8!

4.1K 459 19
                                    


"Me And My Broken Heart"

***

        Tidak ada lagi kesalahpahaman di antara Cakra dan Dira. Hubungan mereka membaik, setelah berdebat panjang lebar di tempat biasa mereka bersama. Curug Bojong Koneng, Sentul, yang jaraknya bisa menempuh waktu satu jam dari sekolah.

Ternyata, Dira dan El (nama laki-laki itu) hanya sedang membicarakan soal OSIS yang akan mengadakan Festival Akhir Tahun Sekolah, tidak ada maksud lain, begitu juga pertemuan mereka di Starbucks.

Mendengar itu, tentu saja Cakra merasa lega dan rasa cemasnya seakan terlepas bebas. Saat itu, Cakra benar-benar minta maaf pada Dira yang sudah ia tuduh macam-macam sampai menangis. Ia merasa sangat bersalah hingga rasanya sulit sekali untuk menatap wajah cantik kekasihnya itu. Dan, untungnya berkat kebaikan hati Dira yang selalu Cakra kagumi, gadis itu memaafkannya, lalu memeluknya dengan kehangatan yang sama.

Intinya, masalah kesalahpahaman mereka selesai. Tapi, entah kenapa sejak Cakra sampai rumah setengah jam lalu, ia masih merasa ada yang belum selesai.

"Apa, ya?" Cakra menggaruk kepala dengan remote. Celingukan ke sana-ke mari demi menemukan kejanggalan itu.

"Cak?"

Suara Mama membuyarkan segalanya. Dari sofa, Cakra memanjangkan lehernya ke arah dapur. "Apa?"

"Kamu dari mana? Kayaknya baru pulang?" Tanyanya tanpa berbalik, masih sibuk dengan masakannya.

Cakra mencebik. "Mama, sih, kebanyakan tidur. Jadi nggak tau anaknya abis dari mana."

Gantian, sang mama berdecak. "Mama itu capek, Cakra, abis bantuin Papamu di kantor. Mama potong, nih, bibirnya," ancamnya.

Kekehan terdengar dari arah Cakra, lalu tanpa menyahut lagi matanya kembali fokus pada televisi yang sedang menayangkan acara kartun. Mamanya, jika baru bangun tidur memang selalu seperti singa kelaparan, tidak bisa diajak bercanda. Tapi, kalau sudah sepenuhnya sadar, apa pun hal tidak penting selalu dianggapnya lucu. Wajarlah, namanya juga ibu-ibu, suka labil.

"Cak?"

"Apalagi, Ma?" sambut Cakra, malas.

"Katanya Alana mau dateng?"

Pluk!

Remote pun jatuh dari tangan Cakra secepat kekagetannya terjadi. Tanpa dicegah, ingatan Cakra tergelincir pada beberapa jam lalu.

"ASTAGFIRULLAHALADZIM! YA ALLAH, YA RABB!"

Dari dapur, Mama kontan terlonjak. "Apaan, sih, Cakra?! Jangan berisik adek-adekmu lagi pada tidur!"

Cakra panik setengah mati, atau bahkan hampir mati. Kedua tangannya meremas rambut frustasi, dia berdiri dan hampir saja terjatuh karna kakinya tersandung karpet.

"Gue ninggalin Alana!" Cakra mengingatnya, laki-laki bodoh itu mengingatnya, saat melewati gerbang, saat matanya melihat dari kaca spion, Alana berdiri di depan gerbang dengan ekspresi yang sulit digambarkan.

"Ya ampun! Tolol!" Saking frustasi dan nyaris gila, Cakra sampai bersujud, masih dengan kedua tangan di rambut. "Gue ninggalin anak orang!"

        Sumpah! Tadi itu otak Cakra benar-benar blank! Dia bahkan melupakan rencananya pulang bersama Alana dan malah bertanya-tanya dalam hati kenapa perempuan galak itu berdiri di gerbang? Lalu parahnya, Cakra terus memikirkan itu selama bersama Dira tanpa mengingat hal lain!

"Apaan, sih, Cakra?" Mama kini sudah berada di belakangnya, menatap anaknya khawatir. "Ngapain sujud-sujud begitu?"

"Ma!" Seru Cakra nelangsa, berlari menghampiri Mama dan memeluk kakinya. "Cakra ninggalin Alana di depan sekolah!"

Favorably (Complete)Where stories live. Discover now