Dibuntuti

949 26 0
                                    

Dimas hanya menaiki motor tanpa menghidupkan mesinnya. Dia termenung sendiri di tempat parkir yang sangat sunyi. Bingung harus melakukan apa untuk menyelesaikan masalahnya. Kata maaf mungkin cukup bagi Andri, tapi tidak untuk Ririn. Dimas telanjur menusuk hati Ririn dengan pemaksaan cintanya dan masalah karna kesalahpahaman itu. Akan tetapi juga, keseganan Dimas untuk menyampaikan maaf pada orang yang telah disakiti hati olehnya lebih mendominasi dan malah membuat Dimas terkurung dalam masalah yang kian berlarut-larut. Kenapa Dimas jadi sepengecut ini? Biar saja. Dimas yang memulainya, maka dia pula yang harus mengakhiri semuanya. Dasar Dimas bodoh! Bilang cinta saja yang terburu-buru. Sedangkan untuk mengakui kesalahannya malah ragu-ragu.

"Aghhh!!" erangnya sambil memukul helm yang ada di atas tangki motor.

Lalu Dimas beralih pada hal lain. Yaitu tentang hubungan Bintang dan Tiyas. Mereka juga sepupuan? Dimas tak habis pikir. Kenapa bisa begitu? Masalah yang lalu saja belum satu pun dapat terselesaikan. Sudah tambah lagi? Oh... Masalah yang dia hadapi saat ini benar-benar semakin kompleks. Runyam. Ah, sudahlah. Pikirannya sedang buntu. Lebih baik Dimas sekarang pulang ke kost untuk ganti baju dan ke tempat futsal yang dijanjikannya pada teman-temannya. Sekadar buat refreshing dan mendinginkan otak.

Dimas menghela napas sambil memejamkan mata. Pasti akan ada jalan baginya. Pasti! Dia pun memasukkan kunci motor ke dalam lubang kontak. Lalu melesat mengeluarkan diri dari area sekolah.

Bukannya sedikit tenang selama mengendarai Aoi, perasaan Dimas malah tambah tidak enak. Apa habis ini gue bakal jatuh, ya? Tidak! Tidak akan! Dimas menggeleng-geleng mengusir pikiran buruk itu jauh-jauh. Dimas akan berhati-hati dan mengurangi kecepatan motornya. Tapi rasanya Dimas ingin menggila di jalan aspal satu arah yang sedang dilaluinya. Susana lumayan senyap. Dia ingin mengemudikan motornya secara zig-zag. Cowok itu kemudian melirik kaca spionnya. Sebuah mobil sedan berjalan di belakangnya dengan kecepatan yang sama. Dimas pun merendahkan tingkat kecepatan motornya untuk mempersilakan mobil di belakangnya itu agar menyalip. Tapi rupanya mobil itu turut melambatkan lajunya. Dimas jadi tambah heran. Dia seolah diikuti oleh seseorang yang memegang setir mobil sedan tersebut.

Dimas menyunggingkan senyum sinis yang menantang. Mau main-main sama Dimas, lu, ya... Oke, gue jabanin!

Awalnya Dimas menambah lambat laju motornya beberapa meter per sekon. Dan seketika...

WUUNGGGG... Aoi melaju begitu kencang hingga mobil sedan itu terlampau jauh jaraknya dari Dimas.

Sial!! maki lelaki dalam mobil sambil menatap tajam motor Dimas yang sudah sangat jauh dari jarak mobilnya saat ini.

♪♪♪

Hampir tiga jam sejak Dimas dan kawan-kawannya bermain sepak bola di lapangan futsal. Pertama Dimas datang, dia langsung melompat-lompat girang karna dikasih dispensasi sewa lapangan bahkan bonus waktu sampai tutup oleh si pemilik futsal. Entah jampi-jampi apa yang Sofyan gunakan untuk memengaruhi kerabat ayahnya tersebut. Yang pasti, itu adalah berkah bagi Dimas dekaka. Senangnya ....

Maka dari itu semua anak masih berantusias bermain sepak bola meski bermandi bulir-bulir keringat sebesar jagung dan lelah yang menguras tenaga mereka. Geratis sih, jadinya mereka ingin berpuas-puas menghabiskan waktu di sana lebih lama. Lagi pula, lapangannya sedang tidak disewa oleh orang lain. Jadi mereka masih punya waktu banyak karna Gemini tutupnya pukul sembilan malam. Sedangkan sekarang pukul delapan. Sayang juga karna cuma tinggal satu jam lagi.

Lama-lama, dada Dimas terasa sesak. Dia pun memilih keluar dari lapangan dan menghampiri tasnya di sebuah kursi panjang. Dia hendak meniliki inhaler, apakah dibawa atau kelupaan karna Dimas ganti tas. Sekadar jaga-jaga saja bila sewaktu-waktu asma Dimas kambuh. Ternyata... TIDAK! Hah, dasar ceroboh! Pelupa! Tolol! Kenapa barang sepenting itu bisa sampai ketinggalan? Dimas terduduk sambil mengatur napasnya perlahan, juga nggak lupa untuk memberi pertolongan pertama tanpa inhaler untuk dirinya sendiri. Tapi dada Dimas masih saja terasa sesak. Dia lalu mengambil hape untuk memeriksa jam berapakah sekarang. Pukul delapan malam lebih seperempat! Mampus! Ini namanya bunuh diri. Dari dulu Dimas belum pernah keluar malam sendirian. Apalagi mengendarai motor dan tanpa membawa jaket. Seperti sekarang sebagai kali pertamanya Dimas keluar malam dalam sejarah dengan memecahkan rekor karna melakukan sebuah pelanggaran lengkap yang bisa saja merugikan dirinya sendiri.

Serenade [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang