Bagian; 17.

115 26 2
                                    

Hari-hari yang dijalani Ata kini lebih terasa ringan berkat kehadiran sosok Arunika.

Padahal sebelumnya, ia pikir Tuhan menciptakan dirinya dengan takdir yang tak pernah bahagia.

Bukan hanya Aru, kehadiran keluarga Gintari pada hidupnya pun menjadi poin keberuntungan dari hidup Ata. Bahkan, Ata tidak lagi canggung dan merasa malu saat datang ke rumah Aru. Toh, Ita dan Abimata benar-benar menerima Ata. Mereka juga menyayangi Ata layaknya anak perempuan nya sendiri. Padahal, pertemuan antara keduanya dalam waktu singkat.

Ia bahkan tak segan menjadi guru les untuk Adrian. Walau kadang kala, Aru cemburu karna perhatian Ata teralihkan oleh adiknya.

Mungkin juga semua ini terjadi berkat ucapan Haura yang didengar oleh Tuhan. Entah mendapatkan kekasih, sampai menjadi budak cinta seperti sekarang.

Namun, tidak ada yang berubah dari situasi keluarga Ata. Ata rasa baik Johan maupun Resa belum mengetahui hubungannya dengan Aru. Ya, lagipula, kapan mereka ada waktu untuk anaknya? Entah ini berdampak baik, atau sebenarnya ia hanya sedang mengulur bom waktu.

Untungnya Aru sendiri tidak masalah dengan Ata yang ingin menyembunyikan hubungan keduanya dari Johan. Ia tak pernah menuntut Ata untuk cepat memberitahu orang tuanya seperti yang ia lakukan.

Aru benar-benar menjadi seorang kekasih yang sangat baik terhadap Ata. Ia tak lagi membiarkan gadis itu menangis kelelahan. Bahkan, Aru lah yang menjadi obat lelah dari Ata.

Perhatian kecil yang Aru berikan benar-benar membuat Ata merasa dicintai. Mulai dari susu kotak, sampai Aru yang selalu menunggu Ata selesai les.

"Aku jadi suka banget sama sup ayam, apalagi buatan Bunda."

Kini keduanya tengah duduk di bangku depan supermarket. Seperti biasa, Ata yang menghabiskan tiga jam untuk les dan Aru selalu menunggunya selepas latihan basket.

"Iya, kan. Nanti kalau Bunda masak lagi, kita kerumah."

Ata mengangguk senang. Mulutnya penuh dengan roti yang diberikan Aru. Ditatapnya gadis itu. Cantik, cantik sekali. Batinnya berucap berulangkali.

Ata yang merasakan tatapan Aru, lantas bertanya, "Kenapa? ada yang aneh dari aku?"

"Nggak ada, sayaang."

Ayolah! bukan yang pertama kali Aru memanggilnya dengan sebutan sayang.

"Aku jadi inget pertama kali aku ketemu kamu deh. Semenjak itu aku langsung cari-cari tentang kamu."

Aru membuka topik. Ditatapnya langit sembari mengingat memori lucu dimana ia pertama kali bertemu Ata.

"Di GOR waktu itu, kan?"

Aru menggeleng, "Bukan"

"Loh, terus dimana?" Ata penasaran. Karena seingatnya, ia baru mengenal Aru pada saat itu.

"Waktu orientasi hari terakhir. Kita duduk sebelahan, terus waktu itu kamu sibuk nyariin pensil, padahal kamu selipin di telinga kamu."

Ata berusaha mengingat kejadian yanh Aru bicarakan. Sampai akhirnya, gotcha!

"Ahh, aku ingeet. Tapi, emang yang duduk disebelah aku itu kamu? kok beda banget?"

Pasalnya, Ata ingat laki-laki yang duduk disebelahnya sangat amat berbeda dengan Aru. Rambutnya turun menutupi dahi sampai ke alis──seperti anak culun. Hanya membawa satu buah bolpoin pula. Ia pikir laki-laki itu akan masuk daftar siswa di buku konseling karena malas.

Tapi, siapa sangka jika laki-laki itu adalah Aru? kapten basket yang selalu mencetak tiga poin terakhir, juga memiliki segelintir prestasi bidang olahraga. Oh! maaf karena sudah salah sangka.

Aru; Rumah untuk Ata. Where stories live. Discover now