kini beralih menatap Mike. Senyum yang menggantung disuguhkan untuk Mike dan Regard.

Keheningan pada ruangan tersebut semakin menjadi-jadi. Hanya suara denting jam yang memenuhi ruangan itu.

"Evan, apakah kau orang yang—" tanya Regard serius namun sayangnya terpotong.

Beep! Beep!

Evan segera mengangkat telepon itu. Terlihat ia mengaktifkan mode speaker. Entah apa alasannya.

"Di mana kau sekarang?" tanya seseorang di ujung panggilan.

"Ah! Aku sedang bersama keluargaku, kenapa?" jawab Evan. Mike dan Regard masih fokus memperhatikan.

"Datanglah ke kantor sekarang, Van! Kau sudah ditunggu yang lain," seru orang di ujung sana.

"Baiklah aku akan segera datang!" jawab Evan mantap.

"Aku tutup dulu, terima kasih." Setelah orang di ujung sana mengatakannya, Evan memutuskan panggilan itu sepihak.

"Siapa?" tanya Mike. Mike dan Regard masih setia dengan wajah datarnya.

"Itu rekan kerjaku. Oh iya, aku harus segera pergi dari sini, sepertinya ada tugas baru," pamit Evan. Evan terlihat tergesa-gesa merapikan pakaian dan barang-barang di tasnya. Mike dan Regard hanya diam tak bergeming melihat kepergian Evan.

"Dia berbohong," ucap Regard persis ketika Evan menutup pintu.

"Maksudmu?" tanya Mike tidak peka.

"Astaga Mike, apa kau tidak melihatnya? Dia yang mengatur supaya ada yang meneleponnya dan menyuruhnya untuk pergi dari sini sesegera mungkin. Apa kau juga tidak curiga kenapa dia mengaktifkan mode speaker? Bukankah seharusnya panggilan seperti itu bersifat rahasia?" jelas Regard panjang lebar.

Mike terdiam, berusaha mencerna semua ini. Jaket. Pelaku. Evan. Itulah yang terus berputar di dalam kepalanya.

"Kau mungkin benar," lirih Mike. Mike masih tetap melamun. Regard mengambil posisi di belakang Mike dan memegang bahunya.

"Perhatikan baik-baik, Mike. Waktu yang akan menjawab semuanya," ucap Regard dengan yakin. Mereka berdua tidak sadar bahwa ada seseorang berjaket putih di balik pintu yang mendengarkan dengan seksama percakapan mereka.

Mike mendongakkan kepalanya melihat ke atas langit dengan batin yang tidak karuan. "Apakah selanjutnya adalah Evan?" ucapnya, tetapi bukan pertanyaan untuk Regard.

Beberapa hari telah berlalu. Walaupun Mike belum resmi pulang ke mansion besar itu. Tapi Mike selalu berkunjung ke sana setiap hari. Tentu saja Mike ingin memastikan kakak dan adiknya baik-baik saja.

"Selamat pagi semuanya," sapa Mike ketika tiba di meja makan. Citra dan Alfian sedang menikmati sarapan mereka.

"Pagi," jawab keduanya kompak.

May : Ununpentium Maynard Where stories live. Discover now