Bagian Dua Puluh Delapan

208 27 0
                                    

"Dia memintaku mengepel lantai setiap hari setelah jam kerja selesai. Karena apa? Karena kalian tidak mau."

Sea menunjuk orang-orang itu satu demi satu. "Kalian tidak berperasaan, cuma memikirkan soal cemburu karena dia lebih dekat denganku."

Bright yang tadinya bersikap tidak peduli mulai mencari alasan di hadapan Sea. "Tenangkan pikiranmu. Kita bisa membicarakannya sekarang."

Yang berusaha ditenangkan, bersuara. "Pak Bright tidak lebih baik daripada mereka yang mengaku sebagai teman-temanku ini."

Sea mengingat perlakuan yang ia terima sejak bekerja di restoran. Dia anak baru sehingga harus lebih banyak mengalah kepada seniornya.

Selain menggoreng ratusan kentang setiap hari, Sea melakukan pekerjaan berat yang hanya dia seorang yang melakukannya. Lebih banyak lelahnya. Ia terkadang merasa sedih dengan diri sendiri.

"Aku menurut bukan karena takut. Kupikir Pak Bright bakal berbeda, tetapi ternyata sama saja. Mudah untukmu melupakan kata-kata menyakitkan yang telah diucapkan. Tapi, tidak denganku, Pak."

Pemuda manis itu menghela napas. "Kamu bahkan tidak merasa menyesal."

Bright menjelaskan, "Aku memang salah di sini, Sea. Tadinya kupikir, kamu mencuri uang pendapatan kita karena mungkin saja sedang membutuhkan uang. Aku dengar kakakmu masuk rumah sakit."

"Kakakku tidak butuh uangmu. Dia bisa mengurus pembiayaannya tanpa bantuan orang lain. Kamu pikir, kami sangat miskin?"

Sea melepas seragam kerja miliknya, dan memeriksa tas siapa tahu masih ada uang yang tertinggal. Ia tidak sudi dianggap mengemis.

"Aku berhenti. Semoga bertemu dengan pegawai yang lebih baik dariku."

Ia keluar dari restoran dan tidak akan pernah kembali lagi. Sea ingin menyudahi tekanan di lingkungan kerjanya yang tidak mendukung.

***

Pada sore hari berikutnya, dia menjemput Mark yang sudah diizinkan pulang. Mereka menaiki taksi yang pemuda manis itu pesan lebih dahulu.

Sesampainya di depan rumah, Sea berusaha mengangkat barang-barang yang ia bawa selama kakaknya dirawat. Sambil memapah Mark dengan hati-hati, mereka masuk ke dalam.

"Satu tas lagi."

Sea keluar untuk mengambil, tetapi kemudian melihat sosok Jimmy berdiri dekat pagar. Dia tersenyum lembut. Perasaan gelisah perlahan menghilang seiring langkah kaki mendekat satu sama lain.

"Aku lega sekali," ucap Sea pelan.

"Hmm?"

Jimmy membuka tangan lebar-lebar. "Kamu pasti sangat kesulitan. Terima kasih untuk kerja kerasmu hari ini."

Anak yang lebih muda segera memeluk tubuh hangat yang ia rindukan. Jimmy sendiri membalas dengan sesuka hati.

"Kukira, kamu tidak akan kembali."

Hantu berwajah tampan itu tertawa kecil. "Tidak mungkin aku meninggalkan cinta sejatiku. Susah payah melewati banyak pertemuan, hanya untukmu, Sea. Aku akan melakukan yang terbaik mulai saat ini untuk membahagiakanmu."

***

Mark, setelah meminum obat langsung pergi ke kamar agar bisa beristirahat. Tersisa sepasang kekasih yang saling mencintai di ruang tamu. Sea membuatkan minuman dingin, dan menata mochi yang ia beli di perjalanan pulang ke atas piring. Ia membawanya, lalu meminta Jimmy mencicipi.

"Aku datang ke restoran tadi, tetapi tubuhku tidak juga memadat saat berada di sana. Jadi kupikir, oh, Sea pasti ada di rumah atau rumah sakit tempat kakaknya menginap," ucap sang hantu memulai pembicaraan.

Dia melanjutkan, "Tapi, sudah hampir malam. Aku cuma punya satu pilihan. Kuputuskan datang kemari. Aku senang penilaianku tentangmu tidak salah."

Sea mengejek, "Kamu pasti punya radar khusus untuk mendeteksi keberadaanku."

Jimmy tidak akan membela diri. "Aku mengaku kalah darimu, deh."

Mereka menertawakan ucapan mereka tadi.

"Aku sudah tidak bekerja di sana lagi," balas Sea setelahnya.

Pria di depan bertanya kebingungan, "Kenapa? Apa telah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan selama aku tidak berkunjung?"

Pemuda manis itu mengembungkan pipi, lalu mulai menjawab, "Aku merasa tidak senang. Terus-terusan melakukan hal yang membuatmu tidak nyaman, hanya akan berakhir menyakiti dirimu sendiri. Aku berpikir jalanku sudah benar, kok."

Jimmy turut bersimpati. "Sabar, ya."

Sea menganggukkan kepala. "Kak Mark belum tahu masalah ini. Aku tidak ingin membuatnya ikut pusing bersamaku."

Dia berbisik takut ketahuan. "Tapi, kalau menganggur dan tidak mendapatkan uang, aku juga tidak akan tenang. Aku harus mencari pekerjaan lain secepatnya, dengan begitu tidak perlu khawatir."

Jimmy menggigit mochi terakhir. Rasa stroberi yang sedikit asam di dalam berbungkus kulit dari tepung ketan yang lembut, dan aroma es krim yang manis menjadi satu-kesatuan. Saat memakannya, seperti diajak berpetuangan. Terasa baru dan sangat mendebarkan.

Jimmy tidak akan melupakan rasa yang enak ini. "Kamu mau bekerja denganku?"

"Denganmu?" tanya Sea.

Pria tampan itu berkata, "Cukup memasak dan mengurusku sebaik-baiknya. Kamu bisa, 'kan?"

Sea berpikir sejenak. "Selagi bukan makanan berat, aku bisa melakukan yang terbaik."

"Aku bukannya ingin menjadikanmu seperti seorang budak atau apa, tidak ada niat jahat begitu di kepalaku. Aku cuma ingin membuatmu berada di dekatku selama mungkin."

Anak yang lebih muda terkikih. "Aku tahu niat terselebungmu, Paman."

"Kalau begitu, kamu mau?"

Sea tampak setuju. "Asalkan aku dibayar."

***

Sesuai apa yang Jimmy katakan sebelum pulang kemarin malam, pemuda manis itu datang pada jam yang telah mereka tentukan. Ia langsung bekerja keesokan harinya.

Namtan yang sedang menginap di rumah terkejut saat mendapati kehadiran Sea pagi-pagi begini.

"Kamu mengundang Sea ke rumah? Kenapa memintanya datang pagi sekali, Pak? Sungguh tidak pengertian sebagai pacar."

Jimmy menatap datar. "Jaga mulutmu, Nona Namtan yang terhormat."

"Beri aku alasan kalau begitu," pintanya.

Mereka bertiga berjalan ke arah dapur yang berdampingan dengan ruang tamu sekaligus dianggap sebagai ruang keluarga di rumah ini.

"Dia akan menggantikan pekerjaanmu hari ini. Kamu tidak perlu memasakkanku makanan lagi mulai sekarang, Nona."

Namtan ingin memastikan. "Serius, Pak?"

"Aku tidak berbohong. Kamu bisa fokus dengan pekerjaan utamamu saat ini. Aku atasan yang perhatian, bukan?"

"Perhatian sekali, Pak. Aku mencintaimu pokoknya."

"Saat begini, baru kamu bertingkah manis."

Namtan berusaha mengelak. "Aku selalu terlihat manis kok selama ini. Kamu saja yang tidak sadar."

"Halah."

Si hantu berwajah tampan meminta Sea menunjukkan kemampuannya. "Aku ingin memintamu memasakkan kami makanan untuk pagi dan malam. Hari ini kamu bisa membuat sarapan, karena sedang libur. Kalau Neo sudah masuk sekolah lagi, kamu cukup menambah porsi makanan di malam harinya agar bisa kuhangatkan nanti."

Sea memeriksa peralatan di dalam kabinet. "Aku bisa datang lebih pagi, tidak masalah buatku. Sarapan makanan kemarin malam dengan yang baru dibuatkan akan jelas berbeda."

Jimmy menggelengkan kepala. "Aku yang merasa bersalah. Selain bertindak sebagai atasan yang baik, aku harus menjadi pacar yang sama baiknya. Aku tidak ingin kamu kelelahan."

Sea memandang tidak percaya. Apa yang dia dengar barusan?

"Dasar gombal."

***
Tbc

you are the star in my lifeWhere stories live. Discover now