Bagian 33

595 20 1
                                    

"Res kamu di hotel ini dulu ya sampai om Lana sama tante Reni pulang dari luar kota. Soal biaya biar aku yang tanggung" kata Rendra sembari membuka pintu kamar yang akan Resti tempati.

Sesuai perkataan Rendra siang tadi, usai membersihkan badan dan melaksanakan sholat ashar laki-laki itu juga Naura mengantarkan Resti ke sebuah hotel yang cukup dekat dengan kantor milik wanita itu. Dan disinilah mereka sekarang. Hotel Purna Ageng, hotel bintang lima yang fasilitas dan juga pelayananya sudah tidak diragukan lagi.

"Ya"

"Kalau ada apa-apa segera telephone okey"

"Iya mas"

"Maaf kalau kamu nggak jadi menginap di rumah"

"Iya. Udah sana mas Rendra sama mbak Naura pergi aja biar semuanya aku beresin nanti"

"Loh biar Naura disini aja Res, bantuin kamu"

"Nggak usah!"

"Kalau gitu yaudah ayo pulang yah. Nggak enak sama mbak Sandra kalau kelamaan suruh jagain Jihan" kata Naura

Dirinya sungguh jengah melihat Resti yang tengah merajuk. Lagipula Naura memang benar-benar merasa tidak enak jika menitipkan Jihan terlalu lama dirumah mbak Sandra, tetangga samping rumahnya karena saat diajak tadi, putrinya itu menolak dan lebih memilih bermain dengan anak dari tetangganya itu yang kebetulan teman sekelas Jihan.

"Ayok bun. Res, beneran kamu nggak papa sendirian?"

"Iya" jawab Resti jutek

Karena Resti tengah merajuk seperti itu dan tidak ingin di temani Naura, jadilah sepasang suami istri itu memutuskan untuk berpamitan. Meski berat bagi Rendra, namun mau bagaimana lagi. Keutuhan rumah tangganya lebih penting untuk saat ini. Jujur, jika Naura sedang marah terlihat sangat menakutkan.

"Bunda udah lega kan, Resti udah ada hotel sekarang dan menginap disana" kata Rendra saat keduanya berada di mobil.

"Iya yah, bunda lega. Bukanya bermaksud tega dengan mbak Resti hanya saja bunda nggak mau ada orang lain di istana kita"

"Syukurlah. Berarti keputusan ayah sudah tepat"

"Sangat tepat. Karna kalau ayah tetap mempertahankan mbak Resti menginap dirumah kita, maka bunda pastikan ayah akan menerima surat cerai dari pengadilan agama"

"Jangan main-main dengan cerai bun"

"Bunda nggak main-main kok. Ayah lupa kalau bunda udah ngasih kesempatan ayah dan itu yang terakhir?" kata Naura serius.

"Tentu aja enggak dong bun. Makanya tadi ayah nurutin bunda nggak ngasih izin ke Resti buat nginep dirumah kan" jawab Rendra tersenyum.

Ya, dirinya tak akan lupa akan kesempatan yang telah istrinya berikan untuknya dan Rendra berjanji akan melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan keluarga kecilnya itu. Dirinya pun tak akan sanggup jika harus melepaskan Naura yang menjadi separuh jiwanya. Rendi juga paham jika istrinya tidak pernah main-main dengan ucapannya karena itu prinsipnya sedari dulu. Maka Rendra sangat takut saat Naura mengatakan perpisahan kepadamu. Entah bagaimana hidupnya jika sampai itu terjadi.

"Sekarang kita jalan ya bun" lanjut Rendra yang di angguki oleh Naura.

Tak lama, mobil yang membawa pasangan suami istri itupun melaju dengan santai menuju rumah mereka, istana mereka yang sampai kapanpun akan keduanya pertahankan agar tetap berdiri dengan kokoh.

*****

Sepeninggal Rendra dan Naura, Resti melempar apa saja yang bisa di jangkau oleh tangannya untuk meluapkan amarah. Bersamaan dengan itu, ponsel miliknya berdering. Setelah dilihat, nama sang mama lah yang terpampang di layar. Segera, ia menjawab panggilan tersebut.

"Maa...." sambar Resti dengan menangis

"Hei, ada apa sayang? Kenapa kamu menangis?"

"Mas Rendra....mas Rendra jahat ma"

"Kenapa? Ada apa Res?"

"Mas Rendra nurutin mbak Naura yang nggak izinin Resti menginap disana ma" kata Resti menceritakan semua kejadian saat di rumah Rendra

"Terus sekarang kamu dimana?

"Resti di hotel purna Ageng. Mas Rendra yang biayain semuanya"

"Besok pagi-pagi mama bakalan samperin kamu ke hotel"

"Tapi urusan disana kan belum selesai ma"

"Nggak papa. Disini tugas mama udah beres"

"Terus gimana dong ma. Rencana kita gagal"

"Kita pikirkan rencana lainya. Ada yang lebih penting dari itu"

"Apa ma"

"Besok mama kasih tau. Sekarang kamu tenang dulu okay. Mama tutup telephone nya" kata mama Reni memutuskan sambungan

Resti yang masih kesal pun masih menangis meski tidak lagi melempar barang-barang. Dirinya pun sudah lumayan tenang sekarang. Hingga suara ketukan pintu kamar mengalihkan perhatiannya. Mungkin pelayan hotel. Pikir Resti. Cepat-cepat, wanita itupun mengusap wajahnya agar tidak terlihat jika dirinya baru saja menangis. Setelah pintu terbuka Resti terkejut karena bukan pelayan yang datang melainkan Linggalah yang kini ada di hadapanya

"Res are u okay? Gue tadi denger suara ribut disini" tanya Lingga

"Kenapa lo bisa ada disini? Masuk Ngga" kata Resti mempersilahkan

"Maaf berantakan. Tadi gue lagi emosi dikit" lanjutnya dengan cengiran kuda.

"Jadi, Kamar depan itu kamar temen gue. Kebetulan dia lagi ada kerjaan disini beberapa hari jadi gue bantuin dia buat beres-beres. Nggak sengaja gue liat lo masuk ke kamar ini sama dua orang cewek cowok tadi"

"Oh. Itu mas Rendra sama mbak Naura. Mereka tadi nganterin gue kesini"

"Kenapa mata lo bengep gitu? Abis nangis?"

Mendapat pertanyaan seperti itu dari Lingga entah mengapa air matanya malah menetes kembali bahkan kian deras seperti tak ingin berhenti. Tanpa di duga, Lingga yang melihat itupun segera menarik Resti kedalam pelukanya dan mengelus lembut rambut wanita cantik itu.

"Stt...Udah, nggak papa kalok lo belum mau crita ke gue. Nangis aja sepuas lo sampek hati lo ngerasa lega" kata Lingga

"Ma..makasih..Ngga"

"Nggak perlu makasih. Gue akan selalu ada buat lo"

Ucapan yang tulus dan juga menenangkan hatinya. Setidaknya, itulah yang kini di rasakan oleh Resti hingga membuatnya tak sadar dirinya semakin mengeratkan pelukan keduanya.

_________________________

Semoga kalian menikmati ceritanya readers. Happy Reading buat kalian semua😘😘😘

Goresan Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang