Bagian; 30.

95 17 1
                                    

“KAK ARUUU, KUNCI MOTOR DIMANAAA!”

Adrian berteriak dari bawah sana. Kebiasaanya tak pernah hilang. Kunci motor si bolis selalu hilang setelah ia pakai. Ya, bocah itu lupa menaruhnya dimana.

“Coba cari di meja makan, tadi lo bawa-bawa waktu sarapan!”

Ah, ternyata benar, disana. Padahal sejak sarapan tadi ia bawa-bawa. Namun ia lupa sangking serunya bercerita bersama Aru dan Bunda.

Tahun ini, Aru menginjak usia sembilan belas tahun. Tepat sejak enam bulan kenaikannya ke kelas akhir.

Oh, ya Bolis kini berpindah pemilik. Adrian yang memakainya. Sedangkan Aru memakai vespa antik milik Ayahnya dulu.

Semua berjalan seperti biasa, walau tiga bulan setelah kepergian Abimata menjadikan keluarga ini berada di titik terendahnya.

Namun, Aru sebagai anak laki-laki pertama tidak akan tinggal diam. Laki-laki itu sungguh bekerja keras. Kini, ia sudah memiliki dua pekerjaan paruh waktu. Ia juga memutuskan untuk berhenti bermain basket dan fokus pada sekolah.

Ia memiliki tekad untuk menyekolahkan Adrian lebih tinggi, agar adiknya itu bisa menggapai mimpinya mengenakan jas putih.

Ita, sang Bunda juga sedikit demi sedikit kembali merintis butiknya. Berkat bantuin promosi dari Summah, ia mendapatkan banyak pesanan baju.

Berbicara tentang Summah, wanita paruh baya itu kini tidak lagi bekerja menjadi pembantu rumah tangga. Ia dengan resmi menjadi karyawan di butik Ita.

Dan, sejak pagi itu. Ia tak pernah lagi melihat Ata. Ia hanya mendapatkan sebuah kotak yang berisikan barang-barang milik keduanya. Hampir satu tahun, berlalu, ia tak ada yang tahu menahu bagaimana kabar gadis itu.

“Bunda, Aru berangkat dulu ya.” Aru yang sudah rapih dengan pakaiannya turun untuk berpamitan.

Hari ini, hari Sabtu. Ia akan bekerja sebagai penjaga toko buku. Lalu nanti sore, ia akan menjadi barista di kafe yang yang tak jauh dari sini.

“Nanti Bunda antar makan siangnya, ya.”

Aru mengangguk patuh, “Iyaa, Bunda. Aru berangkat yaa. Aku sayang Bunda.”

“Bunda juga sayang kamu.”

Sebenarnya Ita sempat melarang Aru untuk bekerja paruh waktu. Anak itu masih berada di bangku sekolah. Tapi Aru menjelaskannya dan berpendirian akan menjadi tulang punggung keluarga mulai saat ini.

Maka Ita tidak bisa melarangnya lagi. Ia yakin Aru sudah dewasa untuk mengambil keputusan ini. Ita hanya bisa mendukungnya dengan menjadi Ibu yang selalu memenuhi kebutuhan perut serta kebutuhannya selama dirumah.

✧ ────────────────── ✧

Sebenarnya pekerjaan Aru bukanlah pekerjaan yang sulit dilakukan. Menjaga toko buku tidak sesulit itu.

Ia hanya perlu memastikan stok buku, merapihkan buku yang berada di rak. Juga menginput data buku-buku baru.

“Permisi, mas.”

Suara perempuan dibelakang membuatnya menoleh, “Ya? ada yang bisa saya bantu?”

Perempuan dengan seragam putih abu-abu itu mengeluarkan ponselnya, “Saya mau ambil pesanan buku dari website online toko ini.”

“Oh, ya. Atas nama siapa?” Aru menyalakan layar komputer itu, mencari pesanan.

“Sastrawira Kalita.”

Aru; Rumah untuk Ata. Where stories live. Discover now