Catatan Masa Lalu

385 17 0
                                    

Dewi baru akan duduk di bangku SD ketika Jaya akhirnya memutuskan untuk membawa dirinya dan mamanya pindah ke Jakarta.

"Pa, kita bener-bener mau pindah ke Jakarta?" tanya Dewi dengan begitu polos. Dia duduk di dalam mobil yang pintunya terbuka, menghadap keluar. Sambil terus menimang-nimang boneka barbienya, matanya tiada henti bergerak mengikuti keberadaan Jaya. Papanya itu mondar-mandir mengepaki barang-barang dengan langkah yang kelihatan tergesa. Wajahnya berkerut tegang. Tapi hal yang tersembunyi di balik wajah laki-laki itu tak akan tertangkap oleh mata polos Dewi. Dia hanya tahu Jaya tampak terburu-buru, tak lebih.

"Beneran dong. Nanti kita tinggal di sana. Pokoknya, kalau Papa nggak sibuk, Papa bakal ajak kamu ke Ancol dan tempat-tempat bagus di Jakarta!"

"Yeee!!" Mana mungkin Dewi tak berhore ria mendengar kata Ancol? Papanya sering sekali bercerita soal Ancol. Dalam bayangan Dewi, Ancol itu seperti taman peri dalam imajinasinya dan juga tempat bermain asyik yang sering dia tonton di televisi. Dasar imajnasi anak kecil.

Jaya tersenyum tipis melihat anak perempuannya yang kemudian tertawa-tawa sendiri sambil bergumam tentang Ancol pada bonekanya.

"Kamu bener-bener yakin, Mas, mau tutup toko dan pindah ke Jakarta? Kenapa harus mendadak sekali sih, Mas?"

Suara Ariani mengusik lamunannya. Istrinya itu tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Jantung Jaya langsung berdegup cemas. Jawaban apa yang akan dia berikan?

Jaya kehilangan konsentrasi selama beberapa detik. Setelah berhasil mengumpulkan seluruh konsentrasinya kembali, Jaya berdeham.

"Kamu kan tahu, kalau ibuku sudah tua. Aku cuma …."

Samar-samar Ariani menatap penuh selidik.

"Aku cuma pengen nemenin ibu di masa tuanya."

Istrinya manggut-manggut memaklumi. Itu karena Jaya adalah anak tunggal dalam keluarga intinya.

"Kakak? Ariani bakal rinduuuu banget sama Kakak …." Ariana keluar begitu saja dan langsung memeluk kakaknya tercinta. Wajah mereka benar-benar mirip. Meski begitu mereka bukan saudara kembar. Melainkan kakak-beradik yang terpaut satu setengah tahun.

Jantung Jaya tambah berdebar-debar melihat keberadaan Ariana di depannya. Akan tetapi debar itu tak sama seperti awal pertama mereka bertemu, melainkan rasa malu dan takut.

Ariana hanya melirik Jaya sekilas dengan tatapan segan. Dia merasa tak mau bicara dengan kakak iparnya itu sama sekali. Tapi demi membuat Ariani tak curiga, dia pun bersalaman dengan Jaya sambil mengutarakan beberapa patah kata.

"Hati-hati ya, Mas Jaya? Jaga Kak Yani baik-baik di sana," pintanya datar.

Jaya mengangguk seraya tersenyum getir. Dia lalu meletakkan koper yang dari tadi masih dipegangnya ke bagasi mobil.

"Jaya?" Arianto, kakak tertua Ariana dan Ariani, memanggil Jaya. Sebenarnya pun dia sungkan untuk menyalami Jaya. Tapi lagi-lagi itu pun dilakukan demi Ariani tak curiga, juga Jaya yang belum tahu kalau Arianto ternyata sudah mengetahui semua rahasianya. Dan terlebih lagi demi Ariana.

Jaya menoleh, tersenyum, dan langsung membalas jabatan tangan kakak iparnya yang sebenarnya berumur tak terpaut jauh darinya itu. "Saya pamit dulu, Rian."

"Hati-hati, ya?"

"Pasti."

Jaya masuk ke mobil. Memasangkan sabuk pengaman untuk putri kecilnya yang duduk di jok depan. Diempaskan tubuhnya ke sandaran. Lalu melirik Ariana di luar yang ternyata juga tengah menatapinya sedih. Dia menghela napas. Ini sangat berat. Tapi Jaya harus pergi. Sejauh mungkin kalau perlu. Menjauh dari Ariana.

Air mata bergumul di kelopak mata Ariana. Kemudian merembes melewati kedua pipinya begitu cepat ketika mobil Jaya mulai menjauh. Tangannya meremas perutnya. Sekarang hanya tinggal dirinya dan Arianto. Bersama dalam suasana yang kemudian dibalut keheningan yang begitu menyesakkan dada.

"Kamu yakin bayi itu akan lahir dan tumbuh baik-baik saja tanpa seorang ayah?" tanya Arianto dingin.

Ditanyai dengan nada sinis seperti itu, tangis Ariana kian sesenggukan. Tapi dia mengangguk. Sekalipun sejujurnya dia belum siap menghadapi semuanya seorang diri.

Arianto benar-benar kecewa pada Ariana. Juga Jaya yang ternyata diam-diam telah merenggut harga diri Ariana. Dia juga kecewa pada diri sendiri, kenapa dari dulu tak pernah bisa membaca situasi, bahwa sebenarnya Jaya telah lama dan lebih mencintai Ariana dibanding Ariani. Sayangnya perjodohan antara Jaya dan Ariani menghalangi jalan cinta mereka. Dan malah membawa mereka pada cinta terlarang yang tak pernah dia duga.

T a m a t–

♪♪♪

A/n :

Alhamdulillah ya Allah, akhirnya Serenade sampai pada chapter terakhir. Semoga aja pada suka ya sama endingnya.

Buat yang udah baca cerita ini sampai akhir, saya ucapkan terima kasih banyak.

Oh iya, jangan lupa baca cerita saya yang lain, Guys! Langsung aja tuh pencet profil saya, saya harap kalian baca, semoga suka yaa!

Makasih banyak pokoknya.

See yaa

Salam imajiner

Viavidi :))

Serenade [Selesai]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon