Bagian; O7.

156 41 4
                                    

Sepanjang perjalanan tadi pikirannya benar-benar diisi oleh Swastamita. Ia tidak pernah bisa menebak sedikitpun tentang hidup gadis itu. Ia sangat khawatir dengannya. Pesan yang ia kirimkan belum juga dibalas.

Malam itu Aru menyibukkan dirinya dengan bermain gitar milik Adrian. Sementara si pemilik gitar sudah berada di alam mimpi.

Petikan senar gitar mengalun lembut nan merdu, beriringan dengan Aru yang bernyanyi kecil membuat siapapun akan terhipnotis dengannya.

Sampai atensi sang Bunda mengundangnya untuk bergabung dengan Aru diruang tamu. Diletakkannya kue bolu favorit Aru dinakas.

"Kalau anak sulung Bunda lagi main gitar nya Ian, pasti lagi galau sama sesuatu nih," Ita membuka pembicaraan.

Senyum Aru menggembang, "Kok bisa hafal sih, bun?" ucapnya sebelum mulut itu penuh dengan bolu pisang kesukaannya.

"Kamu itu anak Bunda, apasih yang Bunda nggak tau?"

Aru tersenyum disela-sela kesibukan mengunyahnya.

"Jadi kenapa, nak? Aru galau soal basket?"

Aru menggeleng, "Kalau Aru bilang, Bunda kaget nggak ya?"

Sang Bunda tersenyum jahil, langsung paham dengan apa yang ingin Aru bicarakan, "Gadis ya?"

Aru mengangguk ragu, pertama kalinya ia membicarakan perempuan selain Ibunda.

"Siapa orangnya? kok belum dikenalkan sama Bunda?"

"Belum jadi siapa-siapa Aru, Bun."

"Cuma satu pesan Bunda, siapapun perempuan itu, jangan pernah sekalipun kamu sakiti ya? maka dari itu, jangan pernah sekalipun kamu menjalin hubungan sama dia, kalau kamu belum benar-benar yakin kalau dia orang yang tepat."

"Lagi, secepatnya bawa kesini. Kenalkan sama Bunda," ucap Bunda sembari mengelus surai hitam milik Aru.

"Sosoknya cantik, Bun. Cantik rupanya, cantik juga hatinya. Aru bener-bener dibuat jatuh cinta sama dia waktu pertama kali ketemu," Kini, gilirannya bercerita.

"Tapi, masih banyak teka-teki tentang dia. Dia orang yang pintar, Bun. Sangaaat pintar. Tapi, Aru rasa dia nggak sekuat apa yang Aru lihat. Atau yang ia perlihatkan."

"Hari ini, pertama kalinya Aru khawatir dengan perempuan selain Bunda."

Aru mengungkapkan apa yang ia rasakan hari ini. Memang benar adanya, ia benar-benar baru pertama kali merasakan perasaan ini. Sekalipun dulu, tak pernah ia sangkal jika beberapa kali pernah jatuh cinta.

Hati Ita menghangatkan seketika. Hal yang ia nanti tiba, dimana Aru benar-benar jatuh cinta.

"Oh ceritanya cinta pandangan pertama nih, ya?" Bunda mengejek.

"Hehe, bisa dibilang gitu, Bun."

"Kamu tuuh sama persis sama Ayahmu. Tuh, tanya Ayahmu kapan dia jatuh cinta sama Bunda. Pasti kata yang pertama kali Ayah bilang, 'Pandangan pertama' karna memang betul."

Aru bersandar pada bahu Ita, "Ohya, Bun? ceritain dong."

Malam itu, Aru dan Bunda menghabiskan waktu untuk membahas tentang cinta pertama. Dan bagaimana ia jatuh cinta pada Ata dengan waktu singkat.

✧ ────────────────── ✧

"Nak, Aru. Tolong ambilkan minum di dapur untuk Bu Summah."

Akhir pekan ini Aru putuskan untuk meliburkan diri dirumah. Biasanya Aru akan latihan basket dengan tim nya. Tapi, mengingat belum ada lagi jadwal pertandingan, ia memutuskan untuk meliburkan semua latihan hari ini.

Aru; Rumah untuk Ata. Where stories live. Discover now