20. Dalang Di Balik Kecelakaan

947 159 6
                                    

Part 20 Dalang Di Balik Kecelakaan

Monica mendengus tipis ketika melihat mobil Bastian yang berhenti di halaman butik saat mendorong kursi sang putri keluar dari dalam butik. Melirik sinis pada Berlian yang juga melewati pintu butik. Dengan wajah muram dan kantong belanjaan yang sama sekali tak memuaskannya.

“Tante Monica, Aleta,” sapa Bastian saat turun dari dalam mobil. Menghampiri sang tante dengan senyum ramah.

Wajah muram Berlian seketika berubah semringah, mendekati Bastian dan bergelayut manja di lengan pria itu. “Kau sudah datang?”

Bastian memberikan senyum tipisnya pada Berlian sebelum kemudian kembali menatap Aleta yang membuang wajah darinya. Bibirnya sudah membentuk celah, ingin mengatakan sesuatu tetapi tertahan dengan keberadaan sang tante dan Berlian.

“Tante benar-benar kasihan denganmu, Bastian,” celetuk Monica. Melirik sinis ke arah Berlian, yang seketika memucat. “Maida memang tak pernah memikirkan kebahagiaanmu. Apa kau sungguh akan menikah dengan wanita seperti ini? Hanya untuk kelangsungkan bisnis keluarga? Setidaknya pikirkan dirimu sendiri.”

Bastian mengedipkan matanya dua kali, menoleh ke samping. Pada mulut Berlian yang membuka nutup kehilangan kata-kata untuk membalas

“Mamamu jelas memedulikan apa pun selain keegoisannya. Apalagi dengan hidupmu. Jika bukan kau sendiri yang peduli, tante hanya berharap kau mendapatkan kebahagiaanmu. Dengannya atau … tante tak bisa membayangkan pria sebaik dirimu harus menghabiskan seumur hidup dengan wanita seperti dia.” Monica memungkasi kalimatnya dengan lirikan tajamnya pada Berlian sebelum kemudian mendorong kursi roda Aleta mendekati mobil mereka.

Sementara Bastian menatap tajam pada Berlian. “Masalah apalagi yang kau buat?”

“A-aku … aku tidak melakukan apa pun, Bastian.” Jawaban Berlian terbata.

Bastian mendengus tak percaya. “Kau pikir tante Monica akan mengatakan kata-kata sekasar itu jika kau tak membuat masalah? Kau pasti melakukan sesuatu pada Aleta, kan?”

Mata Berlian mengerjap dengam gugup. 

“Aku sudah mengatakan padamu untuk tidak membuat masalah dengan keluargaku, Berlian. Jika kau memang berminat melanjutkan perjodohan ini.”

“A-apa?” Wajah Berlian mulai dipucati kepanikan. “A-aku mengatakan yang sejujurnya, Bastian. Kau tahu tantemu itu memang selalu sensitif jika berhubungan dengan si cacat itu.”

“Si cacat?”

“M-maksudku … Aleta. Tantemu hanya salah paham dengan sepatu Aleta yang kuambil. Padahal aku hanya ingin membantunya memakai sepatu itu.”

Makian Berlian membuat Bastian teringat tujuannya menemui sang tunangan hari ini. Mengalihkan masalah yang dibuat Berlian di butik, dan lebih tertarik dengan masalah wanita itu di masa lalu.

Wajah Bastian berubah serius. “Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu.”

Berlian terdiam, matanya berkedip sekali. Menyadari keseriusan di wajah Bastian. Yang entah itu adalah hal buruk atau baik karena tampaknya pria itu tak lagi tertarik dengan masalah yang dibuatnya baru saja. “A-apa?”

“Saat aku menolak perjodohan keluarga kita, kupikir kau pasti tahu hubunganku dan Aleta, kan?”

Kepucatan merebak di seluruh permukaan wajah Berlian. Saking terkejutnya dengan pertanyaan tersebut, tubuh Berlian hingga mundur satu langkah ke belakang. “A-apa … aku tak tahu apa yang kaukatakan, Bastian.” Setengah mati Berlian menekan kepanikan yang nyaris tak terkendali di wajahnya. Getaran dalam suaranya cukup kentara, tetapi ia tak akan membuat dirinya terpelosok ke dalam jurang seorang diri.

Bukan Sang PewarisWhere stories live. Discover now