Tanpanya

242 21 0
                                    

Entah sudah berapa menit air mata Ririn merembes di kamar kost Dimas. Di peluknya gitar coklat itu erat-erat. Bahkan Ririn masih memakai putih abu-abunya lengkap dengan sepatu dan tas. Dia tidak mengerti kenapa dia bisa menangis begitu lama seperti ini. Ini adalah rekor waktu paling lama menangis baginya. Dalam satu waktu dia merasa kecewa, menyesal, dan marah seperti ini. Hanya karena Dimas kembali ke tempat tinggalnya semula. Yang mungkin, bagi orang lain, akan terasa sangat membahagiakan karena bisa berkumpul lagi dengan keluarganya dan kembali hidup dalam harta yang bergelimang. Tapi sekali lagi, Ririn lebih tahu, bahwa Dimas tidak bahagia hidup di sana.

Kembali ke tempat asalnya hanya membuat Dimas hampa dan menderita.

Tiba-tiba terdengar sebuah dering ponsel. Bukan milik Ririn. Melainkan milik Dimas yang terdampar di atas bantal dengan kondisi lowbat. Anjani yang ternyata menelpon cowok tersebut. Sayangnya ponsel tersebut kemudian mati sebelum Ririn menyentuh layarnya sama sekali.

Dia kecewa melihat ponsel Dimas ada dalam genggamannya. Kalau handphone-nya saja ada di sini, bagaimana Ririn mau menghubunginya?

Ririn lalu mengambil kertas kecil dalam saku roknya. Sudah lecek dan terlipat-lipat. Membacanya hanya membuatnya semakin bersedih.

To : Rinta Arin si tomboi cap
cangcut limited edition

Maaf,
Kuungkap cinta dalam keterburuan
Atas kalapnya cambuk perasaan yang menggebu mendera hatiku tanpa dapat lagi ku bui dalam diam
.
Di hadapanmu
Tanpa segan kupaksa cinta
Di atas hatimu yang telah terbagi dua

Oke, down to earth.

Lo boleh bilang gue penjarah cinta, playboy, nggak tau diri, pengecut dan apalah kawan-kawan mereka itu. Gue tau gue terlalu gegabah. Dengan ke-tidak-tau-diri-an, gue ngecap gitu aja bahwa gue suka sama lo.
Gue nggak pernah merasa dimiliki sebelumnya, Rin, setelah mama pergi untuk waktu yang nggak terhingga. Sampai semenjak gue ketemu lo, gue pikir itulah masa saat gue ngerasa lebih lengkap. Di mana kita sering berantem karna kesamaan sifat pantang akan kekalahan tanpa pernah sekalipun lo nuntut gue buat jadi kayak orang lain, di situ gue merasa dimiliki oleh seseorang, dengan kata lain gue dianggap ada sebagai diri gue sendiri oleh elo. Dan gue nggak mau perasaan nyaman dan bahagianya gue karna 'dimiliki' itu hilang gitu aja sama seperti saat rasa itu terenggut tiba-tiba karna kepergian mama. Yang kemudian berlanjut dengan rasa suka gue ke elo, Rin.

Tapi lama-lama gue sadar, bahwa terkadang kesamaan hanya akan menimbun kita dalam lubang persahabatan, bukannya percintaan. Karna kesamaan kita itulah yang membuat kita hanya dapat berjalan dan saling melengkapi sebagai sahabat, bukan atau bahkan nggak akan lebih dari itu. Kesamaan kita dominan, tapi seberapa besar apapun kesamaan yang kita miliki dan sekecil apapun peluang kita untuk bisa saling melengkapi, gue tetep selalu butuh lo, Rin. Lo udah gue anggep sebagai cerminan diri gue sendiri dan dengan itu kita bisa menyatu. Dengan begitu juga, secara nggak langsung lo menyadarkan gue bahwa setiap manusia punya jatah bahagia dan sedih masing-masing, yang artinya nggak akan pernah ada yang namanya kesempurnaan.
Di sini, intinya gue cuma pengen bilang, maaf atas kesalahan yang gue lakuin selama ada di sekitar lo, juga makasih karna udah jadi sahabat terbaik gue meskipun terkadang nyebelin.

Bye… Rin, gue harap lo nggak ngenang gue, karna itu bakal jadi hal terlebay yang lo lakuin sebagai cewek tomboi. Gue cuma berharap lo bakal selalu inget (bukan dalam konteks mengenang) gue agar suatu saat lo nggak pangling saat secara nggak sengaja kita ketemu, entah kapan dan di mana. Yang pasti itu akan menjadi sebuah keajaiban yang nggak terkira.
Jangan terlalu mikir gue ya, Rin. Ah, dasar tukang ge-er! Biarin. Biar lo nggak perlu basa-basi nanya apakah gue baik-baik aja ketika suatu hari nanti kita berjumpa. Karna gue akan selalu baik-baik aja. Lo nggak perlu khawatir.

Serenade [Selesai]Where stories live. Discover now