Bagian; 27.

71 21 0
                                    

Pelukan Ata benar-benar membuat wanita itu hancur sejadi-jadinya. Tangisannya pecah membasahi bahu Ata. Terlalu banyak alasan untuknya menumpahkan segala tangisan ini.

Diam-diam Ata mengeluarkan bulir air mata. Disembunyikannya tangis itu sebaik mungkin, agar tak mengganggu Resa.

“Maaf, Ata... Maafin Mama...”

Tiba-tiba saja Resa jatuh kelantai. Tungkainya sangat lemas tak sanggup lagi menahan bobot dirinya.

“MAMAA.”

Ata dengan sigap membopong Resa masuk kedalam rumah, mendudukinya disalah satu sofa. Tangis Resa tak kunjung reda, malah ia semakin menangis kata menangkup kedua pipi Ata.

“Maafin Mama, nak. Mama terlalu egois, sampai-sampai mama terhasut oleh Papamu.”

Tatapan Resa jauh lebih teduh dari biasanya. Benar-benar jauh. Jauh dari tatapan dingin dan tajam seperti biasanya. Membuat Ata semakin mengenali sosok ibunya.

“Bajingan gila itu yang membuat Mama benci sama kamu, Ta. Dan sialnya Mama malah menuruti dia.”

Hujan serapah mengguyur diri Resa saat ini. Setelah berpisah bersama Ata, ia menyadari jika hidup nya benar-benar kosong tanpa seorang Ata. Putrinya. Yang mungkin selama ini, kehadiran Ata dirumah tidak terlalu penting baginya. 

Genggaman tangan Ata membuat Resa kembali mengendalikan dirinya. sedikit demi sedikit ia mampu meredakan tangisnya.

“Maaf... Mama baru bisa menyadarinya sekarang, kalau Mama tetap membutuhkan sosok putri Mama.”

“Maaf... Kalau Mama adalah ibu yang jahat.”

“Maaf, Swastamita... kalau kehadiran Mama hanya membuat trauma dalam hidup kamu.”

Entah apa yang merasuki Resa, tak terpikir oleh Ata jika akan terjadi seperti ini.

“Mama... jangan nangis lagi.”

Mendengarnya justru membuat Resa kembali terisak. Ia meruntuki dirinya sendiri. Disaat dirinya runtuh, Ata benar-benar berusaha membuat dirinya tenang. Tapi kemana Resa selama ini?

Bukankah, seharusnya ia malu untuk menemui Ata? setelah apa yang terjadi.

“Ata, bilang sama Mama, Ata mau apa? Ayo, Mama turuti. Mama janji, Ata mau jalan-jalan? mau beli handphone baru mungkin? Ayo nak. Mama... Mama.. Janji...”

Pergerakan Ata justru membuat Resa mematung. Ata berlutut dihadapannya. Lagi-lagi memeluk tubuh wanita paruh baya itu. Diusapnya punggung agar Resa berhenti meracau.

“Ata cuman minta satu hal, Ma.”

Resa melepas dekapan Ata, “Apa, sayang? bilang sama Mama.”

“Ata mau Mama ceritakan tentang kakak Ata. Ata mau kenalan sama dia, Ma.”

Memang selama ini, hanya itu yang Ada di benak Ata. Ia tak peduli dengan hal lain. Ia hanya ingin mengetahui keberadaan dibalik nama Asha yang menjadi biang masalah keluarganya kemarin.

Tentu, dengan senang hati Resa menceritakan kisah Asha kepada putri keduanya. Ia bahkan memulainya dari pernikahan dirinya dan Johan. Dimana mereka benar-benar saling mencintai dan berperan sebagai suami-istri yang semestinya.

Hingga kehamilan pertama Resa, lahirnya putri pertama mereka. Dan yang terakhir, bagaimana Asha pergi dari dunia ini.

Diceritakannya pula bagaimana hubungannya dengan Johan yang semakin lama semakin terasa renggang. Bahkan, ia merasa jika cinta Johan bukan untuk dirinya lagi.

Dan semua itu terbukti kemarin. Belakangan ini Johan tidak terlihat di pabrik atau kantor perusahaan. Namun anehnya, ia selalu memberikan kabar jika ia sibuk dengan proyek pekerjaan.

Aru; Rumah untuk Ata. Where stories live. Discover now