10. Penderitaan dan Sakit Hati Yang Terpendam

1.1K 174 6
                                    

Part 10 Penderitaan dan Sakit Hati Yang Terpendam

“Aku melihat mobilnya. Kupikir aku salah lihat, tapi mengingat kau juga ada di dalam rumah sakit, sepertinya perkiraanku tidak salah.” Leon tak pernah tertarik dengan urusan Bastian. Ketegangan keduanya lebih pada urusan pekerjaan. Tetapi … sejak ia mengetahui hubungan Aleta dan Bastian, tentu saja semua hal tentang pria itu akan menarik perhatiannya. Terutama jika berhubungan dengan Aleta. “Apakah dia masih bertanggung jawab dan memastikan perkembangan kakimu? Bastian yang kukenal bukan orang yang bertanggung jawab.”

Aleta mencoba membaca niat Leon dengan kata-kata tersebut. Sekedar mengejek hubungan mereka berdua atau pria itu sedang mencoba menimbang kadar perasaan yang masih tersisa di antara keduanya. Yang akan digunakan untuk kelicikan Leon mengalahkan Bastian.

“Rupanya kau memang masih begitu special di hatinya, ya?” dengus Leon mengejek. “Dan sejujurnya, aku tak pernah merasa sepuas ini. Kau tahu, saat apa yang kita miliki ternyata menjadi hal yang begitu special di hati pria lain.”

“Kau menikahiku untuk meredakan perselisihan keluargamu dan keluarganya, kan? Lakukan saja tujuan utamamu itu. Aku akan bersikap sebagai pionmu, yang tak berhak memiliki pendapat.”

Seringai Leon, ada kepedulian sekaligus pengabaian di kedua mata Aleta yang bercampur aduk dan membuat gadis itu kebingungan. Seringai Leon lebih tinggi ketika mengangguk singkat untuk Aleta. Melompat turun lebih dulu dari dalam mobil.

*** 

Aleta tak menghabiskan makanannya. Selain karena seleranya yang mendadak menguap karena Leon mengungkit tentang Bastian. Badannya juga terasa begitu lelah. Membuatnya ingin segera berbaring di tempat tidur saja. Tetapi itu juga bukan pilihan yang tepat. Setiap mengingat tempat tidur, perasaannya menjadi tak karuan. Sepanjang di hotel, Leon tak pernah membiarkannya istirahat dengan tenang di tempat tidur. Bahkan pria itu sengaja meletakkan kursi rodanya jauh dari jangkauan tangannya hanya agar tak meninggalkan ranjang tanpa ijin pria itu.

Satu alasan kuat, yang membuatnya bertekad untuk menyembuhkan kedua kakinya. Pandangannya turun ke bawah, menatap kedua kakinya yang dibungkus flat shoes. Suara Leon yang masih sibuk berbicara dengan seorang pria di meja di sampingnya masih terdengar saling bersahutan. Ya, tujuan Leon datang ke tempat ini untuk bertemu dengan entah siapa, yang membawa setumpuk berkas di tangan yang keduanya bicarakan sejak ia dan pria itu sampai di restoran ini.

Aleta sedikit membungkuk untuk melepaskan sepatunya. Membiarkan telapak kakinya menempel di lantai yang dingin. Mencoba menggerakkan ujung-ujung jemarinya. Perlahan, mulai dari ibu jari kakinya, dan semuanya bergerak seperti yang diinginkannya. Senyum mengembang lebih tinggi. Kedua telapak kakinya sudah bisa bergerak ke kanan dan kiri. Meski ia masih belum bisa mengangkatnya.

Wajahnya dipenuhi tekanan yang kuat ketika berusaha menggerakkan lutut hingga telapak kaki. Mendesah dengan berat setelah usahanya masih tak membuahkan hasil. Bagaimana pun, ia berusaha bersyukur dengan semua pencapaiannya setelah lima bulan ini. Juga pada harapan yang dikatakan dokter. Bahwa masih ada kemungkinan ia bisa menggunakan kedua kakinya dengan normal lagi.

“Berapa lama harapan yang diberikan dokter?” Pertanyaan Leon yang tiba-tiba muncul mengejutkan Aleta. Gadis itu tersentak keras dan mendongakkan kepala. Menatap tubuh Leon yang berdiri menjulang di samping kursi Aleta. Dengan wajah tertunduk, mengamati kedua kaki Aleta.

Aleta kembali membungkuk, memakaikan sepatunya kembali. Tetapi karena terlalu terburu-buru, membuatnya tak berhasil memasukkan telapak kakinya dengan benar hingga berkali-kali.

Leon memutar kursi Aleta menghadap dan berjongkok di depan gadis itu. Kedua tangannya menahan pundak Aleta, menegakkan punggung gadis itu dengan setengah memaksa karena penolakan Aleta. Tetapi pada akhirnya kekuatannya berbicara lebih keras ketimbang keinginan gadis itu. Ia memperbaiki sepatu yang sudah setengah terpasang di kaki kanan dan mengambil sepatu di bagian kiri. Mengenakannya dengan mudah. 

Bukan Sang PewarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang