Bagian 11

355 16 0
                                    

"Astaghfirullah, aku ketiduran" kata Naura tergagap

Tadi selepas ganti baju dan sholat dzuhur, tak sadar wanita itu malah tertidur di atas sajadah. Dilihatnya, jam telah menunjukkan pukul dua kurang. Syukurlah dia tak tidur terlalu lama. Mungkin sekitar tiga puluh menit atau empat puluh menit. Waktu yang cukup dan pas menurutnya untuk mengistirahatkan badan. Gegas wanita itu bangkit dan melipat mukena lalu turun kebawah. Diruang Tv, dilihatnya Jihan dan Resti tengah bermain bersama. Naura pikir gadis itu sudah pulang, namun rupanya belum.

Karena merasa tenggorokanya kering, Naura berniat pergi ke dapur terlebih dahulu untuk mengambil minuman sekaligus camilan untuk Jihan dan Resti sebagai teman ngobrol.

Brugggh

"Awss"

Terdengar Resti yang meringis kesakitan membuat Naura menoleh ka arah sumber suara dan langsung berlari menghampiri. Dilihatnya, gadis itu telah terduduk dilantai dan tengah berusaha untuk berdiri. Tebakanya, mungkin Resti terpeleset oleh air yang sepertinya tumpah di dekatnya. Bagaimana air itu tumpah, dirinyapun tidak tau. Tak jauh, Jihanpun menghentikan acara mainya dan ikut menghampiri Resti.

"Astagfirullah Resti...mari aku bantu" kata Naura mengulurkan kedua tangannya

"Mbak....jika aku memang tidak diinginkan berada di sini mbak cukup bilang baik-baik dan jangan seperti ini mbak. Mbak tidak perlu mendorongku" bukanya menyambut uluran tangan Naura, tiba-tiba saja Resti berucap demikian.

"Apa yang kamu bicarakan?" tanya Naura bingung

"Ya Allah, apa yang bunda lakukan?!" kata Rendra sedikit berteriak mengagetkan Naura. Suaminya itu, kapan sampai dirumah dan tidak biasanya siang seperti ini telah kembali. Pikirnya. Tanpa keduanya sadari, diam-diam Resti yang masih berada di dalam rengkuhan Rendra tersenyum penuh kemenangan.

"Kenapa bunda mendorong Resti sampai terjatuh seperti ini?" lanjutnya

"Kenapa ayah bisa menuduh bunda mendorongnya padahal ayah tidak tau kejadian yang sebenarnya?"

"Tapi jelas-jelas Resti terjatuh seperti ini dan hanya bunda yang ada disini. Tadi juga ayah dengar Resti bilang bunda yang mendorongnya"

"Lalu ayah percaya begitu saja? Kenapa tidak mendengar penjelasan bunda dulu padahal ayah hanya mendengar perkataan Resti sekilas saja? Ayah tidak melihat disinipun ada Jihan yang bisa menjadi saksi apakah bunda mendorongnya atau tidak"

"Yah, jangan marahin bunda. Tadi Jihan liat tante Resti jatuh sendiri kok gara-gara terpeleset minumanya yang tumpah, dan tadi bunda mau nolongin" kata Jihan menyela.

Mendengar ucapan putri kecilnya, Rendra yang semula akan kembali berbicara langsung terdiam terpaku. Mendadak lidahnya menjadi kelu karena rasa bersalah yang amat sangat. Entah ini kali keberapa dirinya telah menyakiti perasaan istrinya itu semenjak kedatangan sahabatnya.

"Bund..maafkan..."

"Simpan maaf ayah karena sudah tak berarti apapun sekarang. Dan ingat, kalian bukan muhrim yang bisa berpelukan seenaknya" kata Naura menggandeng tangan Jihan menuju kamar putrinya itu.

Tersadar, Rendra segera melepaskan rengkuhanya terhadap Resti. Ingin sekali dirinya marah pada sang sahabat karena telah membuat dirinya dan Naura salah paham. Namun entah mengapa Rendra tak bisa melakukanya.

"Pulang lah Res" kata Rendra

"Tapi mas..."

"Res...please. Aku tidak ingin berdebat" Rendra memotong ucapan Resti. Merasa laki-laki itu tak mau di bantah dengan terpaksa gadis itupun menuruti perintah Rendra dan keluar dari rumah cukup mewah tersebut dengan menghentakkan kakinya karena merasa kesal.

Setelah Resti pergi, Rendra bergegas menyusul istrinya yang berada di kamar Jihan.

"Bund..ayah benar-benar minta maaf" kata Rendra yang kini sudah duduk di tepi ranjang kecil milik putrinya.

"Ya"

"Sebagai permintaan maaf ayah, nanti selepas maghrib gimana kalau kita bertiga pergi makan di luar?"

"Kalau Jihan mau, terserah"

"Jihan mau. Yang penting nanti kita beli makananya yang enak-enak ya yah" sambar gadis kecil itu cepat.

Rendra mengangguk dengan semangat. Semoga saja dengan begitu bisa sedikit mengurangi rasa kesal Naura terhadapnya karena hanya ide ini yang terlintas di kepala.

*****

Sepanjang perjalanan, di dalam mobil hanya keheningan yang tercipta. Saat Rendra berusaha mengajak bicara, Naura hanya menjawab seadanya membuat laki-laki itu menjadi bingung sendiri. Beruntung ada Jihan yang sedikit banyak bisa mencairkan suasana dengan celotehanya. Rendra sadar, kesalahanya cukup fatal kali ini karena dirinya telah menuduh istrinya sendiri telah menyakiti Resti tanpa mendengar penjelasan darinya terlebih dahulu. Bodoh memang dirinya yang tak berfikir panjang sebelum bertindak atau berkata-kata.

Begitu sampai tujuan yakni sebuah restoran klasik namun modern, mereka bertiga memilih tempat duduk di salah satu meja pojok dekat air mancur yang dikelilingi dengan beberapa bunga. Dan jika melihat keluar jendela, terdapat taman yang disinari banyak lampu-lampu meriah yang tertata sangat apik sehingga menjadikanya perpaduan spot pemandangan yang begitu indah.

"Silahkan, mau pesan apa bapak?" tanya seorang pelayan laki-laki menghampiri meja mereka sembari memberikan buku menu.

"Bunda sama Jihan mau pesen apa?" tanya Rendra.

"Terserah ayah"

"Jihan juga terserah ayah, soalnya bingung mau pilih yang mana...semuanya keliatan enak" sahut Jihan membuat Rendra dan Naura tersenyum

"Kalau gitu kita pesen udang asam manis satu, iga bakar satu sama bakmi beef nya satu yang nggak pedes ya mas...minumnya jus jeruk dua sama leci satu"

"Baik, ditunggu sebentar ya pak" pamitnya.

"Bunda masih ingat tidak, restoran ini tempat kita pertama kali kencan setelah menikah. Sekarang tempat ini semakin besar dan bagus"

"Emm..ya, bunda ingat"

"Rasanya sudah lama kita nggak kesini"

"Benar. Padahal tempat ini banyak kenangan untuk kita"

"Bunda pakai tunik warna cream, warna jilbabnya sama juga pakai celana dasar hitam waktu itu, dan sangat-sangat cantik" Rendra menggenggam tangan Naura

"Apaan sih yah, jangan keras-keras ngomongnya nggak enak banyak yang denger"

"Cantiknya masih sama seperti sekarang " lanjutnya tanpa memperdulikan protes istrinya dan tiba-tiba mencium pipi Naura

"Ayah, udah ih malu diliatin Jihan sama orang-orang" kata Naura tersipu

"Syukurlah" batin Rendra bahagia

Tak sia-sia dirinya mengajak Naura juga putrinya ketempat ini karena senyum istri tercintanya itu kini perlahan telah kembali untuknya.

_______________________

Hayo-hayo siapa yang udah nungguin??? Happy reading buat kalian semua. Cuss ramein kuy 😊 😊 😊

Goresan Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang