13!

4.4K 337 6
                                    


"Let Me Love You"

***

"Ciee, yang lagi senyum-senyuman."

Celetukan itu sukses membuat Alana maupun Cakra tersentak. Mencari sumber suara dan menemukan fakta bahwa ada anak kecil berusia tiga belas tahun sedang berdiri tak jauh dari mereka. Bersedekap dengan wajah datar.

Dahi Cakra mengerut sebal. "Dasar Otong! Kalo masuk rumah, tuh, pake salam! Tau-tau nongol kayak jin tomang."

"Maaf, tapi karna pintu kebuka, ya udah Mahen sama Mama masuk aja," jelas Mahen santai, kemudian mengalihkan perhatian pada Alana yang memandangnya bingung. "Hai, Kakak Cantik. Aku Mahen Eril Tridana. Cowok paling ganteng di rumah ini."

Mendengar itu, mata Cakra melotot tidak percaya. "Eh, bocah--"

"Iya. Hai juga," balas Alana, tersenyum lucu. Membuat Cakra mendengus.

"Biarin, ntar abang bilangin Papa, Mahen udah berani godain cewek."

"Mahen diajarin temen, katanya kalo ketemu cewek cantik, harus berbicara omong kosong."

Mendengarnya, Alana mau tidak mau tertawa sampai menggelengkan kepala. Dan, lagi-lagi, Cakra jengkel. Karna yang seharusnya membuat Alana tertawa adalah dirinya, bukan Si Ikal Mahen.

"Udah sana, dasar bocah!" Cakra menggerakkan tangan, mengibas udara. Menyuruh Mahen menyingkir dari pandangan.

Namun, sebelum Mahen pergi, Alana menahannya dengan pertanyaan,

"Tante Tamara mana, Mahen?"

"Ada di kamarnya Adis, nemenin tidur sebentar. Paling nanti ke sini." Senyum Mahen. Terus menatap Alana. Menurutnya, perempuan yang seumur dengan kakaknya itu sangat enak dipandang.

Alana lantas menelengkan kepala pada Cakra. "Gue mau ke ruang tamu. Nungguin Tante Tamara. Makasih telurnya. Piringnya nanti gue cuci abis ngobrol sama nyokap lo," pamitnya, setelah itu melangkah pelan menuju ruang tamu.

Tinggallah Cakra dan Mahen, saling pandang dengan sorot berbeda. Cakra jengkel dan Mahen gembira.

"Itu yang namanya Kak Alana, ya? Cantik. Kalau Mahen seumuran Abang, Mahen bakal pacarin dia."

"MAHEN! Beneran gue bilangin Papa, lo!"

***

Hari ini sangat melelahkan bagi Dira, berjalan sebentar saja seperti berjalan ratusan kilo. Gadis bernetra penuh kilauan bak air jernih itu menghela nafas dengan sebelah tangan memegang dada, dan sebelah lagi menggenggam ponsel. Dira hendak menelepon seseorang.

"Halo, El, aku udah sampe, nih," mulainya setelah panggilan tersambung. Bibirnya melengkung indah.

"Tunggu sana, lima belas menit lagi aku sampe. Jalanan macet parah tadi."

"Iya, aku nggak ke mana-mana, takut banget, sih."

Dari sana, terdengar suara tawa yang juga membuat Dira tertawa. Tawa milik Eljuna.

"Saking takutnya kamu ilang, aku sampe maki-maki pengendara lain, lho."

"El, jangan begitu. Lagipula aku bisa ngerti, kok," ucap Dira, berusaha menenangkan.

Eljuna memang kadang berlebihan.

"Aku cuma takut kamu ka--"

"It's okay. Aku baik-baik aja. Bahkan sekarang aku lagi makan siomay. Enak lho, El."

Favorably (Complete)Where stories live. Discover now