Bagian 24

492 19 1
                                    

Di perjalanan, rasa sesal hinggap di hati Rendra. Tidak seharusnya tadi dirinya sampai membentak istrinya terlebih putrinya yang tengah demam. Tapi Resti pun saat ini juga tengah sakit dan tidak mau makan jika tidak ada dirinya. Tante Reni pun juga sedang tidak ada dirumah. Ah sudahlah, pulang dari rumah Resti nanti dirinya akan meminta maaf pada istrinya dan menyudahi rasa marahnya. Dirinya yakin semua akan baik-baik saja karna Naura adalah wanita yang pengertian dan pemaaf.


"Mas, kamu lagi dimana? Aku udah lama loh nungguin kamu"

"Iya Res ini lagi di jalan sebentar lagi sampai"

"Yaudah kamu hati-hati di jalan ya mas" sahut Resti di sebrang telephone

Panggilan berakhir. Rendra yang sempat tak fokus dalam berkendara, kini coba untuk melajukan mobilnya dengan lebih hati-hati menuju rumah Resti.

Sampai dirumah sahabatnya, Resti telah menunggu di ruang tamu dengan wajah yang pucat dengan tubuh yang dibungkus dengan selimut. Melihatnya Rendra lantas segera menghampiri dan saat kening wanita tersebut di priksa, suhu badanya ternyata lumayan panas.

"Udah tau sakit, kenapa kamu malah disini Res" omel Rendra

"Aku mau nungguin kamu"

"Astaga...apa nggak ada ART?

"Ada, lagi buat minuman jahe di belakang. Katanya biar aku mendingan" jelas Resti. Rendra pun mengangguk mengerti

"Udah minum obat"

"Udah tadi. Mas, anterin ke kamar ya. Pengen tiduran" kata Resti merengek

Mau tidak mau, melihat Resti yang tampak sangat memohon kepadanya Rendra pun akhirnya menurutinya dan memapah sahabatnya itu menuju kamar yang berada tak jauh dari ruang tamu.

"Aku keluar ya Res. Kalau ada apa-apa panggil aja" kata Rendra setelah mendudukan Resti di tepian ranjang.

"Kenapa keluar sih mas"

"Res, kita itu bukan muhrim. Nggak baik kalau cuma berdua di dalam kamar. Nanti malah terjadi fitnah. Nanti aku suruh ART mu kesini buat nemenin ya"

"Yaudah, tapi pintunya jangan di tutup terus mas Rendra duduk di kursi itu biar keliatan" titah Resti.

"Oke-oke" Rendra mengalah.

Karena tubuhnya yang lelah dan memang sudah mengantuk, tak sadar Rendra pun tertidur di kursi tempat dirinya duduk tadi tanpa membuka ponselnya yang begitu banyak panggilan dan pesan singkat dari Naura.

*****

"Sus...suster, tolong putriku" kata Naura begitu dirinya tiba di rumah sakit kepada salah satu suster yang kebetulan berjaga di depan.

Dengan gesit, suster itupun membawa Jihan dengan brankar dibantu oleh rekanya yang lain menuju UGD. Sedikit berlari, Naura mengikuti langkah suster tersebut. Sampai di depan pintu ruangan, Naura terpaksa harus menghentikan langkahnya saat para petugas kesehatan melarangnya untuk ikut memasuki ruangan. Meski begitu, dirinya sangat bersyukur karna rumah sakit ini dekat dengan rumahnya sehingga Jihan bisa segera di periksa.

Beberapa menit berlalu, Naura hanya bisa mondar mandir di depan ruangan dengan gelisah menunggu dokter yang memeriksa putrinya keluar. Sampai tak lama kemudian, pintu itupun terbuka disusul oleh dokter yang keluar.

"Keluarga dik Jihan"

"Saya dok. Saya ibunya, bagaimana keadaanya dok?"

"Anak anda terkena tipes dan harus dirawat dirumah saki selama beberapa hari"

"Ya Allah"

"Apa sebelumnya tidak ada keluhan apa-apa?"

"Tidak dok, hanya pagi tadi sekitar jam sepuluh dia diantar oleh guru sekolahnya karena mengeluh pusing...badannya pun panas jadi saya berikan obat penurun panas dan syukurnya sempat turun bahkan Jihan sempat bermain sebentar tapi malamnya suhu tubuhnya naik lagi" jelas Naura

"Itu penanganan yang sudah baik. Anda tidak perlu khawatir, saya akan memeriksanya secara bertahap"

"Baik, Terimakasih banyak dok"

"Kalau begitu saya undur diri karna harus menangani pasien lain" kata sang dokter mengakhiri percakapan yang diangguki oleh Naura.

Begitu dokter tersebut berlalu, brangkar yang membawa Naura di dorong oleh beberapa suster untuk di pindahkan ke ruang inap. Kini, di tangan gadis mungilnya itu telah tertancap jarum infus dengan Jihan yang tampak meringis karna mungkin tengah menahan sakit.

"Suster, kalau masih ada ruangan kelas satu yang kosong tolong anak saya di rawat inap di sana" pinta Naura

"Baik buk, kebetulan ada satu kamar yang masih kosong" jawab salah satu suster yang kemudian membawa brangkar Jihan menuju salah satu kamar rawat inap yang dirinya maksud.

Kamar yang di tempati Jihan cukup luas dengan hanya putrinya yang menempati. Dari jendela, mereka bisa melihat taman rumah sakit yang cantik dan tampak terawat juga dihiasi dengan berbagai lampu kelap-kelip. Meski bukan kamar VIP setidaknya kamar ini sangat nyaman dan tidak terlalu berisik karena hanya di isi oleh mereka berdua.

"Bun, ayah kemana?" tanya Jihan tiba-tiba

Naura yang tengah menata berbagai keperluan seperti air mineral, roti dan lain sebagainya di atas meja pun menoleh ke arah putrinya.

"Ayah masih ada urusan sayang. Sekarang sama bunda dulu ya"

"Tapi Jihan mau di temenin sama ayah juga. Bunda telephone ayah dulu bun"

"Tadi bunda udah telephone ayah, tapi ayah masih repot. Besok pagi baru nyusul kesini"

"Ayah jahat! Kenapa ayah ninggalin Jihan bunda"

"Jihan sayang, nggak boleh ngomong gitu. Ayah nggak ninggalin Jihan kok. Ayah ada urusan pekerjaan, itu juga buat kita"

"Jihan mau ayah juga disini bun" kata Jihan yang kini menangis

"Sstt. Nanti bunda telephone ayah ya, sekarang Jihan tidur dulu. Lihat tuh udah jam berapa" bujuk Naura

Akhirnya setelah banyak drama yang harus wanita itu hadapi, Jihan tertidur juga dengan mata yang sembab. Mungkin karena lelah menangis dan efek obat yang tadi diminum oleh gadis kecil tersebut.

____________________

Wahh, jadi nyebelin banget si Rendra. Tampol dikit pipinya nggak ngaruh lah ya. Greget sendiri Relca nih 🙂🙂🙂

Goresan Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang