Putus

359 19 1
                                    

Murid-murid bersorak-sorai begitu guru mengumumkan bahwa jam pelajaran selanjutnya sampai waktu pulang diganti dengan acara bersih-bersih untuk keperluan Ujian Nasional kelas tiga mulai besok Senin. Semua anak keluar, ikut bekerja bakti, sementara beberapa lainnya di dalam ruangan untuk menyapu dan merapikan mading di kelas masing-masing.

"Ah, seneng banget gue ulangan sejarahnya didelay, hehehe," celetuk Citra yang kemudian bangkit dan mengambil sapu di pojok belakang. Padahal biasanya anak itu paling anti buat nyapu-nyapu jika ada acara bersih-bersih seperti ini. Lebih suka duduk di BK seraya menggoda Bu Retno bersama teman-temannya yang lain.

"Eh, relawan cowok disuruh bantu nuker meja-meja sama kursi yang rusak!" Sofyan masuk, lalu keluar lagi menuntun sejumlah cowok keluar. Bahkan mungkin semuanya. Ya iyalah. Mending disuruh mengangkati kursi dan meja daripada blusukan di taman sekolah mencabuti rumput liar.

Ririn mengikat rambutnya. Kemudian memasukkan buku-buku ke dalam tas. Mulai ikut membantu anak-anak lain. Mengangkati kursi ke atas meja. Selanjutnya, matanya menyapu papan tulis. Papan tulis putih di kelas sudah berlubang-lubang dan meleyot, mencuat ke depan bagian ujungnya. Dia berniat meminta ganti ke perlengkapan sekolah. Tapi dengan siapa Ririn harus menangkat papan tulis sebesar itu?

Ada satu cowok yang ternyata masih belum keluar. Dia tengah merapikan buku-buku paket yang tadi dipinjam anak-anak. Setelah semua yang Ririn tahu tentangnya, Ririn jadi gugup. Haruskah dia meminta bantuan cowok itu? Tapi, mau bagaimana pun, Ririn tetap membutuhkannya.

"Andri?"

Andri menengok ke arah Ririn. Terperangah dengan tatapan polos yang dilayangkannya pada cewek itu.

"Bantuin gue, yuk!" Senyumnya tertahan-tahan. Gugup.

♪♪♪

Dia terkejut di ambang pintu kamar mandi kala melihat dua koper besar terbuka di dekat lemari. Sementara itu, lemarinya terbuka. Seseorang tampak tengah mencari-cari sesuatu di dalamnya.

Seorang wanita kalap begitu majikan mudanya yang hanya berbalut sehelai handuk membuka pintu lemari lebih lebar dan menatapnya dengan mata membulat.

"Bibi lagi ngapain di sini?!" tanya Dmas terkejut.

"A—a–anu, Den. Sa–saya disuruh tuan untuk memasukkan pakaian-pakaian Aden ke koper," sahutnya gelagapan.

"Lhoh, buat apa?" Dahinya mengerut.

"Maaf, Den. Kurang tahu saya."

Dimas tambah heran.

"Ya udah. Kalau Den Dimas mau ganti baju. Bibi keluar dulu. Permisi, Den."

Cowok itu masih mematung di tempat sepeninggal pembantunya. Dia heran kenapa ayahnya menyuruh pembantunya mengepaki pakaiannya dalam koper.

Masa iya sih, mau pindah rumah?

Dimas mengedikkan bahu. Entahlah. Dimas tak mau ambil pusing. Dia sudah cukup banyak dipusingkan dengan hidupnya yang tak sesuai keinginan.

Tapi … kok perasaan gue nggak enak gini, ya?

♪♪♪

Karla mengamati Anjani yang tengah terdiam melihat anak-anak bergotong royong memindahkan bunga-bunga ke dalam pot yang baru di luar sana.

"Ann, lo masih sedih?"

Anjani tergugah. Dia tersenyum simpul menimpali sahabatnya itu. Lalu dia kembali menghadap ke jendela, melihat ramainya pemandangan di depan sana.

Serenade [Selesai]Where stories live. Discover now