Bagian; 29.

61 20 0
                                    

Hari itu menjadi hari sibuk bagi Ata dan Summah. Kedua orang tersebut berperan besar membantu menyiapkan segala yang dibutuhkan keluarga Aru.

Ata mondar-mandir menyiapkan segalanya bersama yang lain. Walau sebagian dari dirinya memikirkan Aru.

Laki-laki itu tidak keluar kamar sejak tadi pagi. Entah apa yang ia lakukan, entah sudah makan atau belum. Semenjak pemakaman, Aru menjadi lebih diam. Yang selalu bersama Bunda pun, hanya Adrian.

Kenyataannya, Aru sedang bertengkar dengan dua pilihan di kepalanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kenyataannya, Aru sedang bertengkar dengan dua pilihan di kepalanya.

✧ ────────────────── ✧

Hingga malam setelah kepergian Abimata, pukul tujuh. Sosok yang mengeram di kamar baru menampakkan dirinya.

Aru melangkahkan kakinya turun. Biasanya jika malam terbangun, ia akan mendapati sang Ayah yang sedang menonton televisi. Tapi kini, ruang televisi tampak tak bernyawa.

Yang ia lihat kini hanyalah sang Bunda, tengah duduk, membuka album foto.

“Bunda?” Aru menghampiri.

Ia menoleh, “Ya, Nak?”

Aru tak banyak kata, ia hanya duduk lalu bersandar pada bahu sang Bunda.

Sang Bunda turut merangkul bahu Aru, mengusap punggung serta rambut anak lelakinya.

“Dulu, Ayah sangat mengidamkan anak pertamanya adalah seorang laki-laki, dan ternyata Tuhan mengirimkan kamu.”

Bunda mulai bercerita kala ia membuka lembaran foto saat pernikahan nya dahulu.

“Katanya, kalau beliau sudah pergi masih ada yang bisa jagain Bunda.”

Kepala Bunda tertunduk, menatap Aru, “Nak, kamu boleh bersedih. Tapi, jangan terlalu lama, ya? Kamu kan tahu, kalau Ayah nggak suka lihat kita nangis terus.”

Mendengarnya membuat Aru terpaksa untuk tersenyum. Supaya dapat menutupu kebohongan dirinya sendiri.

Tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu, “Bundaa?”

Aru jelas mengenali suara itu. Bunda bangkit dari duduknya, “Ya, Ata?”

Si gadis menampakkan dirinya dari arah luar, tangannya membawa nampan berisikan makanan. “Ibu barusan masak, dan ini buat Bunda makan malam.”

Bunda menerima nampan itu, “Wah, terimakasih ya, Ata.”

“Sama-sama Bunda. Ata pamit dulu.”

Aru; Rumah untuk Ata. Where stories live. Discover now