17-Sukses

1.2K 226 61
                                    


xxx

"Mboten napa-napa (Tidak apa-apa)," Yoga menunduk, ia meletakkan nampan berisi tea pot kaca dan gelas-gelas kecil di atas meja. Bobby langsung menyambar tea pot, menuangkan segelas teh untuk dirinya sendiri, dan minum dalam satu tegukan. Setelahnya ia bersandar di punggung sofa, mendesah "Ah~" menikmati teh yang mengalir di tenggorokannya.

xxx

"Mulih dhisek yo aku (Pulang duluan ya aku). Nyicil tugas. Titip adekku. Lek mulih WA ae (Kalau pulang WA aja)," ia menutup resleting jaketnya. Yoga mengacungkan jempol kepada Bobby. "Siap Bob." Setelah mengacak rambut sang adik, Bobby segera berjalan keluar rumah.

xxx

"Jadi, ada dua kejadian. Pertama, Doni menjual narkoba ke Tomo, sehingga ia diadili. Kedua, Ani tidak sengaja menabrak Rita, sehingga Rita menuntut Ani ke pengadilan. Nah, tahu perbedaannya?" Athalia terdiam sejenak, memikirkan ketiga kasus yang diberikan oleh Yoga. Setelah beberapa saat, ia menjawab. "Em, lawan dari tersangka?" tanyanya ragu-ragu. Yoga mengangguk semangat.

"Iya. Jadi, begini. Criminal law, atau hukum kriminal, itu adalah hukum yang berkaitan dengan lembaga. Contoh pertama yang Doni itu adalah hukum kriminal, karena dengan menjual narkoba, ia merugikan negara. Tapi korban di sini tidak bukan pihak dalam tindakan hukum, lho. Doni menjual narkoba ke Tomo, kan? Tomo tidak menggugat perbuatan Doni, tetapi justru Tomo akan menjadi saksi dalam pengadilan untuk membuktikan kebenaran."

xxx

"Chandra ikut ngerjain tugas di sini, dong!" ia datang dan tampak segar setelah mandi, lengkap dengan beberapa buku dan kotak pensil di tangan. "Boleh," sahut kakak sepupunya. Ia bergeser, memberikan tempat untuk Chandra di sebelahnya, yang artinya mau tidak mau ia harus semakin dekat dengan Athalia. Melihat hal tersebut, Chandra langsung menyesal.

"Jadi, Adek bisa bandingkan kedua perkara ini...." suara Yoga yang menenangkan hanyalah satu-satunya sumber bunyi di rumah tersebut. Sesekali Athalia membalas dengan gumaman 'hm,' atau dengan pertanyaan. Tangannya sibuk mencatat, matanya berpindah fokus antara buku tulisan dengan wajah kalem Yoga. Chandra yang duduk di samping Yoga mendengus kasar. Rasanya ia tiba-tiba malas mengerjakan tugas.

xxx

Kini Yoga beralih ke adik sepupunya. "Wonten ingkang saget dibantu Chan (Ada yang bisa dibantu, Chan)?" "Mboten enten, Mas (Tidak ada, Mas)." Alih-alih melakukan sesuatu dengan buku-buku di depannya, Chandra justru mengeluarkan handphone dan bermain game. Yoga hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah sang adik sepupu. Sedangkan Athalia dalam hati bertanya-tanya tentang percakapan barusan. Okelah, mereka berbicara dalam bahasa Jawa itu masih normal, tapi kenapa Mas Yoga yang notabene lebih tua dari Chandra juga harus berbicara dalam bahasa Krama?

xxx

Apa ia harus minta diantar pulang oleh Yoga atau Chandra? Terlintas ide tersebut di kepalanya. Cepat-cepat pikiran rasional memukul. Sudah diajarin gratis, masa minta dianter pulang juga? That's no-no. Ngerepotin orang aja, batinnya.

"Tha, pulang yuk. Chandra anterin." Setelah sibuk bermain game dari tadi tanpa menyentuh bukunya sama sekali, ia berdiri. Athalia menatapnya kebingungan. "Eh, tapi, aku—"

xxx

"Makasih, moonlight," Athalia turun dari motor begitu mereka sampai di depan kediaman Kurniawan. Sebuah senyum tersungging di wajah Chandra. Sama dengan dirinya yang selalu memanggil Athalia 'sunshine', akhir-akhir ini gadis itu juga balik menyebutnya 'moonlight'.

xxx

"Jurusan HI... pasti belajar politik juga kan?" muncullah pertanyaan random dari seorang Chandra Agung Ramawijaya.

"Sure. Kenapa, Chan?"

"Nggak, cuma..." pandangan orang yang duduk di atas motor tersebut jatuh ke tanah, di pipinya muncul semburat merah. "Kalau ada apa-apa, Athalia tanya ke Chandra aja. Siapa tahu Chandra bisa bantu." Tingkah laki-laki di depannya yang menggemaskan ini mau tidak mau membentuk senyuman lebar di wajah Athalia. Gaids itu menjawab dengan gumaman 'iya', lalu segera masuk ke dalam rumah.

xxx

"WHOOHO! AAAKH! ASTAGA! WAHAHAHA! DEEEK!" Bobby mendobrak pintu kamar adiknya, dan melompat ke arah Athalia yang duduk terbangun akibat suara teriakan tersebut. Bobby menciumi wajah adiknya; di pipi, mata, hidung, dahi, bibir, dan dagu. Cepat-cepat sang adik menjauhkan wajah kakaknya. "Ih, mulut bau! Apaan sih pagi-pagi berisik,"

xxx

Athalia berangkat kuliah diantar Papi. Ia tidak bisa berhenti tesenyum bahagia. iKON menang, dan ia ikut merasakan antusiasmenya. Dia sudah mengikuti perjuangan grup itu dalam bergelut dengan musik. Ia mengerti bagaimana giatnya mereka berlatih bernyanyi, bagaimana Handaru dan kakaknya melontarkan rap dengan ganas, dan bagaimana ketujuh orang tesebut bernyanyi dalam satu hati uutk melantunkan lagu-lagu yang indah.

xxx



xxx

Saya masukkan informasi asli mengenai hukum di chapter ini, semoga bisa menjadi info yang bermanfaat buat para pembaca sekalian :)

Nah, karena iKON sudah menang, more exciting chapters are coming up!

Dewangga [Sedang Proses Revisi]Where stories live. Discover now