40. Perubahan Leon

1K 169 3
                                    

Part 40 Perubahan Leon

“Mengancam?” Aleta kembali dikejutkan dengan informasi tersebut. 

Monica mengangguk. “Dia benar-benar sudah berubah, Aleta. Sejak kau pergi, papamu jadi lebih murung dan sering mengurung diri di ruang kerjanya. Entah memikirkanmu atau Leon, sepertinya lebih banyak karena pekerjaan. Papamu hanya cemas jika Leon melakukan sesuatu padamu, jadi dia hanya mengatakan pada mama untuk menuruti semua yang diinginkan Leon dari kami.”

Aleta menjilat bibirnya yang kering. Mencerna penjelasan sang mama yang masih tak bisa dirabanya dengan baik. “Sebenarnya ada masalah apa dengan Leon dan mamanya?”

Bibir Monica sudah membentuk celah, tetapi hanya helaan panjang yang keluar dari sana. Kepala wanita itu kemudian menggeleng. “Sebaiknya kau tak perlu tahu. Di antara mereka, entah siapa yang harus dibenarkan.”

Kerutan di antara kedua alis Aleta semakin menukik tajam. Kebungkaman mamanya membuatnya menahan rasa penasaran yang mulai merambati dadanya.

*** 

Setelah Leon meminta dokter Tyas memastikan keadaan Aleta dan janin dalam kandungan sang istri benar baik-baik saja dengan melakukan pemeriksaan USG, Aleta pun diijinkan pulang ke rumah.

Sepanjang perjalanan, tak ada di antara keduanya yang saling bicara. Wajah Leon yang datar dan dingin masih dihiasi ketegangan, yang Aleta tak ingin usik. Jadi ia hanya perlu mempertahankan keheningan tersebut sampai mobil berhenti di halaman gedung apartemen.

Leon turun lebih dulu, membukakan pintu untuk Aleta. Keduanya berjalan memasuki lobi ketika seseorang yang duduk di kursi runggu menghentikan langkah Leon.

Lionel Ezardy bangkit berdiri, menatap Aleta dan Leon bergantian. Lebih lama pada Leon dan berjalan menghampiri sang putra yang sudah melangkah ke samping untuk menghindar. “Papa ingin bicara sebentar.”

“Papa mohon.” Suara permohonan Lionel berhasil mencegah langkah Leon. Keduanya saling pandang sejenak sebelum kemudian akhirnya Leon mengangguk tipis.

“Tunggu di sini.” Leon mendudukkan Aleta di kursi terdekat sebelum berjalan menjauh. Mendekati sudut ruangan yang jauh dari lalu lalang penghuni lain.

Aleta tak melepaskan pandangan dari kedua pria tersebut. Lionel tampak bicara lebih dulu, sementara Leon mendengarkan dengan gestur tubuh yang semakin diselimuti ketegangan. Dan saat pria itu bicara, Lionel tampak terkejut. Ekspresi pria paruh baya tersebut seperti disambar petir. 

Leon tak peduli, entah apa yang dikatakan pria itu, Lionel semakin pucat pasi. Hanya berdiri mematung dengan kedua pundak yang terlunglai setalah Leon meninggalkannya.

Leon menyambar lengan Aleta, membawa sang istri masuk ke dalam lift.

Napas Aleta tertahan, ketegangan di tubuh Leon berhasil membuatnya beringsut ketakutan. Terutama dengan cengkeraman tangan pria itu di pergelangan tangannya yang semakin menguat. 

“S-sakit,” rintih Aleta. Berusaha memelintir lengannya untuk melepaskan diri.

Leon tersadar, pandangannya turun ke pergelangan tangan Aleta dan segera melepaskannya. Terkejut oleh dirinya sendiri.

Pintu lift berdenting, memecah keheningan yang membentang di antara keduanya. Aleta keluar lebih dulu, langsung menuju salah satu dari dua pintu yang ada di lantai tersebut. Tetapi ia harus menunggu Leon yang membuka pintu menggunakan kartu akses pria itu karena kartu aksesnya ada di dalam tas, yang juga dibawa Leon.

Aleta masuk ke dalam kamar, langkahnya baru setengah menyeberangi ruangan ketika Leon kembali menangkap pergelangan tangan wanita itu. Membalik tubuhnya dan menyambar bibir dalam lumatan yang panjang.

Bukan Sang PewarisWhere stories live. Discover now