Bagian Tiga Puluh Tiga

240 24 0
                                    

Perempuan cantik itu menemukan keberadaan Jimmy di dapur pagi hari begini.

"Kamu sedang apa?" tanya Namtan penasaran.

"Aku?" Jimmy mengoleskan selai kacang ke roti dua lapis yang baru saja ia pegang. "Membuat sarapan untuk kalian."

Namtan menganggukkan kepala antusias. Dia menuangkan air hangat dan meminumnya sampai habis, kemudian melanjutkan, "Semalam Sea menginap di sini, 'kan?"

Yang ditanya, menjawab lagi, "Iya, benar. Sepertinya sangat kelelahan, dia masih tertidur sebelum aku keluar dari kamar tadi. Sebagai pacar yang baik, aku mengambil alih tugasnya memasak."

"Bagaimana tidak kelelahan, kamu menyimpannya demi dirimu sendiri. Aku tahu betapa susah menjagamu, Pak Jitaraphol."

Jimmy tidak terima. "Aku ini pria berbudi luhur, tahu."

Perempuan itu malas berdebat. "Apa katamu saja, deh."

"Kamu mau coba?"

Namtan menerima sebuah roti yang sudah diolesi, lalu memasukkan ke dalam mulut.

"Lumayan enak."

Pria di depannya menggelengkan kepala memaklumi. Susah buat perempuan itu mengakui kemampuannya membuat makanan enak.

Neo yang suka bangun kesiangan saat sedang libur menyapa, "Pagi, Paman Jimmy. Pagi, Kak Namtan."

Keduanya meminta pemuda tampan itu agar mendekat. "Pamanmu membuat roti kacang. Kamu mau coba tidak?"

Neo mengambil sebuah, kemudian memakannya persis dengan yang dilakukan Namtan barusan. "Kak Sea belum bangun?"

"Dia masih tertidur lelap, Dek."

"Padahal rotinya sangat enak, sayang kalau tidak dimakan bersama-sama."

Jimmy mengambil satu piring kecil, dan menaruh bagian milik Sea. "Sudah Paman sisakan untuknya, kok."

Ada yang lebih penting sekarang. Sang hantu melanjutkan ucapannya, "Ada yang ingin Paman bicarakan denganmu."

"Denganku?" Neo menunjuk badan. "Soal apa?"

"Kemarilah, kita harus membicarakan sesuatu yang membuatmu berpikir keras pagi ini," balas Jimmy.

Namtan sadar ke mana arah obrolan mereka. Dia tidak menyangka bahwa sang atasan akan berani berterus terang lebih cepat dari apa yang ia bayangkan. Tapi, jika Jimmy sudah bertekad dan yakin dengan pilihan yang dia ambil, perempuan itu akan menerima keputusannya.

Jimmy mengajak dua orang itu duduk di sofa ruang tamu. Ia dan Neo duduk berhadap-hadapan, sementara si asisten kepercayaan duduk di kursi bagian samping.

"Apa yang ingin Paman katakan kepadaku?" tanya anak itu pelan.

Neo menunggu penjelasan pria yang lebih tua. Sepertinya sangat serius, sampai dia tidak berani meminta lebih. Neo tidak mau dianggap kurang ajar.

Jimmy menghela napas. "Paman selalu penasaran. Ini menyangkut persoalan kita berdua sebagai orang yang sudah terikat satu sama lain."

"Lalu?"

"Neo pernah merasa ada yang aneh denganku?"

"Aneh bagaimana? Bicaralah lebih jelas, jangan membuatmu kebingungan."

Namtan membantu atasannya merangkai kata-kata. "Mungkin seperti penampilan fisik pamanmu atau hal-hal yang berbeda dengannya dari kita berdua, Neo."

Kulit Jimmy berwarna putih pucat. Perempuan itu heran sekali, mengapa Neo tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut? Tingkah lakunya juga tidak seperti manusia normal. Seharusnya Neo merasa ada yang tidak beres.

you are the star in my lifeWhere stories live. Discover now