11. Kekuarga Ezardy

833 153 0
                                    

Part 11 Keluarga Ezardy

Leon sudah mengemas semua barang-barangnya dan Aleta ke dalam koper mereka di atas tempat tidur. Menunggu petugas hotel yang akan segera datang untuk membantu mereka. Dan baru saja Leon meraih ponselnya di meja, juga tas Aleta. Bel kamar berdenting, pria itu lekas membukakan pintu. Tapi bukan orang hotel yang berdiri di depan pintu kamar mereka. Melainkan sang mama, yang meski wajahnya tampak begitu tenang, tak berhasil menutupi kecemasan yang tersirat di kedua mata wanita paruh baya tersebut.

Kedua alis Leon menyatu, terheran dengan keberadaan sang mama.

“M-mama … ada yang harus mama bicarakan dengan kau. Maksud mama kalian berdua.”

“Kita bisa membicarakannya saat aku ke rumah, Ma. Elias sudah menunggu di bawah.”

“Itu yang sedang ingin mama bicarakan.” Yoanna melangkah masuk, menyelipkan tubuhnya yang mungil di samping tubuh tinggi dan besar sang putra, yang memang menurun dari Jacob Thobias. Tak hanya itu, manik mata dan bentuk wajah yang dimiliki Leon memang menurun dari pria itu. Sehingga banyak orang yang salah paham dan berpikir Leonlah anak sulung Jacob Thobias ketimbang Bastian. Fakta yang hanya bisa tersimpan rapat di balik nama paman dan keponakan.

Ditambah dengan semua pencapaian Leon, yang sampai di posisi atas dengan kerja keras pria itu sendiri ketimbang Bastian yang lebih menggunakan posisi Jacob untuk sampai di kursi direksi, tentu saja Leon lebih banyak mendapatkan perhatian semua orang. Tak heran jika Maida begitu cemas akan posisi Bastian yang akan digusur oleh Leon, pun Leon hanya sebagai keponakan. Bukan bagian inti keluarga Thobias.

Langkah Yoanna sempat terhenti melihat tas kerja Leon yang tampak dipenuhi beberapa berkas. Bahkan masih ada dua berkas yang sudah ditata rapi di samping mac. Siap diangkut sebelum putra dan menantunya pulang dari bulan madu ini. Bahkan dalam masa liburnya, Leon masih menyempatkan waktu untuk bekerja. Tanpa tahu bahwa itu adalah cara licik Maida untuk menyingkirkan sang putra.

Aleta melemparkan seulas senyum untuk Yoanna, yang dibalas senyum tipis dan singkat sebelum duduk di sofa.

“Duduklah sebentar.”

Leon tahu tak bisa membantah keseriusan di wajah sang mama, dan tampaknya memang ada hal serius yang ingin dibicarakan. Ia pun duduk di seberang meja, tepat di samping Aleta yang duduk di kursi roda.

“Mulai hari ini, mama ingin kalian tinggal di rumah.”

“Sepertinya aku sudah menjelaskan sejak awal kalau kami tak akan …”

“Jarak rumah dan rumah sakit lebih dekat dibandingkan dari apartemenmu, Leon. Kau tahu mulai besok Aleta harus rutin melakukan terapi seminggu tiga kali. Dan lagi, harus ada seseorang yang mengawasinya. Kau tak mungkin meninggalkannya sendirian di apartemen saat kau pergi ke kantor. Terutama dengan pekerjaanmu yang semakin menumpuk.”

Leon terdiam, tampak mempertimbangkan penjelasan sang mama yang memang cukup logis. Rumah mamanya bahkan juga lebih dekat dengan gedung perkantoran. Tapi ia tahu mamanya memberikan dalih tersebut bukan karena lebih peduli dengan Aleta.

“Saya tak ingin merepotkan siapa pun, Tante. Saya bisa pergi ke rumah sakit sendiri …”

“Dan membuat Monica semakin membenciku?” dengus Yoanna. Yang seketika menyadari sikap dinginnya dan segera memperbaikinya dengan suara yang lebih lembut. “Maksudku, kau sudah menikah dengan Leon. Mau tak mau, semua kebutuhan dan urusanmu akan menjadi tanggung jawabnya. Monica dan Nirel sudah mempercayakanmu pada keluarga kami.”

“Aku akan menyewa perawat untuk mengurusnya.”

“Monica dan Nirel tidak memberi Aleta perawat bukan karena mereka tidak mampu, Leon. Karena mereka tak mempercayai putri kesayangan mereka berada di tangan orang asing.”

Bukan Sang PewarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang