43. Pernikahan Bastian

608 126 1
                                    

Part 43 Pernikahan Bastian

Suara denting lift yang kembali terdengar dari arah belakang Bastian segera membekukan keduanya. Aleta sedikit mencondongkan tubuhnya, mengintip Leonlah yang melangkah keluar dari dalam lift. Kesiap pelan dari celah bibir Aleta pun membuat Bastian menyadari siapa yang datang. Pria itu melengkungkan senyum tipis untuk Aleta dan berjalan menuju pintu keluar rumah sakit. 

Leon tentu saja menyadari siapa yang baru saja bicara dengan sang istri. Pandangan pria itu tak lepas dari punggung Bastian yang melewati pintu putar sepanjang langkahnya menghampiri Aleta.

“Hanya sesaat aku melepaskan pandangan darimu, dan inilah yang kalian lakukan?” dengus Leon ketika berhenti tepat di depan Aleta. Wajah gadis itu tidak pucat, tapi tak mengatakan apa pun untuk menyangkal apalagi mengiyakan.

“Aku ingin pulang.” Suara Aleta datar dan dingin. Berusaha bangun dari duduknya.

Ujung bibir Leon menipis tajam, melihat Aleta yang sedikit kesulitan untuk berdiri, membuatnya tak tahan untuk tidak mengulurkan tangan dan membantu sang istri. 

Aleta yang juga membutuhkan bantuan pun tak menolak sikap Leon. Kehamilannya yang semakin membesar memang tak lepas dari membutuhkan bantuan Leon bahkan untuk hal sekecil apa pun. Seperti mengenakan sepatu, membuka atau menarik resleting bajunya, atau bahkan hanya sekedar berdiri dari duduknya.

*** 

Sepanjang perjalanan, Aleta masih tak berhenti memikirkan kata-kata Bastian di rumah sakit. Perjodohan pria itu dan Berlian yang masih terus berlanjut, karena hanya itu satu-satunya cara yang dimiliki Bastian untuk merebut posisi dan dirinya dari Leon.

Akan tetapi, perceraiaannya dan Leon adalah berarti ia harus kehilangan anak dalam kandungannya. Hak asuh anak ini akan sepenuhnya berada di tangan Leon dan sudah pasti, Leon tak akan membiarkannya melihat putra kandungnya sendiri.

Aleta berusaha menepikan semua pikirannya tentang Bastian di tengah acara makan malam keluarganya pada malam itu. Menanggapi semua pertanyaan sang mama yang ia jawab dengan singkat. Sesekali menanggapi candaan Jendra dengan senyuman ataupun tawa kecil.

Sementara Leon, pria itu lebih sering berbicara dengan sang mertua. Basa-basi tentang perkembangan bisnis ini dan itu. Beberapa kerja sama antara perusahaan Nirel dan Leon, membuat keduanya masih sering terlibat pertemuan penting.

Setelah makan malam selesai, Nirel dan Leon duduk di ruang tengah. Dan Monica membawa Aleta duduk di pantry. Meletakkan piring berisi potongan buah untuk camilan sang putri.

“Kau sudah mendengar? Tentang pernikahan Bastian dan Berlian yang sudah diatur kembali?” Monica merendahkan suara dan mendekatkan bibir ke telinga Aleta. “Dua minggu lagi.”

Aleta nyaris tersedak buah kiwi yang sudah dikunyahnya. Mengambil gelas air putih dan menatap sang mama.

Monica menghela napas rendah sembari mengelus lengan sang putri. “Kau baik-baik saja, kan?”

Aleta memaksa kepalanya mengangguk. Harus memaksa perasaannya baik-baik saja meski rupanya tidak baik-baik saja. 

“Dia juga sudah kembali ke perusahaan. Dan … mama pikir ada yang berubah darinya. Papamu bilang, dia berhasil memenangkan tender yang lumayan besar.”

Aleta menelan ludahnya. 

“Dan jangan kau tanya apa yang terjadi di acara makan malam keluarga minggu lalu. Maida tak berhenti membanggakan pencapaian Bastian, membuat Yoanna semakin tak berkutik karena Leon tak pernah lagi datang di acara keluarga kita.” Monica mendesah, lebih kasar.

Aleta tak mengatakan apa pun. Kata-kata Leon kembali terngiang di benaknya.

“Sudah selesai?” Suara Leon muncul dari pintu penghubung antara ruang makan dan ruang tengah. Berjalan menghampiri sang istri. “Sudah malam. Kami harus segera pulang, Ma. Wanita hamil tidak baik tidur terlalu larut.”

Bukan Sang PewarisTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon