Bagian 25

601 25 1
                                    

Pagi hari, Rendra baru pulang kerumah karena Resti yang tidak ingin di tinggal. Kemungkinan hari ini dirinya akan sedikit terlambat masuk kantor karena tadi Resti juga meminta di temani menikmati sarapan diluar. Wanita itu bilang sedang tidak nafsu makan jika dirumah, jadi mau tidak mau dirinya terlebih dahulu memenuhi keinginan sahabatnya sebelum kembali kerumah.

"Kemana bunda, kenapa tidak ada orang? Apa bunda udah nganter Jihan kesekolah? Tapi ini belum ada jam tujuh" batin Rendra saat dirinya telah membuka pintu rumah menggunakan kunci cadangan namun tak seorangpun menyahut panggilanya. Beruntung semalam laki-laki itu sempat membawanya untuk berjaga-jaga jika dirinya pulang terlalu malam.

Baru saja Rendra hendak membuka ponselnya yang sedari malam tadi di non aktifkan untuk menghubungi istrinya, sebuah mobil berwarna silver yang tak asing memasuki pekarangan rumahnya. Mobil ayahnya.

"Sudah pulang kamu!" sentak ayah Rendra begitu dirinya hendak bersalaman

"I..iya. Papa tau darimana kalau Rendra habis pergi? Dan ada apa pagi-pagi begini papa kemari?"

"Habis pergi kemana?" kata ayah Rendra tanpa menjawab pertanyaan dari putranya.

"Rendra semalem lembur pa. Karena tugas selesainya kemalaman akhirnya tidur di kantor bareng beberapa temen juga"

"Lembur? Memang papa anak kecil yang bisa kamu bohongi begitu saja. Saat membeli sarapan tadi, papa lihat kamu sama Resti. Katakan yang sebenarnya kemana kamu semalam!"

"Pa Rendra beneran lembur. Tadi pagi cuma nggak sengaja ketemu Resti, ini aja Rendra pulang cuma sebentar buat siap-siap mau ke kantor lagi karena ada dokumen yang belum kebawa"

"Apa kamu lupa kalau itu perusahaan papa? Papa tau semua jadwalmu dan tadi malam tidak ada jadwal kamu atau karyawan lain yang lembur sama sekali"

Degh

Kenapa dirinya tak memikirkan hal ini? Kalau sudah seperti ini, tidak ada pilihan lain selain mengaku kepada papanya meski mungkin dirinya akan dimarahi atau dihukum karena telah berbohong. Begitulah papanya mendidik anak-anaknya dari dulu karena memang beliau tidak suka berbohong dan di bohongi.

"Sebenarnya...semalem Rendra ada di rumah Resti pa. Dia bilang sedang tidak enak badan dan ingin di temani"

"Apa sakitnya parah? Apa disana juga tidak ada ART sehingga kamu sebagai laki-laki yang sudah beristri harus disana?"

"Tentu saja ada pa, kalau tidak mana mungkin aku berani kerumah Resti malam-malam"

"Lalu kenapa kau disana jika sudah ada ART yang menemani? Sementara disini hanya ada istrimu dan putrimu yang masih kecil"

"A...aku khawatir dengan keadaanya" kata Rendra menunduk"

Bugh
Bugh

Papa Rendra tiba-tiba saja meninju perut laki-laki itu dengan sangat keras. Dirinya sangat geram dan tak habis pikir dengan tingkah putranya itu yang bisa-bisanya tampak mementingkan wanita lain dibandingkan istri dan anaknya sendiri. Sementara Rendra, sama sekali tak berani melawan karena memang dirinya merasa bersalah.

"Keterlaluan kamu Rendra! Istrimu dirumah sakit sibuk merawat Jihan sementara kamu sibuk mementingkan wanita lain yang bahkan tidak ada hubungan apapun denganmu"

"Ru..rumah sakit? Jihan kenapa pa?"

"Cari tau sendiri karena mereka tanggung jawabmu! Tadi papa kemari ingin memberitahumu soal Jihan yang dirawat karena ponselmu tidak aktif"

"Maaf..semalam, Rendra memang mematikan ponsel"

"Jangan meminta maaf di hadapan papa, minta maaflah pada Naura. Istrimu ada di rumah sakit kasih bunda" kata papa Rendra dingin dan kemudian meninggalkan Rendra yang masih terpaku di tempatnya.

Setelah sadar dari keterkejutanya, Rendra segera menuju mobil dan mengendarainya menuju rumah sakit yang papanya tadi katakan.

*****

"Ya Allah... kemana mas Rendra, kenapa sampai sekarang ponselnya belum aktif?" gumam Naura gusar.

Pasalnya, sedari tadi malam sampai pagi ini suaminya itu belum bisa dihubungi sementara Jihan terus saja menanyakan keberadaan Rendra. Dirinya hanya takut terjadi sesuatu padanya. Terlepas dari rasa kecewa Naura terhadap sikap Rendra, tetap saja laki-laki itu adalah suaminya dan ayah dari putrinya yang saat ini tengah tertidur lelap di brankar

Baru saja Naura berdiri hendak membeli makanan di kantin rumah sakit, pintu ruangan tiba-tiba terbuka memperlihatkan sosok Rendra yang tampak acak-acakan dengan nafas yang terengah-engah. Tampaknya, laki-laki ini berlari tadi.

"Bagaimana keadaan Jihan bun?" tanya Rendra langsung sesaat setelah dirinya dan Naura berhadapan

"Jihan terkena tipes tapi sekarang sudah membaik" jawab Naura ketus

"Astaghfirullah. Bun, bunda marah ya sama ayah?"

"Kenapa bertanya sesuatu yang ayah sudah tau jawabannya? Wanita mana yang tidak akan marah jika suaminya tega meninggalkanya disaat putrinya sakit demi wanita lain yang di akunya sebagai sahabat?"

"Ayah benar-benar minta maaf bun"

"Ayah tau, semalam Jihan sampai kejang-kejang! Beruntung bunda membawanya kerumah sakit ini tepat waktu. Jihan juga dari semalem nyariin ayah sampai nangis-nangis yah"

"Ayah....ayah mengaku salah bun" kata Rendra terus menunduk tak berani menatap istrinya

"Bunda benar-benar kecewa sama ayah! Sekarang ayah pilih, bunda atau Resti"

"Kenapa hanya diam yah? Ayah nggak bisa milih? Baik, kalau begitu biar bunda yang mundur. Silahkan habiskan waktu ayah bersama mbak Resti sepuasnya" lanjut Naura karena Rendra sedari tadi hanya terdiam.

"Bund, jangan bilang seperti itu bun"

"Ayah yang bikin bunda bilang gitu. Sekarang lebih baik ayah pergi. Bukankah ayah harus kerja"

"Enggak, ayah udah izin cuti hari ini. Ayah bakalan nungguin Jihan sama bunda disini"

"Terserah. Bunda mau beli makan dulu di kantin"

"Biar ayah yang beliin. Bunda tungguin Jihan aja disini"

"Nggak perlu! Ayah aja yang disini karna udah dari semalem dicariin Jihan" kata Naura lantas keluar dari kamar tempat putrinya dirawat.
_____________

Heuhh kesel banget sama kelakuan Rendra. Enaknya diapain nih laki satu yeorobun?

Goresan Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang