Seperti Mimpi

276 20 0
                                    

Kepala Dimas pusing. Bayangan yang dia tangkap ketika pertama kali membuka mata terasa berputar-putar. Lalu, masih dalam keadaan setengah sadar, bayangan almarhum mamanya muncul di depannya. Ketika bayangan itu semakin jelas, mata Dimas melebar. Meski seluruh badannya terasa lemas, namun dengan setitik kegembiraan dapat melihat mamanya lagi membuat Dimas bergerak cepat, bangun dan memeluk wanita itu.

"Akhirnya Dimas bisa ketemu Mama, Ma .... Dimas kangeeeen banget, sama Mama," gumamnya dengan suara serak. Matanya masih terpejam kala memeluk sang bunda tercinta. Dia benar-benar bahagia dapat bertemu mamanya di sini.

Dim, inget! Mama lo udah nggak ada! Sementara lo masih hidup!

Bisikan itu melintas, menggelitik hati Dimas. Matanya lantas terbuka. Dia baru sadar kalau dia sudah berada dalam sebuah kamar. Mustahil jika dibilang mimpi. Orang yang dia peluk pun benar-benar nyata. Jadi, siapa yang dia peluk? Kakaknya? Bukan. Dewi lebih kurus dari ukuran tubuh wanita yang tengah dia peluk saat ini.

Sepertinya ini efek mabuk perjalanan yang Dimas derita selama dalam mobil. Ya wajar dong. Sesampainya di Bandara Soekarno-Hatta, baru berpuas-puas dengan jet lag, langsung dia digiring masuk ke mobil oleh Dewi menuju Jawa Tengah. Jadi selama perjalanan, di dalam mobil Dimas tertidur pulas. Sesekali terjaga ketika perutnya terasa mual dan harus berhenti di tepi jalan untuk mengeluarkan isi perutnya yang benar-benar sudah tak dapat diajak kompromi. Kalau Dewi sih mungkin sudah terbiasa. Lha, Dimas?

Oke, Dim. Kita selesaiin ini aja. Tentu lo nggak pengen dapet malu seumur hidup gara-gara salah meluk orang, kan? Oke, pelan-pelan ...
Dimas meyakinkan diri sendiri. Dia berjanji akan minta maaf pada wanita ini. Dengan mata terpejam, Dimas melepas lengannya yang melekat melingkari tubuh wanita itu.

"E-em, ma-maaf, hihi. Saya nggak-" Dimas terpana begitu memberanikan matanya terbuka sepenuhnya.
Ibu-ibu ini ...

Ternyata orang yang baru dipeluk Dimas adalah wanita yang kecopetan waktu itu. Wanita yang memiliki wajah mirip dengan mamanya. Wanita itu tersenyum hangat.

"Anda yang waktu itu ...."

Wanita tersebut mengangguk seraya tersenyum.

Dimas masih tercengang. Dia sulit untuk berkata-kata lagi. Memperhatikan setiap senti dari gurat wajah wanita tersebut, lalu mencari sebuah pemikiran masuk akal tentang hal yang dapat membuat wajah ini mirip dengan mamanya.

Atau mungkin-bu lik!

"Ehem," seseorang berdeham di belakang Dimas.

Dimas spontan menoleh ke belakang mencari suara dehaman yang begitu berat itu. Yang dia pikir cukup familiar di telinganya. Matanya melebar begitu wajah orang yang berdeham menatapnya datar-sama seperti biasanya.

"Es batu muka rata?!"

Ya, Bintang lah orang itu. Dia masih sama. Datar tanpa ekspresi. Menyebalkan.

"Lo ngapain di sini? Ha?" sembur Dimas dengan mata melotot.

Yang dipelototi hanya memutar bola mata. Cuek bebek.

"Dimas! Jangan gitu sama Bintang!" Dewi yang baru masuk ke ruangan itu langsung ikut nimbrung begitu saja. Dia meletakkan segelas susu vanila di atas nakas.

Serenade [Selesai]Where stories live. Discover now