Bagian Lima

524 38 0
                                    

Mark sedikit meringis saat melihat luka di wajah adiknya, sementara Sea sibuk memakan es krim yang ia ambil dari kulkas. Padahal sekarang sedang musim hujan, tetapi pemuda berusia 25 tahun itu seperti tidak takut sakit.

"Wajah adikku yang manis sudah berubah."

Mark berpura-pura menangis. Sea yang melihat kakaknya bermain sandiwara, ingin sekali melemparkannya ke luar rumah, tetapi ia urungkan. Kalau hujan deras, kasihan nanti.

"Adikmu ini sedang patah hati. Seharusnya, sebagai anak yang lebih tua, Kak Mark itu berusaha menghiburku. Gimana, sih? Jadi orang kok tidak peka?" tanya Sea.

Mark berdeham keras, mengusir keluhan adiknya yang terus membayang-bayangi isi kepala sedari tadi. Ia yang punya telinga bahkan sudah tidak tahan.

"Dari dulu sudah kuperingatkan, kamu yang susah dibilangin. Pas sudah kena, baru sadar."

"Waktu itu, aku 'kan sedang bucin-bucinnya. Kakak tahu, itu lho... kata orang, budak cinta."

"Huwek, mau muntah."

Anak yang lebih muda merajuk. "Kak Mark!"

Mark memeriksa microwave, pizza beku yang ia beli sebelum pulang ke rumah tadi sudah layak dimakan. Pemuda itu berikan kepada Sea agar mencicipinya lebih dahulu.

"Sausnya mana? Kok, garpuku tidak ada?"

Mark memelotot memandang adiknya penuh amarah. "Berisik, ambil sendiri sana."

Tubuh Sea memerosot di atas meja makan. Dia pura-pura bersedih agar kakaknya menyesal.

"Jangan membuatku kesal, ya, Sea."

Anak itu akhirnya menyerah. Dengan malas, ia berjalan mengambil garpu sendiri, kemudian berbalik ke arah meja sambil menatap datar Mark.

"Kak Mark sudah tidak sayang padaku lagi," bisiknya pelan.

Mark menaruh potongan pizza di atas piring milik sang adik. "Jangan bicara sembarangan."

"Ya habisnya, dulu Kakak paling suka saat melihatku bermanja-manja. Sekarang sudah tidak mau mengurusiku lagi," lanjut Sea.

Mark menelan habis satu potong pizza miliknya. Ia membuka sekaleng bir, kemudian meminumnya sampai habis. Sea juga ingin minum bir sebetulnya, tetapi dia sudah menghabiskan tiga bungkus es krim tadi.

"Kamu yang sudah besar harus belajar merawat diri sendiri, adikku. Kakak tidak akan selalu ada buatmu, jadi harus membiasakan diri mulai sekarang."

"Bilang saja tidak sayang lagi."

Mark hanya menggelengkan kepala melihat tingkah adiknya tersebut. "Besok Kakak mau mengambil obat, kamu juga ikut. Sekalian memeriksa wajahmu yang terlihat aneh itu."

"Iya," balas Sea.

"Habiskan, lalu pergi tidur. Kakak sudah mengantuk."

Adik kecil menganggukkan kepala paham.

***

Di sinilah Sea sekarang, di dalam kamar. Menatap fotonya dan Ohm yang terlihat sangat bahagia.

"Kalau kulihat-lihat lagi, aku sangat bodoh di foto ini."

Pemuda manis itu ingin menyimpan bingkai foto di tangannya ke suatu tempat yang tidak akan ia lihat lagi, tetapi kemudian mengurungkan niatnya.

"Kamu seharusnya bersyukur, orang jahat. Setelah disakiti begini pun, aku masih tetap tidak tega memperlakukanmu dengan cara yang sama," ucapnya pilu. Sea menghela napas berat.

"Aku sangat menyukaimu sampai sebegini terlukanya, Ohm. Kamu harus mengetahuinya lebih baik dariku."

Dia membaringkan tubuh di atas kasur empuk, dan menatap langit-langit kamar yang tampak menghitam. Sedikit cahaya masuk dari arah luar. Itu juga karena sedang hujan deras sekarang. Kilat yang bersahut-sahutan menyinari kamar sehingga membuat dirinya tidak perlu menghidupkan lampu.

you are the star in my lifeWhere stories live. Discover now