Bagian 27

530 21 0
                                    

"Jadi, apa benar kamu mengurung diri di kamar beberapa hari ini?" tanya Lana menatap tajam putrinya.

Papanya ini memang benar-benar orang yang tegas. Bukan hanya pada pesaing bisnisnya namun juga pada istri dan putrinya. Meski begitu, laki-laki paruh baya tersebut begitu sangat menyayangi keluarganya. Yah setidaknya itulah yang Resti rasakan selama ini. Di balik kesibukan sang papa yang tidak ada habisnya, papanya pasti akan selalu menyempatkan waktunya untuk mengajak  dirinya juga mamanya jalan-jalan disaat weekend atau liburan.

Saat ini memang papa Lana, mama Reni juga Resti tengah berada di ruang keluarga setelah Resti selesai sarapan tadi juga setelah ayah dan anak tersebut saling melepas rindu.

"Hehe iya pa"

"Kenapa? Kamu lagi berantem sama mama kamu?"

"Heuhh kok kayak di interogasi gini sih" batin Resti

"Res...jawab"

"Ah..eh...enggak kok pa"

"Terus?"

"Sebenarnya....Resti...lagi sebel sama mas Rendra" jawab Resti lirih

"Rendra??" kata Lana mengerutkan keningnya berusaha mengingat siapa orang yang baru saja di sebutnya putrinya

"Rendra sahabat kamu?" lanjutnya setelah berhasil mengingatnya

"Iya pa"

"Kenapa?"

"Ya pokoknya lagi sebel aja pa"

Lana dan Reni hanya menggeleng mendengar jawaban dari putri mereka karena tak habis pikir. Resti sudah dewasa,  tidak seharusnya bersikap seperti itu jika ada masalah yang sudah seharusnya di selesaikan bukanya malah merajuk tak jelas.

"Papa nggak tau apa masalah kalian. Tapi papa ingatkan, kamu harus fokus mengelola perusahaan. Papa nggak mau hanya gara-gara ini perusahaan menjadi terbengkalai"

"Iya pa"

"Dan satu lagi. Papa akan melihat kinerjamu di kantor secara langsung beberapa hari ini" tegas Lana yang diangguki dengah lemah oleh Resti.

Setelah berkata demikian, Lana beranjak meninggalkan mama Reni dan Resti yang kini saling berpandangan. Permasalahan antara putrinya juga Rendra, baru hari ini Reni ketahui karena Resti tak bicara apapun padanya dan tiba-tiba saja mengurung diri di kamarnya. Jikalau dirinya tau dari awal permasalahanya, sudah pasti Reni akan menelephone Rendra atau mendatangi rumah Alya untuk membujuk Resti.

"Jadi, ada masalah apa antara kamu sama Rendra" tanya Reni kemudian.

"Mas Rendra, nggak mau ketemu lagi sama Resti ma"

"Kenapa bisa begitu? Tiba-tiba?"

"Siapa lagi, semuanya gara-gara mbak Naura" kata Resti yang kemudian menceritakan semuanya pada mamanya tanpa ada sedikitpun yang terlewat.

"Mama akan coba ngobrol nanti sama Alya, biar dia negur itu menantunya. Atau kalau perlu biar mama sendiri yang datengin dia"

"Tapi gimana kalau mas Rendra tambah marah?"

"Udah, untuk sementara kamu fokus dulu ke perusahaan okey. Jangan pikirin yang lain"

"Tapi ma..."

"Kamu mau papa kamu marah gara-gara kamu mentingin hal lain daripada perusahaan? Mama nggak bakalan bisa bantu apa-apa kalau sampai itu terjadi. Tunggu paling tidak sampai papa kamu benar-benar mempercayai kinerjamu mengelola perusahaan"

"Yaudah iya"

"Bagus" kata Reni tampak lega dan puas.

*****

Di ruang TV, Raina yang tengah asyik menonton acara kesukaanya, tiba-tiba teringat akan sesuatu. Bergegas, dirinya mencari mamanya yang ternyata berada di taman belakang rumah dekat kolam renang.

"Ma.." panggil Resti

Mama Alya yang tengah sibuk memainkan ipad nya di sebuah tempat duduk itu pun menoleh ke asal suara.

"Rain, sini"

"Ada apa?" lanjut mama Alya begitu Raina telah duduk di sampingnya

"Ma, maaf kalau Raina lancang. Apa mama benar-benar mendukung bang Rendra sama mbak Resti dekat?"

"Tentu saja. Bukankah mereka sangat cocok?"

"Lalu bagaimana dengan mbak Ra? Mama nggak memikirkan perasaannya?"

"Halah, nanti juga lama-lama Naura pasti bisa menerimanya kok kalau Resti udah nikah sama Rendra"

"Astagfirullah...sampai segitunya pikiran mama. Sekarang coba posisi mama sama mbak Naura dibalik. Misalkan papa punya sahabat perempuan dan papa lebih perhatian pada sahabatnya itu. Bagaimana perasaan mama?"

"Ya..ya..nggak mungkinlah papa mu begitu. Kalau sampai terjadi mama akan ulek itu perempuan"

"Lihat, mama aja yang baru Raina bilang misalkan aja mama udah marah kan? Apalagi mbak Naura" kata Raina lembut.

Mendengar perkataan putrinya, Alya hanya bisa terdiam tanpa berniat untuk merespon. Sebenarnya dirinya sadar sikapnya tidak bisa dibenarkan. Tapi tetap saja dalam hati kecilnya Alya juga sangat ingin menjadikan Resti sebagai menantu di keluarga mereka. Bukanya ingin menyingkirna Naura hanya saja jika bisa menjadikan keduanya sebagai menantu kenapa tidak.

"Ma, jika papa tau hal ini beliaupun pasti akan sangat menentang apa yang sekarang mama lakukan" lanjut Raina

"Apa mama tidak bisa memiliki keduanya sebagai menantu?"

"Itu serakah namanya. Sebelum semuanya terlambat, tolong berhenti ma"

"Mama tidak bisa janji"

"Tak apa, tapi Raina harap mama mau memikirkan semuanya. Sudah mulai sore papa pasti sebentar lagi pulang, kita masak yuk" kata Raina

Gadis itu memang sengaja mengalihkan pembicaraan agar pikiran mamanya kembali santai supaya tekanan darah tingginya tidak kambuh jika terlalu stress atau banyak pikiran. Beruntung mamanya itu tak membahas pembicaraan mereka sebelumnya dan menyetujui ide Raina untuk memasak makanan.

"Kita mau masak apa Rain?" tanya Alya begitu keduanya telah berada di dapur.

"Tumis kangkung, goreng Nila sama sambal terasi gimana ma? Kebetulan Rain liat tadi sudah ada bahan-bahanya"

"Boleh juga. Simpel tapi nikmat sepertinya"

"Oke deh. Rain ambil dulu semua bahanya kalau gitu"  kata Raina

Setelah semua bahan tertata di meja dekat kompor, anak dan ibu itupun tak perlu waktu lama untuk segera sibuk dengan tugas masing-masing sambil keduanya sesekali kembali mengobrol ringan dan saling tertawa. 

___________________

Tinggalin jejaknya guys buat kalian para readers kesayangan aku yang selalu setia nungguin kelanjutan dari story akuu

See u and happy reading😘😘

Goresan Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang