43!

3.1K 289 20
                                    


"First Kiss"

***

       Yang pertama Alana lihat ketika membuka mata adalah wajah khawatir Intan dan Farel di sampingnya. Ia pun perlahan bangkit dari tidurnya, dibantu Intan. Dan pada detik itu, Alana merasakan nyeri di perutnya masih terasa meski tidak sesakit tadi.

"Lo kalo DP pertama harusnya nggak usah sekolah, Lan," omel Intan seraya meremas jemari Alana.

"Pas mau berangkat nggak sakit, Tan, berasanya begitu gue di angkot." Alana lalu tersenyum sendu ketika melihat mata sembab temannya itu. "Sorry, bikin lo khawatir."

"Emang lo nggak bareng Cakra apa? Kenapa lo naik angkot lagi, sih, akhir-akhir ini?"

Alana terdiam, mulutnya terbuka sedikit, ingin berbicara namun tertahan oleh egonya. Jadi, ia hanya tersenyum.

Kemudian Alana melihat Intan mengerutkan kening. "Cakra bahkan nggak ikut bawa lo ke UKS. Cowok macam apa dia itu," gerutunya. "Malah Farel sama Pak Hasan yang bawa lo ke sini."

Pandangan Alana langsung beralih pada Farel yang juga sedang memandangnya lekat. Membuat Alana sedikit salah tingkah.

"Thanks, Rel."

"Sans." Farel lalu mengulurkan bungkusan berisi bubur pada Alana, yang langsung diterima oleh gadis itu. "Ini dari Pak Hasan. Katanya beliau minta maaf, gara-gara hukuman tadi lo jadi pingsan."

Kedua bola mata Alana membulat. Ia jadi tidak enak hati mendengarnya. "Gue nggak apa-apa padahal."

Farel mengusap kepala Alana, dan gerakan tiba-tiba itu membuat Alana terkejut hingga langsung menatap Intan. Tapi, Intan justru bersikap biasa saja. Namun, Alana tau jika Intan sedang menyembunyikan rasa cemburunya.

"Gue balik ke kelas, ya, Lana, Intan."

"Iya, Farel," sahut Intan.

"Makasih lagi, ya, Rel!" teriak Alana sebelum akhirnya Farel hilang ditelan mulut pintu.

"Lan."

Alana menoleh, menatap bertanya pada Intan.

"Lo nggak lagi ada masalah sama Cakra, 'kan?"

"Nggak, biasa aja," jawab Alana, mencoba sesantai mungkin atas interogasi mendadak dari Intan.

Lagipula Alana memang tidak ada masalah dengan Cakra, mungkin laki-laki itu yang memiliki masalah padanya.

Dilihatnya, Intan menghela napas. "Gue bukan kepo atau mau ikut campur sama hubungan lo berdua, tapi gue bener-bener nggak terima kalo tiba-tiba Cakra jadi berengsek sama lo, Lan."

"Beneran nggak ada." Alana masih mempertahankan egonya, meski jujur mulutnya ingin sekali menumpahkan segala rasa kecewanya atas sikap Cakra.

"Ya udah, kalo gitu," jawab Intan. Namun, Alana tau jika gadis itu tidak benar-benar puas dengan jawaban darinya.

Alana tersenyum geli.

Beberapa detik kemudian, wajah Intan berubah ceria. "Oh, ya, Lan, kalo tadi lo liat muka Pak Hasan, lo pasti ketawa-ketawa sedih, deh. Pas lo pingsan, dia panik banget! Sampe teriak-teriak minta diteleponin ambulan ke anak-anak. Tapi, Farel langsung nenangin, bilang kalo lo mending dibawa ke UKS dulu. Lucu, ya? Kegalakannya itu langsung nguap detik itu juga."

Alana meringis. "Padahal bukan salah Pak Hasan, kenapa juga harus panik?"

"Ya, tapi 'kan karena Pak Hasan ngehukum lo padahal lo udah dihukum, dia jadi ngerasa bersalah," jelas Intan, nampak geregetan.

Favorably (Complete)Where stories live. Discover now