19. Kelicikan Berlian

751 155 6
                                    

Part 19 Kelicikan Berlian

"Kau menikahinya karena hal ini?" Ketajaman manik Bastian menusuk seringai kepuasan Leon. "Tak hanya menjadikannya pion, kau memanfaatkannya?"

Leon terkekeh. "Pada awalnya tidak, tapi … tidakkah kau merasa kekalahanmu kali ini telah telak?"

"Berengsek kau, Leon!" Bastian bergerak maju dengan tangan terangkat. Yang ditangkap oleh Leon.

"Hentikan, Bastian," pekik Aleta. Tubuhnya nyaris melompat, menahan kedua pria yang saling bersitegang tersebut.

Leon dan Bastian yang terkejut dengan respon Aleta, sehingga gadis itu hampir jatuh dari atas meja membuat keduanya melompat ke samping. Menangkap lengan Aleta masing-masing.

Aleta membeku. Tubuhnya yang sudah kehilangan keseimbangan di atas meja wastafel, tertahan oleh pegangan kedua pria tersebut.

"Apa yang kau lakukan?" desis Leon dengan geram akan pandangan Bastian yang terpaku pada setengah tubuh telanjang Aleta yang tak tertutupi oleh handuk. Menyentakkan tangan Bastian dari lengan sang istri dan menaikkan handuk Aleta hingga menutupi pundak.

"Bukan dia yang mengorbankan kakinya untuk menyelamatkanmu. Tapi kau yang meletakkannya dalam bahaya."

"Kau tak tahu apa-apa tentang hubungan kami, Leon." Bastian melotot tajam pada sang sepupu. Kedua tangannya terkepal kuat di sisi tubuh. Untuk tiga detik saling mengunci tatapan dengan ketegangan penuh. Lalu berbalik dan berjalan meninggalkan pasangan pengantin baru tersebut dengan gemuruh kecemburuan yang membakarnya.

Wajah Aleta sepenuhnya berubah merah padam oleh rasa malu. Sekaligus menatap kepergian Bastian dengan penyesalan dan rasa bersalah yang teramat di kedua manik jernihnya. Perasaannya benar-benar campur aduk.

Leon menangkap ujung dagu Aleta, membawa wajah gadis itu kembali menatapnya. "Kupikir semuanya sudah terang, jadi kita selesaikan apa yang tertunda."

Mata Aleta melebar, tubuhnya bergerak mundur. Mencoba mencegah kepala Leon yang bergerak turun ke wajahnya. "A-aku tidak mau."

Leon mendengus tipis, seolah kalimat itu akan membuatnya berhenti saja. Satu tangannya menyentakkan handuk Aleta. Satu-satunya kain yang menutupi ketelanjangan gadis itu.

Dengan sia, Aleta menyilangkan kedua lengan di depan dada. Yang dengan mudah disingkirkan oleh Leon. 

Gadis itu tak sempat mencerna keterkejutannya, Leon sudah menyambar lumatan di bibir Aleta. Merapatkan tubuh Aleta ke tubuhnya untuk menciptakan kehangatan. Yang kemudian berubah menjadi panas yang membakar keduanya penuh gairah.

*** 

Kontr*sepsi?

Aleta tak benar-benar tahu apa itu kontrasepsi. Dan sekilas dari kata-kata sang mama dan penjelasan dokter yang sangat gamblang, ia memang membutuhkannya. Ia tak pernah berdaya ketika Leon menginginkan tubuhnya. Penolakannya dengan mudah pria itu tepis.

Setelah pulang dari rumah sakit, sang mama mengajaknya singgah di restoran untuk makan siang dan butik untuk membelikannya beberapa pakaian. Seperti biasa yang dilakukan Monica untuk bersenang-senang dengan sang putri.

Terlalu banyak belanjaan, yang terkadang sering membuat Jendra iri akan sikap Monica yang sering memanjakan saudara seayahnya tersebut.

"Aleta?" Suara feminim yang tiba-tiba muncul di samping kanan gadis berkursi roda tersebut mengambil sepasang sepatu yang sudah dipegang Aleta. "Sepertinya ini tidak cocok untukmu."

Aleta menatap heels berwarna pink lembut dengan hiasan permata tersebut di tangan Berlian. Sepatu dengan heels 5 senti tersebut memang tidak terlalu cocok dengan kakinya yang bahkan tidak bisa berdiri dengan benar.

Bukan Sang PewarisNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ