Puskesmas

515 32 7
                                    

Dimas menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal dengan muka tertekuk karna sebal. Dia terus melangkah di tengah anak-anak yang sedang bersantai di depan kelasnya karena jam kosong. Para gadis melirik Dimas dan bertutur.

"Itu Dimas si akbar dari Jakarta, kan? Cool banget, ya?"

"Iya, ganteng bingiiitz!!"

"Sumpah, demi apapun cute banget."

"Dah gitu tinggi, lagi."

"Waaa!!! Itu mah masa depan gue, kali..."

Nyatanya, meski penampilan Dimas saat itu benar-benar seperti krosboi putih abu-abu, dia tetap jadi pujaan bagi kaum hawa yang memandangnya.

Tanpa sengaja, mata Dimas menangkap sosok cewek yang diidamkannya, yang sedang duduk membaca buku bersama seorang cewek berambut sebahu di sampingnya. Anjani! Dimas pun berlari menghampirinya.

"Hai, Ann...," sapanya lembut dengan senyum manis.

"Eh, Dimas..." Anjani sedikit terkejut melihat penampilan Dimas yang begitu urakan dan berkesan tidak bertata krama. "Udah mendingan, lukanya?" Anjani tampak cantik dengan rambut yang diikat ekor kuda dengan dua kepangan di sisi kanan dan kiri yang menghias cantik rambutnya yang legam dan berkilau.

"Udah dong. Kan aku punya obat mujarab buat ngobatin luka lepuh lebih cepat." Dia menaik-naikkan kedua alis, dengan senyum manis yang selalu dia tampakkan pada pujaan hatinya.

"Iya? Pake apa?" tanyanya dengan air muka ingin tahu.

"Liatin kamu."

Cewek di samping Anjani langsung terkikik. Sementara Anjani tersipu. Dia menunduk.

"Ah, dasar gombal kamu, Dim!" omelnya dengan senyum tertahan di bawah tundukannya. "Oh iya, kamu udah nemuin pak Taufik?"

"Oh iya! Kelas kamu yang mana?"

"Tuh, pojok sana...," katanya sambil menunjuk pintu kelas yang ada di sisi kiri koridor paling ujung.

"Ya udah, aku ke sana. Dah...." Dengan langkah yang berirama, Dimas berjalan dengan hatinya yang sedang berbunga.

"Ann, pasti dia suka sama lo, deh..."

"Ih... tau ah!" Anjani membuka bukunya secara kasar.

"Lumayan lhoh, Ann. Cogan."

"Terserah lo aja deh, La!" Wajahnya mengerut kesal. Tampak bibirnya yang tertarik ke samping kiri.

"Bercanda, Anjani! Jangan cemberut gitu dong …."

Anjani melirik temannya tersebut secara sinis. Namun temannya tahu bahwa Anjani hanya sedang bergurau. Dan ya, Anjani memang hanya bercanda. Senyumnya kembali tampak membuat mereka berdua terkekeh. Lalu dia melirik ke arah Dimas yang tengah membuka pintu kelasnya. Seketika pipinya memerah dan hatinya terasa berdebar. Kok perasaan gue jadi gini, ya? Ah, lupakan, Anjani! Lupakan!

♪♪♪

Bismillah, moga nanti nggak ada masalah, amin. Sebenarnya Dimas ragu untuk membuka pintu kelas XI IPA-1 yang tertutup rapat.
Kemudian dia menghela napas. Dia mengatupkan daun pintu dan membukanya. Di dalam, hanya ada pak Taufik yang sedang duduk membaca buku. Kemudian tatapannya beralih pada Dimas yang telah memasuki kelas.

Serenade [Selesai]Where stories live. Discover now