Jelang Siang Di Sore Hari

275 28 0
                                    

Kali ini Anjani menunggu Dimas di taman. Dia akan lebih lelah menunggu Dimas bersama orangnya yang sedang mengajari Pita dibanding menunggu sendirian seperti ini. Angin sepoi berhembus menggoyangkan berbagai macam bunga yang tidak Anjani ketahui namanya. Taman ini begitu sunyi dan hanya ada suara kersakkan daun-daun dan rumput yang tertiup angin. Di sini lebih tenang sekalipun rasa khawatir akan Dimas perlahan menggeser prasangka baik dalam dirinya.

Sudah beberapa hari ini Dimas sering bersama Pita untuk mengajari cewek itu matematika. Anjani sudah mengijinkan. Dan tentunya nggak masalah kalau cuma buat membagi ilmu. Bukannya membagi... cinta. Dan Anjani harus menyaksikan sendiri seperti apa Pita ketika diajar Dimas. Dia jadi sok kalem dan keliatannya baik. Tapi Anjani tahu Pita lebih daripada Dimas. Cewek itu cuma pakai gunting!

Dulu Pita pernah membuat teman Anjani putus dari pacarnya gara-gara Pita yang suka kegatelan. Juga hubungan Ririn dan Bintang yang hampir kena sasaran gara-gara Pita yang tiba-tiba ikut ekskul taekwondo dan mencoba merebut Bintang dari Ririn dengan cara sengaja menyalahkan gerakkanya agar Bintang membenarkan gerakkannya yang salah tersebut. Untung Ririn berani menemui Pita-bahkan di depan umum-dan melabraknya dengan kata-kata pedas sehingga Pita mulai menjauh dan akhirnya berhenti ikut ekskul tersebut. Sekarang, apa Dimas dan Anjani yang akan jadi korbannya? Kadang Anjani seolah ingin memberanikan diri seperti Ririn untuk menemui Pita dan melabraknya meski cuma empat mata. Jangan kegatelan deh, Kak, kalo sama Dimas! Tapi nyatanya Anjani hanya bisa diam dan pasrah. Dia cuma bisa berdo'a agar Dimas dilindungi dari godaan setan perempuan bernama Pita itu. Ah, dasar cacing pita!

Anjani merengut sendiri. Sekarang Dimas sama tuh cewek ganjen lagi apa, ya?

♪♪♪

"... Gue suka nari sejak kelas lima SD. Waktu itu ayah gue beliin CD tari merak. Terus gue suka niruin gerakannya gitu. Dan ayah ngedaftarin gue di sanggar tari. Terus...."

Dimas melongok arloji di pergelangan tangan kirinya. Pukul tiga sore. Dan Pita masih menahannya di sini, di kantin samping gedung IPS, dengan sejumlah soal yang masih terlantar. Dari awal Pita mengajaknya belajar satu jam lalu, cewek itu cuma mengoceh tentang kehidupannya sehari-hari. Lhoh, emang siapa peduli, Neng? Toh Dimas juga nggak nanyain apa-apa tentang Pita. Sebenarnya juga Dimas ingin segera pulang untuk menemui Anjani di taman. Ah, pasti cewek itu sedang kesepian.

Dimas berdiri dan memunguti bukunya. Dia nggak mau mengecewakan pacarnya. "Udah jam tiga."

"Lhoh, Dim. Kan, belum selesai?" rengek Pita manja.

"Kita lanjutin besok, ya? Gue ada janji sama Anjani," jawabnya. Lalu dia berhenti memasukkan bukunya ketika merasa ingat sesuatu. "Eh, tapi kayaknya nggak bisa, sih. Minggu depan baru bisa mulai lagi. Soalnya mulai besok gue bakal persiapan buat olimpiade di Bogor Sabtu besok. Jadi, see you next week," ocehnya sambil memasukkan buku-bukunya sampai nggak ada yang tersisa di meja.

"Oke, good luck, ya, buat olimpiadenya. Semoga dapet juara!"

Dimas mengacungkan jempolnya sambil tersenyum sekilas. Lalu berjalan cepat menuju tempat parkir.

Pandangan Pita seketika menajam. Dia memicingkan matanya sambil terus menatapi punggung Dimas yang perlahan mengecil. Mungkin gue nggak bisa bikin lo benci Anjani. Tapi gue yang bakal bikin Anjani yang benci elo, Dim. Senyum sinisnya merekah. Seakan siap melakukan operasi dengan guntingnya yang tajam.

♪♪♪

Tiba di taman, mata Dimas langsung menangkap keberadaan Anjani yang sedang duduk di atas sebuah bangku panjang. Cewek itu duduk serong sambil tengah menggerakkan tangannya. Dimas penasaran dengan apa yang sedang dilakukan ceweknya. Diam-diam Dimas berjalan dengan langkah kucing. Tanpa Anjani sadari, Dimas sudah berada persis di belakangnya. Ternyata Anjani sedang membuai seekor kucing di sampingnya dengan mengelus-elus rambutnya yang halus.

Serenade [Selesai]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu