23.-OCEANS

40 3 2
                                    

Aruna duduk di lantai, isak tangisnya mulai jadi pengisi keheningan apartemen Andra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aruna duduk di lantai, isak tangisnya mulai jadi pengisi keheningan apartemen Andra. Tamparan serta makian yang sedari tadi ia berikan pada pria itu seolah tidak ada artinya. Sakitnya tidak mereda, justru kian meradang.

Aruna menangis, bahkan sudah berubah menjadi meraung di hadapan Andra. Buat pria itu terlihat makin linglung.

"Sayang, aku mohon dengerin penjelasanku dulu. Tolong, aku minta tolong Runa," pinta Andra, entah sudah yang kesekian kalinya. Aruna terlalu sibuk menangis jadi tidak mendengarkan permohonan dari oria yang sudah ikut mendudukkan diri di hadapanya itu.

"Apa salahku sama kamu, Ndra? Apa?! Apa aku seburuk itu kah sampai-sampai kamu nyari yang lain? Tega kamu!" Aruna kembali bersuara, paksakan suaranya yang sudah parau dan bergetar karena menangis.

Andra menangis. Yah, ia pun hancur melihat kekasihnya seperti ini. Ia benar-benar hancur jika melihat Aruna menangis sampai sebegininya. Apa ia pantas ditangisi oleh gadis yang hatinya sudah ia buat sakit itu?

Andra raih jemari Aruna, ada perlawanan kecil meski akhirnya wanita itu pasrah saja karena kehabisan tenaga.

Keduanya masih menangis, ketika Andra bubuhkan ciuman bertubi-tubi pada punggung tangan Aruna.

Salah satu tangan Andra ambil kotak bludru dari saku celananya. Dengan tergesa buka benda itu kemudian ambil cincin yang sudah ia siapkan sejak lama. Tanpa suara, ia sematkan cincin tadi pada jari manis Aruna.

"Harusnya malam ini aku ngelamar kamu, Run. Harusnya kamu nangis karna bahagia. Aku mau jelaskan ini dari lama ke kamu, tapi entah kenapa kita seolah ga pernah punya waktu. Aku tunggu kamu iyain ajakan aku buat ketemu, tapi kamu belakangan ini selalu sibuk. Iya, aku akui kalau terima tawaran busuk dari Adinda itu kesalahan terbesar sekaligus terfatal yang aku lakuin. Aku cuma ga mau dia nyakitin atau bahayakan kamu Aruna. Aku ga mau, jadi aku terima tawaran itu tanpa ada niat atau tertarik sedikitpun sama dia. Mungkin kamu ga akan percaya sama penjelasanku. Tapi, tolong kasih aku kesempatan buat buktiin semuanya. Aku cinta kamu, Aruna. Cinta mati!"

Aruna terkekeh. Berbanding terbalik dengan matanya yang terus keluarkan airmata, serta isak tangis yang tak kunjung mereda.

"Aku capek, Ndra. Aku beneran ga kuat sama semua fakta ini. Aku sayang sama kamu, ga pernah sedikit pun aku berubah atau ada niat berpaling dari kamu. Aku selalu ikut mau kamu, aku ga pernah curiga sama kamu, asal kamu nyaman aja aku lega. Yang aku dapat apa? Kamu main belakang sama sahabatku sendiri, bahkan kamu hamilin dia, Ndra! Dan sialnya aku masih tetap nangisin kebrengsekan kamu karna aku masih dengan tololnya cinta sama kamu."

"Runa please, dengerin aku sayang! Aku beneran mau jelasin ini ke kamu. Tolong dengerin aku!"

"Udah yah Ndra. Kita sampe sini aja yah? Aku ga kuat,"

"Runa no! Please dengerin aku dulu. Ini semua ga seperti yang kamu bayangin, anak itu bukan anak aku Runa!"

"Ndra, jangan jadi pengecut! Sebagai hadiah anniv kita, aku minta kamu buat tanggungjawab yaa, aku mau lihat kamu nikahin Adin, anak kalian ga ada salah. Tolong Ndra, aku ga kuat!"

Hancur sudah rencana kejutan makan malam yang Aruna siapkan, dan gagal sudah lamaran Andra. Meski cincin itu tidak dilepaskan oleh Aruna, tetap saja keputusannya sudah bulat untuk mengakhiri semuanya.

"Makasih enam tahunnya yah, Ndra. Aku tunggu undangannya," itu kalimat terakhir Aruna, sebelum pergi dari tempat itu, sisahkan Andra yang masih berlutut dengan tangisnya.

Aruna, kadang terlalu baik itu tidak selamanya beri buah kebaikan. Hati orang tidak ada yang tahu, semoga segera sembuh yaa.

 Hati orang tidak ada yang tahu, semoga segera sembuh yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
OCEANS & ENGINES (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang