Prolog

1.3K 50 2
                                    

Seseorang berbisik pelan di sudut telinga yang memerah sempurna milik pria asing di depan sana. Darah masih menetes segar, dan kaki lawan bicaranya tampak bergetar ketakutan. Bukan main.

"Ia adalah seorang pendosa, yang pernah membunuh wanita yang ia cinta sampai mati. Kalau Anda bertanya apa yang tersisa pada hati kecilnya yang rapuh itu, mungkin Anda akan menemukan penyesalan dan rasa bersalah tiada terkira yang menumpuk tinggi bagaikan sebuah gunung di utara Atrasena sana.

"Orang itu sedang menunggu cinta pertamanya terlahir kembali, dan menginginkan sebuah kematian yang terbalas tuntas. Orang itu masih terus menunggu, bahkan, setelah melewati waktu seribu tahun lamanya."

***

Empat tahun yang lalu.

Jimmy Jitaraphol mengempaskan tubuh di atas sofa. Kain lembut berwarna cokelat muda yang ia duduki barusan terasa sangat nyaman.

"Bokong mungilku yang berharga ini akhirnya bisa beristirahat juga."

Namtan, seorang perempuan berusia sekitar 24 tahun yang juga asisten pribadi dari pria berkulit putih tersebut hanya menyambut dengan raut wajah malas.

"Kamu cuma pergi selama dua jam, itu bukan perjalanan yang terlalu melelahkan. Berhenti bertingkah seperti pria tua, Pak Jitaraphol."

Jimmy sedikit merengut. Wajahnya terlihat seperti seekor tupai yang sedang memakan makanan miliknya di atas pepohonan. Sepasang pipi bulat di wajahnya itu mengembung lucu.

"Memang sudah tua, umurku ini hampir mencapai 750 tahun, wahai anak muda."

Namtan ber-cih. Ia menatap galak. "Dasar kamu, hantu tua yang menyebalkan."

Jimmy jelas tidak terima dengan perkataan barusan. "Hei, justru satu-satunya manusia yang menyebalkan di sini kamu, Nona Namtan. Siapa perempuan gila yang memaksa bosnya bekerja pada pukul empat pagi kalau bukan kamu?"

Perempuan yang dimaksud tadi berjalan menuju pantry, kemudian membuatkan bos tuanya itu secangkir teh hangat. "Kalau kamu tidak bekerja, bagaimana kamu menggajiku nanti? Tidak banyak manusia di luar sana yang sudi membuatkanmu secangkir teh sepertiku ini, ya."

Jimmy terdiam, lalu membatin dengan gemasnya. 'Mulai 'kan, ngomelnya.'

"Untuk hantu tua sepertimu, orang-orang mungkin cuma memberikan satu atau dua dupa agar kamu segera pergi. Punya anak buah sepertiku ini, kamu harusnya bersyukur tahu. Bla, bla, bla, dan bla...."

Omelan itu berlangsung lebih dari 7 menit. Kalau Jimmy memutar lagu dari penyanyi favoritnya saat ini, mungkin ia sudah menyelesaikan dua buah.

"Ya maaf, deh."

"Tidak ikhlas begitu."

"Maafkan bosmu yang jahat ini, ya, Nona Namtan yang baik hati."

Perempuan cantik itu duduk berseberangan dari pandangan. Setelah menerima secangkir teh hangat tersebut, Jimmy meminumnya sampai habis setengah.

Namtan menyerahkan sebuah dokumen yang baru saja selesai ia periksa. Sebelum Jimmy kembali tadi, ia sedang mengerjakan tugas khusus yang diperintahkan oleh Jimmy agar diurus secara hati-hati. Dia sudah selesai dengannya, dan yakin sekali bahwa apa yang pria itu khawatirkan sebelumnya telah terjadi sesuai dugaan mereka.

"Kukira, berbuat baik pada orang yang tidak berhak atas kebaikan tersebut, bukanlah hal yang tepat," kata perempuan itu pelan.

Jimmy tampak membenarkan ucapan bawahannya barusan. Raut wajahnya agak berubah. Dia menaruh kembali dokumen yang habis ia baca tadi ke atas meja.

you are the star in my lifeWo Geschichten leben. Entdecke jetzt