Special Chapter-One Second Thought [PRIVATE]

938 163 91
                                    

Ini bisa ke-private gak sih? Kalo enggak, yaudah gapapa silahkan menikmati, ntar dan chapter special berikutnya kalo bisa private ya saya jadikan private hehehehe. Ini wattpad lagi error kayaknya (?)

Seorang Junaedi Ardi Nasution adalah orang yang memiliki otak cerdas dan bermulut tajam. Ia pandai mengolah kata, sehingga apapun bisa ia lakukan. Berdebat, berargumentasi, menegur, mengomel, dan mengeluh.

xxx

Ini juga alasan mengapa Ezra sering kesal dan kerap kali menjulukinya sebagai "mulut sampah". Jujur memang hal yang bagus, tetapi apa yang keluar dari mulut sang pria jurusan Hubungan Internasional tersebut seakan selalu merendahkan dan terdengar menyebalkan. Tidak jarang juga menyakitkan hati.

xxx

"The fuck? Si gendut rasis yang menang?"

xxx

Oke. Gendut rasis adalah julukannya bagi taipan pemilik Trump Tower tersebut. Bukan berarti dia berada di pihak Hillary, tidak. Wanita itu juga ikut mendapatkan julukan Tante Mistis darinya, perihal skandal email rahasia yang menimpa Hillary Clinton semasa menjabat menjadi Secretary of State.

xxx

"Rupiah bakalan bernilai kalau orang macem Mas Jinan ini berhenti melototin kurs mata uang," ujarnya sembari mengerlingkan mata. Yang dijadikan bahan pembicaraan tidak peduli sama sekali terhadap omongan pria yang lebih muda tiga tahun di bawahnya itu.

"Gak guna Mas lihat begituan kalau bayar pajak aja masih belum becus." Lanjutnya lagi. Jinan yang sabar itu akhirnya meletakkan koran di pangkuannya dan menatap Junaedi dengan tatapan risih.

"Jun, abdi teh selalu bayar pajak tepat waktu. Dan dengan ketentuan yang bener. Ini cuma pertimbangan buat investasi aja, ya saha ngerti, bisa atuh jaga-jaga."

"Idih, siapa yang bilang itu Mas Jinan sih? Maksudku tuh penjual-penjual lain yang kabur dari pajak,"

xxx

"Lah, itu Bu Sylvi ngapain? Jadi model gitu? Kasian Agus mulu yang ngomong sampe berbusa,"

"Ini debat murahan aduh, interruption sama rebuttal gak ada yang nyambung,"


xxx

"Berisik," jawab Junaedi. "Diedit lagi aja gih. Itu kalau ditambahin vocal gak jadi lagu,"

"Heh, pikirmu bikin lagu iku segampang ngupil hah?" Bobby emosi, ia paling paham dengan perjuangan Handaru karena mereka sering membuat lagu bersama-sama.

"Ya kan cuma saran aja elah, santai saja Bang!" lagi-lagi, ia mengelak.


Ketika pelaksanaan perintah eksekutif 'muslim ban' milik Trump dilaksanakan...

"The fuck?!"

xxx

"Agama itu diresmikan sebagai sebuah agama yang sah karena mengajarkan kebaikan sesuai penilaian manusia. Nge-judge orang hanya dari agamanya itu goblok. Kalau ada perbuatan menyeleweng, yang salah itu bukan agamanya, tapi orangnya."

"Banyak kepala banyak pemikiran. Golongan radikal ekstremis itu cuma bagian yang sangat kecil dari keseluruhan umat. Menggeneralisasikan suatu bagian besar dari perbuatan buruk yang kecil itu emang goblok." Kini seluruh orang dalam ruangan memperhatikan baik-baik opini yang keluar dari pria berpakaian serba hitam tersebut. "Banyak orang baik yang punya kontribusi besar di Amerika kena imbasnya. Image Amerika sebagai negara demokratis yang terbuka untuk imigran hancur sudah,"

"Emang ini orang pemicu perang dunia banget. Lihat aja ntar ekonomi, politik, budaya, sosial bakal kena imbasnya semua." Dengan kata-kata terakhirnya, ia berdiri dan berjalan keluar ruangan. Langkahnya terdengar berat, emosi meluap-luap dari dirinya.

xxx

"Dia ada banyak temen di luar negeri. Mungkin kebijakan Trump ini ngaruh ke temennya...."


Itu beberapa contoh muntahan kejujuran yang menyakitkan oleh Junaedi. Iya, dia terlampau jujur sehingga semua dikeluarkannya dari kepala melalui mulut tanpa melalui filter. Tetapi tidak semua orang tahu, bahwa ada kata-kata pedasnya yang bukan kejujuran, melainkan sebuah alasan untuk kepuasan dirinya sendiri. Berbohong? Bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Contohnya, ketika foto di pantai kemarin...

xxx

"Yo emang aku ra ngerti carane dolan kamera ngenean iki (Ya memang aku tidak mengerti caranya main kamera seperti ini)," Junaedi yang baru saja keluar pondok sambil memegang sebotol minuman isotonik akhirnya menjadi korban Bobby. Benda berwarna hitam tersebut langsung dijejalkan ke tangannya yang kosong. "Fotoin Jun!" lalu sang gaptek kamera segera kabur ke dalam pondok. Mungkin bersembunyi dari rasa malu atas gapteknya.

xxx

Bukan biasa, tapi cantik, balas Junaedi dalam hatinya.




xxx

Saya harus vakum, maafkan ya. Tapi kalau ada waktu ya saya usahakan update kok. Kelas 12 ini bikin gak sempet main Wattpad huhuhuhu. Minggu ini saya mulai uprak jadi sibuk banget hehe. Anyway, bagaimana special chapter kali ini?

Di sini saya mau menegaskan, bahwa Dewangga itu bukan hanya cerita fanfiction yang bertitik berat di romance, tapi juga masalah-masalah nyata yang ada di kehidupan manusia seperti yang sudah ditanggapi oleh Junaedi di atas wkwkkwkwk. Problema di kehidupan remaja kaya kita ini bukan cuma soal cinta-cintaan melulu rek. Jadi remaja itu harus yang kritis, peka, dan peduli terutama terhadap kemajuan bangsa juga. Kalau kita bisa menemukan kelemahan dan kekurangan yang terjadi pada masa ini, setidaknya kita bisa belajar dari pengalaman supaya di masa depan tidak terulang lagi masalahnya. Iya kan, kalian, wahai masa depan bangsa?

xxx

Dewangga [Sedang Proses Revisi]Where stories live. Discover now