Renggang

248 26 0
                                    

Mulai hari itu hubungan pertemanan Dimas dan Ririn renggang. Mereka nggak pernah saling sapa setiap berpapasan. Bahkan untuk saling bertatap saja enggan. Mereka selalu melengos dan menghindar tiap kali bertemu. Sebenarnya semua itu menuai suatu kontra pada diri mereka secara pribadi. Mereka tidak tahan untuk bersikap seperti itu secara terus menerus. Namun sayang keduanya begitu pintar dalam menutupi keinginan mereka untuk saling berdamai. Karna mereka tidak pernah saling tahu, bahwa mereka selalu memiliki perasaan yang sama di saat yang sama.

Suasana kelas pagi ini sangatlah riuh. Tapi itu tak membuat si ketua kelas naik pitam karna dia sedang merasa gundah. Dia sedang duduk memangku wajah dengan tangan, memikirkan Bintang. Ketika hendak berangkat sekolah tadi, Soni yang mengantarnya karna Bintang sedang sakit dan cowok itu menyuruh teman sejawatnya untuk menjemput pacarnya-dengan syarat tidak dibawa kabur. Akan tetapi setiap Ririn hendak membentuk wajah Bintang dalam awang-awang, yang terbentuk adalah Dimas. Kenapa? Dia pun menengadah menatapi langit-langit kelas untuk menepisnya. Bintang lagi apa, ya?

Sebuah lengan mendarat lembut dan melingkar di tubuh Ririn. Tangan Citra.

"Lo, kok, galau gitu sih, Rin? Marahin dong... Tuh pada rame...," pinta Citra dengan nada bicara khasnya yang manja. Dia kangen dengan gertakan Ririn yang belakangan ini susut.

"Males," sahutnya jutek.

"Denger-denger Bintang sakit, ya, Rin? GWS deh, ya...." Raut wajah Sofi tampak simpatik.

"Ha? Kak Bintang sakit apa, Rin?" kepo Firsya dengan suara cemprengnya. Firsya ini adalah penggemar Bintang sejak mos.

"Demam tinggi, Fir," kata Citra mewakili Ririn yang kelihatan bener-bener nggak mau diajak bicara.

"Oh... GWS buat kak Bintang ya, Rin, ya...."

Kemudian terdengarlah kegaduhan anak-anak cowok dalam gerombolannya Dimas.

"WOY, PEGANGIN SI ANDRI! PEGANGIN, HAHAHA..." tawa jahat Dimas menggelegar.

Sofyan dan Radit-cowok bertubuh gempal yang hidup di bangku sebelah Sofyan-segera melaksanakan perintah dari Dimas. Sambil cengengesan, mereka memegangi erat badan Andri yang kesurupan-eh, yang hendak lari mengejar Dimas, ding. Raut wajah cowok itu tampak berang.

"DIM, BALIKIN BUKU GUE!"

Gertakan Andri itu tak membuat Dimas berhenti melakukan aksinya. Dia malah membalas kemarahan Andri dengan cengiran nakal.

"Apaan sih, tuh, si Dimas? Kan, kasian Andri," gerutu Sofi.

"Tuh, Rin. Si cogan bikin ulah lagi. Hajar, gih!" suruh Citra.

Ririn hanya menatapi cowok jahil yang sekarang berada di mimbar kelas itu dengan cuek.

"Lo kenapa, sih, Rin? Tumben lo seletoi ini cuma gara-gara Bintang sakit," tukas Citra.

"HEI, GUYS! GUE PUNYA PUISI ORIGINAL BIKINAN ANDRI! Gile, Bro. Si Andri kayaknya punya bakat, nih, jadi penyair, hahaha...," celoteh Dimas. Membuat kelas yang riuh jadi sunyi. Semua pandangan bergantian menuju Andri. Kemudian pada Dimas lagi.

"WOY, STOP!! PLEASE, DIM, STOP!"

Dimas mengerling jahil ke arah Andri yang masih sibuk meronta-ronta untuk melepaskan dirinya. Erix dan Dyan sudah berdiri menghimpit Dimas. Mereka berdua juga penasaran atas isi puisi yang tadi Andri tulis secara diam-diam di mejanya. Dimas yang duduk bersebelahan dengannya pun menaruh curiga ketika Andri tampak tersenyum-senyum tipis membaca tulisannya sendiri tadi. Oleh karna itu, Dimas merebut buku Andri dan melakukan aksi usilnya. Tapi, Dimas sengaja menutupnya terlebih dahulu. Dia ingin hanya dia orang pertama yang mengetahui curahan hati seorang Andri yang memang begitu introvert.

Serenade [Selesai]Where stories live. Discover now