Bagian; O4.

148 45 4
                                    

"Disini aja, Ru." Ata menepuk bahu Aru. Mengisyaratkan untuk berhenti tepat digerbang komplek.

Ini kedua kalinya Aru mengantar Ata, "Kalau boleh tau, kenapa nggak sampe depan rumah aja?

Sembari melepas jaket yang melekat padanya ia menjawab, "Nggak apa-apa."

Aru menghentikan Ata, "Jangan dibuka jaketnya."

Tangan Ata berhenti di udara, lagi, manik mata Aru membuatnya terdiam.

"Dingin, Ta. Gue balik ya."

"Eh!──"

"Semangat buat besok, ya."

Kalimat terakhir Aru sebelum motornya melaju meninggalkan Ata di depan gerbang komplek.

Sedangkan yang ditinggalkan dibuat heran dengan jaket sang tuan yang masih melekat padanya. Ia memperhatikan motor Aru sampai hilang dari pandangannya.

Baru kali ini penat Ata hilang dalam perjalanannya kerumah. Pening kepalanya hilang berkat Aru yang begitu sigap.

Walaupun Ata tau, jika kebahagiaannya ini akan tidak akan berlaku pada saat ia sampai dirumah. Selangkah ia berjalan, ponselnya berdering. Tertera nama Papa dibenda pipihnya itu.

"Halo Pa──"

"Kamu dimana? cepet pulang!"

Hanya satu kalimat yang Johan ucapkan. Lalu, ia menutup telepon secara sepihak. Lantas tungkainya membuat langkah besar guna mempercepatnya sampai kerumah.

✧ ────────────────── ✧

Jarak antar rumahnya dan rumah Ata cukup jauh. Namun, ia lebih memilih untuk menahan segala rasa sakit di badannya dibandingkan harus melihat Ata pulang seorang diri menggunakan ojek.

Ah, apakah orang tuanya tidak khawatir? pikir Aru.

Dingin yang angin ciptakan menusuk pori-porinya. Ditambah Bandung seharian ini diguyur hujan, membuat suhu kota itu semakin menurun. Namun, ia memilih menahan rasa dingin itu dibandingkan harus Ata yang merasakannya.

Ejek saja pria satu ini! belum punya hubungan apa-apa sudah merawatnya dengan sangat baik.

Setelah meninggalkan Ata tadi, ia terus melihat kearah kaca spion. Memperhatikan Ata yang mungil berdiri menatapnya juga.

Walau dalam benaknya, masih timbul pertanyaan tentang Ata yang selalu minta diturunkan di depan komplek alih-alih di depan rumah. Padahal, Bunda selalu mewanti-wanti Aru agar selalu mengantarkan seorang perempuan tepat sampai di depan pintu rumah.

Bukan hanya satu, puluhan tanda tanya masih bertengger dalam benaknya. Ia ingin mengenalnya lebih jauh, sungguh.

Aru memarkirkan vespa kesayangan disebelah vespa antik milik Abimata. Memang, buah tidak pernah jauh jatuh dari pohonnya.

Seperti biasa, Aru disambut Ita dan Abimata. Mereka semua baru saja menyiapkan makan malam. Hanya tinggal menunggu sosoknya pulang.

Maka saat itu juga, makan malam keluarga Gintari dimulai. Seperti biasa, semuanya bertukar cerita sembari makan.

✧ ────────────────── ✧

"Woi, Ian. Ngapain lo?"

Aru menghampiri Adrian yang sibuk mengutak-atik gitar kesayangannya diruang tengah.

Aru; Rumah untuk Ata. Where stories live. Discover now