Bagian Satu

599 37 0
                                    

Pertengahan Februari tahun 2024. Saat musim hujan sedang deras-derasnya menghantam kota.

Sea merapikan piring bekas sarapan, lalu berjalan menuju wastafel. Pemuda berusia 25 tahun itu membersihkan peralatan makannya terlebih dahulu.

"Terima kasih untuk makanan yang enak pagi ini."

Mark, sang kakak, menanggapi dengan sebuah anggukkan yang tidak akan bisa pemuda itu lihat jelas.

"Kakak kemarin pesan jas hujan buatmu, supaya kalau pulang tidak perlu basah kuyup seperti kemarin lusa," ucapnya.

Sea mengeringkan kedua tangan, ia baru saja menyelesaikan kegiatan mencuci piring miliknya. Anak itu berjalan kembali menuju meja makan. Mark membuatkan bekal makan siang untuk adik kecilnya yang manis itu.

Sea memasukkan bekal ke dalam tas, lalu mulai berjalan menuju pintu depan rumah. Rumah yang keduanya tempati adalah milik mendiang orang tua mereka. Setelah keduanya meninggalkan dunia ini, hanya Sea dan Mark yang tersisa. Rumah ini tidaklah besar, tetapi cukup nyaman sebagai sebuah tempat tinggal.

"Padahal tidak perlu sebetulnya, tapi tetap saja, terima kasih atas perhatiannya. Aku berangkat sekarang."

Sea berpamitan. Sebelum benar-benar pergi, ia mengatakan sesuatu, "Oh, iya. Pulangnya mungkin agak malam, aku akan berkencan dulu dengan pacarku. Kakak tidur saja duluan."

Mark tersenyum memaklumi. "Bilang padanya, 'kakakku yang cerewet itu memintamu berhenti menyakiti perasaanku', begitu."

Sea melemparkan sandal. "Berhenti mengejekku."

Mark tertawa kecil, lalu melambaikan tangan. "Hati-hati di jalan."

Sea menganggukkan kepala. "Selamat tinggal," ucapnya.

***

Bekerja di sebuah restoran makanan cepat saji adalah hal yang tidak pernah Sea bayangkan sebelumnya. Ia tidak akan menceritakan betapa sedih kehidupan yang telah dilaluinya, pemuda itu hanya berpikir, sekarang dia sudah cukup bahagia.

Mengerjakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh seperti menggoreng kentang atau membuang sampah, lalu di akhir bulan menerima uang hasil kerja kerasnya. Itu sudah lebih dari cukup.

Hari ini, dia hanya ingin berbahagia. Meskipun suhu udara sekitar terasa sangat dingin, pemuda dengan senyum yang manis itu justru merasakan perasaan hangat yang cukup aneh. Jantungnya berdebar kencang sekarang, apalagi jam kerja sudah selesai.

Dia memeriksa penampilannya di depan cermin. Sea mengeluarkan sebuah syal yang ia bawa dari rumah. Kemudian menyemprotkan minyak wangi beraroma lembut ke arah badan.

"Harumnya," katanya.

Pemuda yang memiliki nama dengan makna laut itu berjalan meninggalkan restoran menuju tempat yang ia dan kekasihnya setujui sebelumnya.

Namun, pria yang Sea tunggu-tunggu itu belum datang juga. Padahal sudah lebih dari batas waktu yang mereka tentukan.

Benar, Sea berkencan dengan seorang pria. Ini adalah kisah cinta pasangan sesama jenis yang agak aneh menurut pandangan orang-orang.

Sea awalnya juga setuju. Sedari kecil, ia telah menyadari ada yang aneh dengannya. Sea tidak bisa merasakan tertarik kepada lawan jenis. Secantik apa pun orang itu, Sea tidak bisa menyukainya.

Dia lebih tertarik pada anak laki-laki. Ini sangat menyedihkan.

Akan tetapi, semakin bertambah usia, pemuda itu mulai menerima jati diri. Sea tidak ingin memusingkan pendapat orang-orang, ia akan mencintai dirinya sendiri lebih dari orang lain memandang seburuk apa dia.

"Ke mana sih kamu? Apa ada halangan sampai tidak bisa menemuiku?"

Sea berbicara pelan. Hujan mulai turun lagi setelah berhenti agak lama sejak sore tadi.

"Sial."

Ia tidak membawa payung. Berjalan hujan-hujanan semakin tambah menyedihkan. Sea tampak seperti seorang pria yang sedang patah hati karena tidak bisa bertemu dengan kekasihnya.

"Kalau seperti ini, Kak Mark akan mengejekku lagi."

***

Mark membuatkan semangkuk sup hangat. Pagi ini adiknya agak demam setelah pulang kehujanan kemarin malam.

Sea sudah meminta izin agar tidak bekerja. Sekarang, pemuda yang lebih muda dua tahun dari Mark itu memandang sup dalam mangkuk dengan raut wajah minta dikasihani.

"Tidak pakai kecap?" tanyanya pelan.

Mark ingin memukul kepada adiknya saking gemasnya. "Makan saja, jangan banyak protes."

"Tidak mau, lidahku mati rasa. Pasti tetap tidak enak waktu kumasukkan ke mulut nanti."

Mark menatap datar. "Terus mau makan apa? Jangan menyiksa kakakmu ini karena kamu sedang patah hati."

Meski begitu, dia berjalan menuju kulkas. Mengambil telur gulung sisa makan kemarin malam yang tidak disentuh sama sekali. Pria yang lebih tua menghangatkan makanannya di dalam microwave sebentar, kemudian memberikannya kepada Sea yang memanyunkan bibir.

"Makan, tuh."

Sea diam menurut dan mulai menghabiskan telur gulung yang dihangatkan tadi.

"Padahal sudah Kakak bilang, anak itu bukan orang yang baik buatmu. Kamu secinta apa sampai rela disakiti olehnya terus-terusan?" tanya Mark.

Sea meletakkan sendok di atas meja. Dia paling malas saat berdebat tentang percintaan dengan sang kakak.

"Kak Mark mana mengerti isi hatiku."

Mark memandang heran. Dia menenggak air putih sejenak, sebelum melanjutkan pembicaraan mereka.

"Karena tidak mengerti, coba kamu jelaskan pada kakak. Kamu secinta itu sama dia?" tanyanya sekali lagi.

Sea menganggukkan kepala seperti orang bodoh. Melihat hal itu, Mark hanya bisa menghela napas lelah.

"Dek, ini bukan pertama kali, lho."

"Aku tahu itu," ucap Sea pelan. "Orang bilang, yang baik akan dipertemukan dengan yang baik. Tapi, kenapa aku justru jatuh cinta pada pria seperti itu coba?"

Sea menusuk telur gulung kedua. Dia tidak nafsu makan sekarang. "Apa aku dulunya bukan orang yang baik sampai dapat karma seperti ini?"

Sial sekali. "Sial sekali aku jatuh cinta pada pria sepertimu, Ohm."

Nama pria yang menjadi kekasih Sea saat ini. Ia lebih muda dua tahun darinya. Ohm itu pria yang dingin dan sulit didekati. Mereka bahkan hampir tidak cocok dalam segala hal.

Entah atas dasar apa Sea mau menerimanya sebagai kekasih. Malahan, sekarang dialah yang sangat jatuh cinta. Ia menjadi buta pada pria yang sulit dihubungi itu. Ia menjadi buta pada pria tidak romantis itu.

"Kalau begitu putuskan saja dia," balas Mark. Hanya respon seperti itu yang bisa ia berikan.

"Tidak mau, dia pasti bisa berubah, kok. Aku yakin sekali."

Ini bukan hal baru. Mark sudah terbiasa. Entah bagaimana caranya menyadarkan adik kecilnya itu bahwa percintaan yang dijalaninya sangatlah tidak sehat. Percintaan yang berakhir menyakiti salah satu di antara mereka seperti itu, jelas tidak baik.

Akan tetapi....

"Tuh, dia mengirimiku pesan. Katanya ingin bertemu malam nanti," kata Sea senang bukan main. Sepasang matanya sampai bersinar terang.

Menurut Mark, adiknya ini terlalu bodoh.

"Kamu masih sakit begitu, tetapi langsung berubah sehat seperti tidak terjadi apa-apa, ya."

Sea membenarkan ucapan kakaknya barusan.

"Kurang tahu juga, Kak. Sepertinya Ohm punya magnet yang begitu kuat, sampai aku terlena begini."

Anak itu langsung lupa dengan sakitnya, dan sekarang beranjak menuju kamar. Bersiap-siap untuk pertemuannya dengan kekasihnya malam ini. Mark hanya bisa menggelengkan kepala.

***
Tbc

you are the star in my lifeWhere stories live. Discover now