47. Adik Kakak

551 121 8
                                    

Part 47 Adik Kakak

“Maaf, sebelumnya aku tak mengatakan kalau akan membawa cucu dan cucu menantuku di jamuan makan malam ini.” Phyllian lekas menjelaskan menangkap keterkejutan di wajah Leon. “Lagipula, kalian bersaudara. Jadi tidak harus bersikap seperti orang asing, kan?”

Leon dan Bastian saling pandang, tanpa ekspresi. Saat keduanya beralih pada Phyllian Mamora, mereka memberikan seulas senyum untuk pria tua tersebut.

Berlian melepaskan gayutan lengannya di Bastian dan menghampiri sang kakek. Memberikan pelukan dan ciuman di pipi. “Terima kasih sudah mengundang kami di acara makan malam ini, Kakek.”

“Kalian baru saja pulang dari bulan madu, kan? Apakah kalian menikmati bulan muda kalian?”

Berlian mengangguk, kembali menarik Bastian dan bergelayut di lengan sang suami dengan mesra. “Kenapa kakek perlu mempertanyakannya.”

“Ya, kakek ingin segera menimang cicit. Rasanya sudah tak ada yang kakek inginkan lagi selain menunggu kabar bahagia dari kalian berdua.”

Aleta menurunkan pandangannya, menghindari tatapan Bastian yang tak lepas darinya setiap kali selesai menanggapi kalimat Phyllian. Setelah perbincangan ringan tersebut, Phyllian meminta keempatnya untuk duduk di kursi masing-masing.

Leon dan Bastian menarik kursi untuk pasang masing-masing, dan karena Berlian dan Leon duduk di samping kanan dan kiri Phyllian di meja bundar tersebut, membuat Aleta duduk di samping samping Bastian.

Tak banyak perbincangan dalam makan malam tersebut selain ocehan Berlian tentang perjalanan bulan madu wanita itu dengan Bastian. 

“Ah, aku lupa.” Phyllian beralih pada Leon. “Selamat juga untuk kalian. Bukankah kalian baru saja memiliki seorang bayi. Laki-laki?”

Leon mengangguk. Melengkungkan senyum lebih lebarnya. “Ya, terima kasih untuk ucapan selamatnya, tuan Phyllian. Juga, kami sudah menerima hadiah yang Anda kirimkan.”

“Sangat sempurna.”

“Bukankah sebentar lagi kakek juga akan mendapatkannya,” celetuk Berlian yang membuat Phyllian terkekeh.

“Dan maaf, Leon. Aku dan Bastian juga terlambat mengucapkan selamat untukmu dan Aleta. Kau tahu acara kami begitu padat setelah malam resepsi pernikahan. Kami juga baru saja pulang dari bulan madu. Sepertinya hadiah kami juga akan segera menyusul.”

Leon hanya menampilkan senyum dan anggukan seapik mungkin. Kemudian melirik ke arah Bastian, yang masih sibuk melemparkan pandangan pada Aleta.

“Jadi, siapa nama jagoan tampan kalian?”

“Lucien Nolan Thobias,” jawab Leon. Yang membuat Bastian beralih menatapnya. Dengan kerut keheranan di antara alisnya. Terutama pada nama belakang yang mengikuti di sana. “Kau bisa memanggilnya Lucien, Nolan, atau … Thobias junior. Mana pun yang kau suka,” tambahnya lagi.

“Hmm, nama yang sempurna,” puji Berlian. “Aku suka Nolan. Baby Nolan.”

Leon mengangguk. Merasakan tubuh menegang Aleta yang duduk di sampingnya. “Oke.”

“Aku tak sabar bertemu dengan keponakan baru kami. Apakah dia mirip denganmu? Atau Aleta? Atau perpaduan kalian berdua?”

Leon merogoh ponsel di dalam saku jasnya. Menunjukkan gambar baby Lucien pada Berlian, yang memekik pelan. 

“Sepertinya tak perlu diragukan lagi kalau dia anak kandungmu, ya?” Suara Berlian diselimuti canda, tetapi ujung matanya yang melirik ke arah Aleta menunjukkan sindiran yang tersembunyi. “Benar-benar Leon junior.”

Bukan Sang PewarisWhere stories live. Discover now