Bagian Delapan

409 34 0
                                    

Setelah berganti pakaian, Jimmy turun dari kamarnya yang berada di lantai dua. Bagian bawah terlihat sepi. Neo sedang belajar di kamarnya, sementara Namtan pergi entah ke mana. Perempuan itu tidak selalu berada di rumah ini, ada kalanya dia melakukan hal-hal yang bisa dilakukan oleh orang-orang kebanyakan. Jimmy tidak akan mengekang. Ia atasan yang cukup bermurah hati.

Berjalan menuju meja makan, Jimmy menemukan makanan yang sudah dihangatkan oleh Namtan sebelum pergi, sepertinya. Ia mendudukkan bokong, dan mulai menyantap makanan.

Tidak ada rasa.

Mau memasukkan bumbu sebanyak apa pun ke dalamnya, saat memakannya, rasanya akan tetap hambar.

Hantu sepertinya tidak perlu makan, sebab ia tidak akan merasakan lapar. Akan tetapi, di rumah ini bukan hanya Jimmy seorang yang tinggal. Demi Neo yang sangat perhatian, Jimmy selalu bisa melakukan banyak sandiwara. Lagipula, pria itu sudah lama berpura-pura hidup layaknya manusia normal, ia tidak perlu merasa bersalah.

Hanya saja, terkadang Jimmy menemukan dirinya seperti merindukan saat masih hidup dahulu. Karena Namtan bisa melihatnya, maka perempuan itu bisa memberikannya makanan. Akan tetapi, makanan pemberian orang lain tak akan pernah terasa lagi di lidahnya yang sudah mati. Ia pada akhirnya, hanya akan mengharapkan orang-orang 'tuk berhenti memperlakukannya seperti manusia yang masih hidup.

Jimmy meletakkan kembali sendok makan, ia tidak berniat menghabiskan. Mungkin Neo akan mengira dirinya sedang tidak enak badan nanti.

Sambil menatap piring berisi makanan tersebut, Jimmy berkata, "Andai saja aku bisa memakan makanan yang kubeli dengan jerih payah sendiri."

Pria itu bangkit berdiri. Saat ingin pergi, Jimmy teringat sesuatu. Ia langsung tersenyum senang. Kali ini, otaknya berfungsi dengan benar.

"Terima kasih padamu," ucapnya bersungguh-sungguh.

***

Paginya, Jimmy kembali ke restoran tempat Sea bekerja. Ia menarik napas panjang. Rasanya tidak pernah segugup ini, bahkan setelah kematiannya.

"Kamu pasti bisa, Jitaraphol. Semangat."

Dengan langkah perlahan, Jimmy mulai menginjakkan kaki masuk ke dalam restoran. Saat mendorong pintu, tubuhnya mulai terlihat. Orang-orang yang sebelumnya tidak menyadari eksistensi pria berwajah tampan itu, kini mulai melirik ke arahnya. Mereka berbisik memuji visual Jimmy yang sangat rupawan.

Tubuhnya mulai menghangat, kulitnya bahkan merona cantik sekali. Ia tampak seperti manusia seutuhnya.

"Silakan, pesanannya, Pak."

Ia segera tersadar, menemukan pegawai yang bertugas mencatat pesanan sudah menunggu di dekat tempat duduk sedari tadi. Jimmy mulai memilih makanan yang ia mau. Tidak lupa memesan kentang goreng buatan seseorang di dalam sana.

Jimmy merasa sangat lega sekarang, semua ini bisa terjadi berkat pengaruh positif yang Sea berikan kepada tubuhnya. Ia tersenyum lebar yang mana membuat si pegawai yang melihatnya sampai salah tingkah saat melihat senyum pria itu.

Sambil menunggu pesanannya datang, Jimmy sibuk melihat-lihat pemandangan sekitar. Ia bahkan tidak menyadari seseorang berjalan mendekat ke arahnya.

Sea menatap dengan wajah malas. "Pesananmu, Paman."

Jimmy tersontak kaget saat melihat kehadiran bocah itu. Ia menunjuk diri sendiri dengan kebingungan. "Paman?"

Sea mengangguk pelan. "Iya, Paman. Kamu terus-terusan memanggilku dengan sebutan Bocah, maka aku akan memanggilmu dengan sebutan Paman," jawabnya.

Jimmy ingin marah, tetapi ia harus menjaga sikap. Dia meminta Sea duduk. Ajaibnya, pemuda manis itu diam menurut.

Jimmy berbisik, "Hei, aku tidak setua itu, ya. Umurku ini masih sekitar...." 750 tahun.

"Paman itu sudah tua, kamu bahkan memiliki keriput di bagian wajahmu."

"Berhenti memanggilku Paman!"

"Kalau begitu, berhenti juga memanggilku dengan sebutan Bocah. Aku punya nama. Sea."

Sea ingin membuat kesepakatan dengan sosok hantu di depannya itu. Jimmy memutuskan mengalah. "Baiklah, baiklah. Panggil aku Jimmy. Sekarang kita impas," ucapnya pasrah.

"Siap, Paman Jimmy."

"Hei!"

Sea menutup paksa mulut pria tampan itu. Ia menatap galak ke arah Jimmy. "Mau kuberitahu orang-orang di sini kalau kamu bukan manusia?"

Anak itu mengancam. "Kamu ini, terus-menerus berada di dekatku. Kamu menyukaiku, ya?" tanyanya.

"Suka, gundulmu." Jimmy tidak bisa untuk tidak marah melihat sikap nakal Sea.

"Katakan saja dengan jujur. Aku sudah terbiasa, kok. Jangan beralasan kamu hanya sekadar ingin memakan kentang goreng restoran ini, itu tidak akan berhasil. Aku sudah pernah bertemu perayu ulung yang lebih berbahaya darimu, Paman."

Jimmy memegang tangan pemuda manis itu. Sea yang diperlakukan romantis secara tiba-tiba seperti itu langsung diam membatu.

"Aku hanya ingin berada di dekatmu saat ini, Dek Sea."

"Jangan menggodaku." Sea panik sendiri. Ia memaksa Jimmy agar segera melepas genggaman tangannya.

"Aku serius, berada di dekatmu seperti ini membuatku terlihat lebih manusiawi. Aku tidak berbohong," ucap Jimmy jujur. Ia berbicara terus terang sekarang.

Sea tidak tahan dengan perlakuannya yang di luar dugaan. Sea awalnya hanya ingin mengejek, tidak tahu akan diperlakukan begitu oleh Jimmy.

"B-baiklah, lepaskan dulu tanganmu dariku."

Hantu tampan itu melepaskan genggaman tangannya dari jari-jemari milik Sea secara perlahan-lahan. Ada efek seperti sengatan listrik statis pada tubuh pria yang lebih muda. Sudah Sea katakan sebelumnya, ia tidak akan pernah terbiasa dengannya.

"Saat bersamamu, entah mengapa tubuhku mulai terlihat. Orang biasa bahkan bisa menyadari kehadiranku, Sea."

"Saat di dekatku?" tanya Sea heran.

Jimmy menganggukkan kepala. "Benar, aku juga tidak paham. Tapi, inilah yang terjadi. Saat di dekatmu, aku akan dianggap seperti manusia normal, bukannya hantu yang telah tinggal lama di dunia. Aku sangat berterima kasih padamu atas hal tersebut."

Sea memandang penuh kasihan. Ternyata hantu di depannya itu mengalami hal-hal sulit. Ia menatap Jimmy yang memakan makanan miliknya seperti orang baru pertama kali mencoba. Wajahnya seperti ditaklukan oleh rasa makanan yang sangat enak.

"Kamu belum pernah makan makanan seperti ini sebelumnya?"

Jimmy menggelengkan kepala. "Sudah pernah, tetapi pemberian dari orang lain. Makanan untuk hantu tidak ada rasanya, karena makanan tersebut ditujukan pada mereka yang sudah mati. Saat-saat sementara menjadi manusia seperti sekarang, aku ingin mengingat lezatnya makanan dengan caraku sendiri."

Sea mulai menggoda. "Kalau begitu, kamu harus memberiku hadiah mahal, Paman Hantu yang tidak pernah makan enak."

Jimmy terkikih. "Apa aku bisa menemuimu di taman nanti malam?"

Sea berpikir sejenak. "Setelah jam kerjaku selesai, bagaimana?"

"Tidak apa-apa. Aku akan menunggu."

Sea berdiri dan merapikan kursi yang sempat dimilikinya beberapa saat tadi. "Aku akan melanjutkan pekerjaanku dahulu. Tidak baik berlama-lamaan dengan pelanggan begini, apalagi di saat teman kerjaku yang lain sedang sibuk di dapur. Aku pergi, ya. Sampai jumpa nanti malam."

Ia menempelkan sebuah stiker di punggung tangan Jimmy. Ikon tersenyum terpasang jelas di sana.

Setelah melakukan tindakan provokatif seperti itu, dia pergi meninggalkan sang hantu tampan seolah tidak pernah berbuat apa-apa. Aneh sekali, Jimmy justru tersenyum memaklumi.

"Sampai bertemu lagi... Sea."

Jimmy mengatakannya dengan sangat tulus.

***
Tbc

you are the star in my lifeWhere stories live. Discover now