Bagian; 1O.

128 36 4
                                    

Pagi ini rumah keluarga Kalila tampak jauh lebih dingin dibandingkan udara diluar sana.

Kekacauan tadi malam nyatanya masih berlanjut sampai hari ini.

Mereka makan seperti biasa, tanpa obrolan selain Johan yang terus mewanti-wanti Ata agar memperbaiki dan kembali menjanjikan poin sempurna untukknya.

Ata sendiri masih merasakan pening kepalanya. Mata bengkak Ata akibat menangis salah satu penyebabnya. Ah, ia juga bingung bagaimana menutupi mata bengkaknya. Ia tak ingin banyak orang tau dengan apa yang tengah dialaminya.

Mobil Pak Jaka berhenti di lobi. "Terimakasih, Pak."

Selangkah turun dari mobil, ia langsung berjalan menunduk. Ditutupi nya wajah putih Ata dengan helaian rambutnya.

Duk!

Ya, ini risiko jika Ata berjalan menunduk. Pandangannya yang lebih menurun ke lantai membuat ia tak begitu memperhatikan jalan.

"Maaf, gue ngg──"

"Swastamita?"

Ia mengenali suara berat itu, "Aru?"

Kepalanya mendongak, bertemulah kedua mata Aru dan Ata. Jelas, Aru dapat melihat kedua mata bengkak itu.

"Sorry, Ru. Gue nggak sengaja."

Sedangkan Aru tak peduli dengan omongan Ata, ia menelisik Ata lebih lama lagi, "Ta, lo nggak apa-apa?"

Ata tersenyum simpul, "Nggak apa-apa."

"Mata lo-"

"Gue cuman kurang tidur kok. Semalem gue buka buku, keasikan, sampe-sampe lewat dari jam tidur gue."

Bohong. Dan Aru tau itu. Tapi yang ia lakukan hanya mengangguk, takut-takut ia menyakiti perasaan Ata jika bertindak melebihi batas.

Pada akhirnya, mereka berjalan beriringan, "Gue denger-denger sekolah kita bakal ngadain event tahunan ya? yang kaya cerdas cermat gitu, terus ada debat juga, kan?"

Ata masih sedikit canggung untuk menatap Aru, ia takut jika Aru mengetahui jika ia berbohong soal mata bengkaknya.

"Sepertinya begitu."

"Dan, gue baru tau kalau lo nggak pernah berpartisipasi buat ikut olim di event kita?" Aru penasaran.

"Karna gue mau kasih kesempatan buat temen-temen lain ikut lomba dan banggain sekolah kita. Gue mau bikin orang-orang diluar sana tau kalau KaraKasa punya murid berprestasi nggak cuma satu, tapi banyak." ujarnya.

Memang benar adanya, sudah hampir ketiga kalinya SMA Angkara Kasa membuat event olimpiade yang berskala nasional. Dan Ata tidak pernah sekalipun ikut untuk menjadi perwakilan peserta tuan rumah. Alasannya pun selalu sama. Ia ingin murid-murid lain mendapatkan kesempatan emas ini.

Padahal jika mau egois, ia bisa saja mengajukan diri tanpa tunggu ditunjuk oleh gurunya.

Aru mengangguk paham, ia begitu terkesima dengan pemikiran Ata. Ata benar-benar jauh sangat baik diluar dugaannya. Ia semakin menyukai Ata, sungguh.

Sesaat mereka melewati ruang guru, "Swastamita, bisa ikut ibu sebentar?"

Bu Yomi menghentikan langkah keduanya, Ata sempat memandang Aru sebentar. Sejujurnya, ia ingin lebih lama lagi bersama Aru.

"Nanti kita ketemu lagi," Aru berujar, "Gue deluan ya. Bu, permisi, Saya deluan."

Atensi Ata kembali pada Bu Yomi, "Ada apa ya, Bu?"

Keduanya berjalan menuju meja Bu Yomi. Disana nampak poster event yang baru saja ia dan Aru bahas tadi.

"Nah, disini ibu nggak akan menawarkan kamu untuk jadi peserta. Karna ibu pasti tau jawaban kamu, betul?" ucap Bu Yomi.

Aru; Rumah untuk Ata. Where stories live. Discover now