Ups!

418 31 10
                                    

"Aduh," Ririn mengaduh pelan di ambang pintu kelas saat ada benda jatuh tepat mengenai kepalanya. Sebuah sepatu olahraga, miliknya.

"Lhoh?" Dia mendongak, lalu mendapati pasangan sepatunya yang menggantung manis di atas pintu.

"Sial! Siapa yang ngegantungin sepatu gue di sini, sih?!" rutuknya berang.

Saat itu kelas sedang sepi karena penghuni ceweknya yang sedang berbondong-bondong menuju toilet untuk berganti pakaian olahraga, dan para cowok yang mungkin sekarang sudah berlari menuju GOR sekolah.

Dan kikik tawa menggema di sudut kelas sana. Ririn melihat Dimas dan Dyan yang baru saja toast dan lalu turun dari meja setelah melakukan aksi usil mereka berdua; menggantungkan sepatu-sepatu kets milik anak-anak cewek lain di beberapa ventilasi ruang kelas.

Wajah Ririn merah padam. Kemarahanya mendidih. NGGAK BISA DIBIARIN!! "HEH CURUT, PADA NGAPAIN LO HAH??!!"

Kedua cowok itu menoleh ke arah Ririn dengan wajah tercengang.

"AWAS LO BERDUA!!" Ririn tak sanggup lagi menahan emosinya. Dia pun membanting sepatunya di tempat dan kemudian mengejar dua makhluk petakilan itu. Dimas dan Dyan akhirnya berpencar dan berlari terbirit-birit menyelamatkan diri dari cewek eksplosif tersebut.

Mereka terus berlari hingga melewati koridor-koridor gedung sekolah yang sedang sunyi. Tanpa sengaja Dimas menendang tong sampah hingga isinya berceceran. Dimas nggak peduli sama sekali. Yang terpenting adalah dia berhasil lepas dari kejaran cewek tomboi itu. Waktu itu Dyan masih berlari di belakangnya. Karena kecepatan kaki Dyan yang super dan ketidaktahuannya bahwa ada sebuah tong sampah yang terkapar di tengah jalan, Dyan pun tersandung oleh tong sampah tersebut dan jatuh terjungkal ke lantai.

"Aww...ashh...aduh... Dim, tungguin gue!!"

Ririn yang melihat Dyan masih terbaring di lantai pun menambah kecepatannya. "Kena lo, Yan!!"
Sementara Dimas terus berlari. Di ujung koridor Dimas berbelok. Lalu…

"Kampret lo, Yan! Cepet balik ke kelas!! Balikin sepatu-sepatu anak laen! Cepet!!" Ririn sengaja hanya menampari bahu Dyan dan mencubiti lengannya supaya Dyan jera dan menuruti perintahnya.

Dyan merengek sambil setengah tertawa, "Dim, tolongin gue, Dim!!"

"Ampun, Pak!" Dari balik dinding, Dimas keluar bersama pak Taufik yang saat itu tengah memilin telinganya.

"Ngakunya anak SMA! Kelakuan masih kayak anak TK, kamu ya?!"
Ririn berhenti menghajar Dyan dengan cubitannya. Mereka berdua diam di tempat.

"Anak TK mana bisa ngerjain soal-soal Bapak, Pak?"

"Jangan mentang-mentang saya mempercayai kamu, terus kamu bisa seenaknya, ya?! Saya bukan orang yang suka pilih kasih. Ngerti kamu?!"

Pak Taufik pun sampai di depan kedua anak itu dan melihat keadaan di sekitar mereka yang kotor dan penuh dengan sampah.

"Ririn, Dyan, kalian ngapain di situ? Dan kenapa ada sampah berceceran seperti ini?"

Ririn menyenggol Dyan dengan sikunya. Kemudian memunguti sampah-sampah di sekitarnya. "Oh, ini... kita lagi mau mungutin sampah, Pak. Sebagai generasi penerus yang peduli, kita harus selalu menjaga lingkungan. Bener'kan, Pak? Iya nggak, Yan?" dalihnya sambil memaksa Dyan tersenyum dengan isyarat senyum yang nggak wajar dan pelototan matanya.

Serenade [Selesai]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu