36. Surat Kesepakatan Perceraian

1K 164 5
                                    

Part 36 Surat Kesepakatan Perceraian

Aleta menelan ludahnya. Keheningan di antara mereka terasa sangat menyesakkan dengan ancaman Leon yang terasa menggantung di atas kepalanya. Wajahnya pucat pasi, berbanding terbalik dengan senyum yang melengkung lebar di bibir Leon.

“Habiskan makananmu, setelah ini kita berlanjut, membicarakan tentang masa depan pernikahan kita. Juga … anak dalam kandunganmu.”

Mata Aleta mengerjap terkejut. Wajahnya yang sudah sepucat mayat tak bisa lebih pucat lagi. “A-anak? Apa maksudmu, Leon?” Suara Aleta seperti tercekik. Ia memahami keadaan pernikahan mereka yang sangat jauh dari kata baik-baik saja. Dan mungkin memang perlu dibicarakan tentang kesepakatan-kesepakatan yang akan menguntungkan Leon lebih banyak lagi. Namun, anak? Apa yang perlu mereka bicarakan? Apakah … apakah Leon akan menceraikannya?

“Tidak. Aku tak akan menceraikanmu.” Leon seolah menangkap apa yang tengah muncul di benak Aleta.

“L-lalu kenapa kita harus membicarakan anak?”

“Kita memang perlu membicarakannya. Untuk mengantisipasi kelicikanmu selanjutnya. Jadi, jika kita bercerai, keputusan sudah dibuat.” Leon mengangkat tangannya. Tak menunggu lama, seorang pria paruh baya berhenti di samping meja mereka, meletakkan sebuah berkas di depan Aleta. Aleta mengenali pria tersbeut sebagai pengacara keluarga Thobias.

“A-apa ini?” tanya Aleta semakin bingung.

“Surat kesepakatan perceraian.” Jawaban Leon sangat ringan. Memberikan isyarat pada sang pengacara yang kemudian membukakan berkas tersebut di depan Aleta.

“P-perceraian?”

Leon tersenyum. “Bukankah itu yang kau inginkan? Untuk memulai hidup barumu dengan Bastian.”

Aleta menelan ludahnya. Bercerai dari Leon adalah satu-satunya hal yang paling diinginkannya saat ini. Dan yang pasti akan sepadan dengan apa yang diinginkan Leon darinya, juga Bastian. Leon tak mungkin memberikan semua ini dengan sia-sia.

“Dan hanya kau yang kuijinkan pergi dari hidupku.”

Tambahan Leon seperti sambaran petir yang membelah kesadaran Aleta. Hanya dirinya? Itu artinya …

“Ya, anak itu akan menjadi milikku. Sepenuhnya.”

Aleta menggeleng. “Tidak mungkin, Leon.”

“Kenapa tidak mungkin? Aku ayah kandungnya. Anak itu milikku. Bukan milikmu dan Bastian.”

Aleta tak mampu menahan desakan rasa panas yang mulai meleleh di kedua matanya. “Aku ibunya.”

“Dan kau merasa lebih berhak untuk memberinya pria lain sebagai ayahnya?” dengus Leon mengejek.

Mulut Aleta merapat, air mata mulai mengaliri pipinya. Leon tak membutuhkan anak mereka. Pria itu hanya ingin ia memilih antara Bastian dan anak dalam kandungannya. Dan keduanya jelas bukan sebuah pilihan bagi Aleta.

Bastian bahkan menerima anak ini karena tak ingin ia menyesali keputusan yang lebih memilih pria itu ketimbang janin di perutnya. Kebahagiaan yang mereka miliki, tak akan sepadan dengan mengorbankan nyawa di dalam perutnya. Dan sekarang Leon malah memintanya untuk memberikan anak itu pada pria itu?

Aleta menggeleng, menutup berkas di depannya. “Aku tidak mau.”

“Tidak mau?” Salah satu alis Leon terangkat. “Tidak mau bercerai atau tidak mau kehilangan anakmu?”

Bibir Aleta menjadi kelu. Matanya terpejam, merasakan aliran anak sungai di pipinya yang semakin deras untuk memutuskan pilihannya. Keduanya adalah pilihan yang berat. “A-aku … tidak akan bercerai.”

Bukan Sang PewarisWhere stories live. Discover now