Curhat

468 36 10
                                    

Ririn berbaring di atas ranjang kamarnya. Dia masih terus berpikir, Kok bisa? Kok bisa? dan Kok bisa? "Kok bisa semirip itu ya, sama Bintang?" gumam Ririn.

Tanpa diduga, seseorang membuka pintu. Ririn kontan terbangun karena terkejut. "Woi!"

Samar-samar, orang itu terlihat seperti cowok yang sedang dipikirkannya saat itu, Dimas. Dia lantas berbalik dan menjauh dari pintu. Sementara Ririn langsung berlari cepat menghampiri cowok itu.

Ririn langsung menarik lengan kiri cowok tersebut. Membuat cowok itu mengaduh dan berbalik menghadap Ririn.

"Kok elo sih?!"

Tak salah lagi, Dimaslah cowok itu.

Dia meringis kesakitan sambil meniupi lengan kirinya yang tadi pagi tersiram air panas. "Lo juga! Kenapa di sini? Ini kan, kamar kost gue? Ah…sakit tau?!"

"Kamar lo? Jadi lo tuh sebenernya cewek apa cowok, ha? Deret sini tuh kamar cewek. Yang cowok di sono, Blo'on!"

Dimas menoleh ke belakang. Kamar kost cewek bersebelahan dan berhadapan dengan kamar kost cowok, dan hanya dibatasi dengan taman kecil yang penuh dengan bunga-bunga milik ibu kost. Sementara itu, rumah ibu kost juga berdempetan langsung dan diapit oleh dua kamar kost, cewek dan cowok. Yang salah satunya diklaim Ririn sebagai kamar pribadinya. Iya, diklaim. Karena sebenarnya dia adalah putri bungsu ibu kost.

Mata Dimas terbuka agak lebar mengetahui kebenaran yang diucap Ririn. Ternyata dia salah jalur.

"Makanya! Minum tuh akua, air kencing kuda!"

Wajah Dimas mengusut kesal karena Ririn. Untung saja saat itu kost-an sedang sepi karna penghuninya yang mungkin tengah melakukan aktivitas di luar. Dimas pun berbalik hendak pergi ke kamar kostnya.

"Tunggu!" cegah Ririn. "Lo ada hubungan kekerabatan apa sama Bintang?"

"Kenapa sih, pada nyamain muka gue sama Bintang? Orangnya aja gue nggak tau kayak apa," timpalnya dari balik badan.

"Bintang itu yang tadi lo tabrak waktu di kantin."

Spontan Dimas berbalik. Wajahnya kini tampak konyol seakan ingin tertawa terbahak-bahak. "Jadi itu yang namanya Bintang? Dan lo bilang muka gue sama kayak dia? Idih… silinder lo?!"

"Kalo bukan cuma gue yang bilang gitu, berarti itu fakta dong!!"

"Heh, gantengan gue kali," ujarnya angkuh.

"Cih! Pede banget lo!"

"Fakta!!" Dimas berbalik dan mulai berjalan pelan menuju kamar kostnya

"Terus, kenapa lo ngekost di sini, sedangkan ada kost yang lebih deket dari sekolah?"

"Tau! Tanyakan pada rumput yang bergoyang!" katanya dari balik bahu.

"Sialan tuh bocah!" umpatnya pelan dengan muka tertekuk dan kedua tangan yang terlipat di dadanya.

♪♪♪

"Bang, ko–"

"MBAK IRA!" Sontak saja Dimas mendelik takut dan agak merendahkan badannya. Gila! Badan gede, jiwanya waria….

"I-iya, Mbak Ira. Kopi anget, satu…." Kemudian dia berjalan menuju bangku yang ada di dekat warung laki-laki kekar yang ternyata lumer bin melambai itu.

Di bangku tersebut, seorang cewek berambut panjang tergerai duduk menunduk sambil membaca sebuah buku. Dari sudut mata, dia melihat Dimas berdiri tak jauh darinya. Meski begitu, Ririn tak peduli dan terus membaca buku yang ada di pangkuannya itu.

Serenade [Selesai]Where stories live. Discover now