Bagian; 2O.

74 18 0
                                    

── Kilas Balik,
Bandung, 21 Januari 2007.

Suasana hangat menyelimuti bangunan megah itu. Sehangat secangkir teh hangat yang selalu menemani setiap pagi.

Seorang wanita yang memiliki tajuk sebagai seorang istri itu sibuk di dapur. Tengah menyiapkan tiga piring nasi goreng untuk menyarap. Menu sederhana yang selalu tersaji setiap pagi. Tak pernah bosan, lantaran dibuat dengan penuh kasih sayang.

Tiba-tiba saja, lengan kekar itu memeluknya dari belakang. Membiarkan kepalanya tenggelam dalam ceruk leher perempuannya. Diusapnya perut buncit sang istri. Sebentar lagi, Johan siap menyambut buah hati keduanya.

"Asha sudah bangun, mas?"

Resa dapat merasakan gelengan dari kepala Johan, "Belum. Makanya aku mau manja-manja dulu sama kamu."

Senyum Resa menggembang, ia membalikkan tubuh guna membubuhkah kecupan singkat dibibir Johan.

"Mama...Papa..."

Ah, ternyata tidak bisa lebih lama lagi. Lihatlah, bocah perempuan berusia enam tahun itu keluar dari kamarnya. Dengan rambut berantakan, dan piyama yang masih melekat ditubuhnya.

Kalisha Mentari. Putri sulung dari Johan dan Resa. Asha memiliki perpaduan yang sangat adil. Paras cantik yang diberikan oleh Resa, serta manis lesung pipi yang diberikan Johan. Seseorang pasti langsung jatuh cinta kala melihat nya walau sekali.

"Sini, sayang."

Sambil mengerjapkan, ia melangkah menuju Johan.

"Eunggg, Asha masih ngantuk."

Dirinya naik kepangkuat Johan. Kembali menutup matanya dengan kepala yang tersandar di dada bidang Johan.

Resa gemas melihatnya, kadang-kadang Johan akan bertingkah seperti anak kecil juga jika bersama Asha.

Anak berusia enam tahun itu benar-benar membuat keluarga kecil nya berarti. Belum lagi, mereka kini menantikan hadirnya adik Asha.

"Sayang, ayo makan dulu. Duduknya disini, Papa kan mau kerja."

Resa yang hendak mengambil alih Asha justru ditolak keras oleh Johan.

"Nggak apa-apa. Aku bisa makan sambil pangku Asha, kok. Kamu habiskan dulu sarapannya."

Satu kalimat yang benar-benar dapat membuat hatinya menghangat. Lihatlah bagaimana Johan memperlakukan Resa sebaik mungkin. Beruntung sekali mereka bisa saling bertaut dalam ikatan pernikahan.

"Mas mau tau nggak? Kata guru Asha, di sekolah Asha pinter banget menghitung."

Asha yang kala itu duduk di bangku kelas satu sekolah dasar sudah menonjol diantara yang lain. Kecerdasan nya ketika diberikan soal matematika membuat gurunya takjub.

"Oh ya? bagus dong. Besok, coba kamu masukan Ata ke akademi bahasa inggris. Biar jago seperti kamu."

Resa lantas setuju dengan ucapan Johan. Kaena kepintaran Asha dalam matematika, pasti menurun dari Johan.

Semua baik-baik saja sampai Resa menginjak kehamilan kedelapan bulan. Perutnya yang semakin besar kadang-kadang membuatnya stress. Sebisa mungkin ibu satu anak itu mengontrol emosinya. Ya, ibu hamil. Kadang-kadang jauh lebih sensitif dari biasanya.

Untungnya, malam ini suasana hati Resa sedang baik-baik saja. Walau ia sempat cemas karna Asha yang tiba-tiba demam. Ah, mungkin hanya kelelahan karna akhir-akhir ini Asha sering diikutsertakan dalam lomba cerdas cermat.

Dirinya sedang memasak makanan kesukaan Johan, sup ayam. Walau tengah hamil, Resa tak ingin mengurangi perannya sebagai seorang istri. Kalaupun memelihara pembantu, Resa tetap ingin memasak untuk Johan.

Aru; Rumah untuk Ata. Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt